25 Feb 2012

PERNIKAHAN LINTAS AGAMA



                    Muhammad Hadidi

Jurusan Syariah Universitas Muhammadiyah Malang

Dalam artikelnya di Republika (1/4/2005) berjudul Perkawinan, Agama, dan Negara, Salahudin Wahid menulis bahwa dalam perkawinan lintas agama, pada prinsipnya pandangan para ulama terbagi menjadi tiga bagian. Kata Wahid, perndapat yang keriga ialah membolehkan pernikahan antar mUslim dan non Muslim yang berlaku untuk lelaki dan perempuan muslim.

            Poin ke-tiga pada tulisan wahid itu tidak tepat. Adakah ulama islam yang membolehkan wanita Muslimah menikah dengan laki-laki non-muslim.
            Poin ketiga pada tulisan Wahid itu tidak tepat. Adakah ulama islam yang membolehkan wanita muslimah menikah dengan laki-laki non muslim? Hingga kini, belum ada satu pun ulama yang membolehkan hal itu, Tentu saja ulama yang dimaksud disini adalah ulama yang benar-benar ulama, yang mempunyai kemampuan berijtihad dalam menentukan status hukum islam berdasrkan metodelogi yang benar. Sayyid Shabiq dalam Fiqh Sunnah, menegaskan bahwa semua ulama bersepakat tentang haramnya seorang muslimah menikah dengan laki-laki non-muslim. Tidak ada perbedaan pendapat tentang hal ii, sepanjang sejarah Islam. Selama si laki-laki tidak memeluk agama islam maka haram menikahkannya dengan seorang muslimah.
            Imam Ibnu Hazm menceritakan dalam a-Muhalla (jilid VII), bahwa suatu ketika Khalifah Ummar bin Khattab  mendengar Hanzalah bin Bisjr menikahkan anak wanitanya dengan keponakannya yang beragama Nasrani. Maka Umar menyampaikan pesan kepada Hanzalah jika si anak laki-laki itu menolak masuk islam maka dipisahkan.
            Umar juga pernah menyatakan, “Tidak halal bagi laki-laki non muslim menikahi wanita muslimah, selama si laki-laki tetap belum masuk islam.” Sikap Sayyidina Umar yang tegas itu didasarkan pada ayat al-qur’an Surat Mumtahanah ayat 10 “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijarah kepadamu perempuan-perempuan beriman, maka hendaklah kamu iji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui keimanan mereka, maka jika mereka telah mengetahui bahwa mereka(benar-benar) beriman, maka hanganlah kamu mengembalikkan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.”
            Dunia islam juga sudah sepakat tentang hal ini. Organisasi Konferensi Islam (OKI) pernah mengeluarkan memorandum tentang HAM yang isinya menolak pasal 16 ayat (1) dari Universal Declaration of Human Right. Pasal itu berbunyi pria dan wanita dewasa tanpa dibatasi oleh ras, negara, golongan, kebangsaan, atau agama memiliki hak untuk kawin dan memiliki keluarga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar