15 Apr 2012

Eksistensi Komisi Yudisial di Indonesia


Makalah
Hukum Tata Negara
Eksistensi Komisi Yudisial di Indonesia



Disusun
Oleh:
Mohd Hadidi
(201010020311017)
Syariah



FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

A.   Latar  Belakang Pembentukan Komisi Yudisial
      Secara universal  Komisi Yudisial lahir dilatar belakangi oleh beberapa permasalahan pada kekuasaan kehakiman sehingga perlu di bentuk  Komisi Yudisial sebagai solusi untuk mengatasinya diantranya sbb:
a)      Lemhanya monitoring secara intensif terhadap kekuasaan kehakiman, karena monitoring hanya dilakukan secara internal saja.
b)      Tidak adanya lembaga yang menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah (executive power)
c)      Kekuasaan kehakiman  diangggap tidak mempunyai efektivitas yang memadai dalam menjalankan tugasnya apabila masi disibukkan dengan persoalan-persoalan teknis non hukum.
d)     Tidak hanya konsistensi putusan lembaga, peradilan karena setiap putusan kurang memperoleh penilain dan pengawasan yang ketat dari sebuah lembaga khusus.
e)      Pada rekrutmen hakim selama ini dianggap terlalu bias dengan masalah politik, karena lembaga yang mengusulkan dan merekrutnya adalah lembaga-lembaga politik, yakni presiden dan parlemen.[1]

      Berangkat dari latar belakang tersebut diatas, maka untuk menanggulanginya  didirikanlah Komisi Yudisial di beberapa negara di antranya di negara kita Indonesia, yang memang gejolak politik di lembaga-lemga politik yang berwenang salah satunya  memilih hakim di takutkan adanya, politik dagang sapi dan tidak objektif dalam pemilihan hakim tetapi hanya mengedepankan kepentingn politik. Maka dari itu fungsi Komisi Yudisial di Indonesia untuk menggulangi permalahan tersebut.
B.Tujuan pembentukan Komisi Yudisial
    Kehadiran komisi Yudisial dalam sturuktur negara  modern  merupakan suatu perkembangan yang sangat menarik dalam cabang kekuasaan yudikatif khususnya kekuasaan kehakiman (Judicial Power). Keberadaanya juga merupakan trend yang terjadi pada abad-20 dalam sejarah demokrasi modren yang mengharuskan adanya lembaga peradilan yang bebas dari kekuasaan campur tangan kekuasaan lain diluarnya.
   Secara teoritis tujuan pembentukan Komisi Yudisial adalah tidak lepas dari pembentukan negara demokrasi yang adil dan terbuka, dan terlepas dari kekuasaan monarki dan sewenag-wenag serta campur tangan kekuasaan antar lembaga. Apalagi di campuri oleh kepentingan-kepentingan kelompok maka dari itu Komisi Yudisial hadir sebagai solusi dalam memilih dan menyeleksi serta menguji para calon hakim yang di tempatkan di pengadilan.
    Sebagai mana kita ketahui sebelumnya komisi Yudisial hadir menjadi mediator  kekuasaan pemerintah (executive power)  dan kekuasaan kehakiman (yudicial power) yang tujuan utamanya menjamin, kemandirian kekuasaan  kehakiman dari pengaruh kekuasaan apa pun juga khususnya kekuasaan pemerintah.[2]
    Selanjutnya dengan adanya Komisi Yudisial, tingkat efisiensi dan efektivitas kekuasaan kehakiman akan semakin tinggi dalam banyak hal baik yang menyangkut rekrutmen dan monitoring hakim, agung serta pengelolaan keuangan kekuasaan kehakiman. Dibentuknya Komisi Yudisial  juga bertujuan untuk menjaga kualitas dan konsistensi lembaga peradilan, karena diawasi secara intensif oleh lembaga yang benar-benar independen. Disini diharapkan konsistensi putusan lembaga peradilan tidak diselewengkan, adanya Komisi Yudisial  sebagai penilai setiap putusan yang di tetapkan hakim, apabilah kontroversial dan mencederai rasa keadilan masyarakat dapat di eliminasi bahkan bisa jadi dapat di batalkan.[3]
 Selanjunya di bentuknya Komisi Yudisial untuk menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan, karena senantiasa di awasi secara intensif oleh lembaga yang benar-benar independen. Disini diharapkan inkonsistensi lembaga peradilan tidak terjadi lagi, karena setiap putusan akan memperoleh penilain dan pengawasan yang ketat dari Komisi Yudisial, dengan demikian putusn-putusn yang di anggap kontroversial dan mencederai rasa keadilan masyarakat dapat diminimalisasi kalau bukan dieliminasi.[4]
C.    Tugas dan wewenang Komisi Yudisial di Indonesia
    Membicarakan tentang tugas Komisi Yudisial di Indonesia sudah pasti harus merujuk pada ketentuan  pasal 24B perubahan ketiga UUD 1945. Apalagi samapai saat ini rangcangan Undang-Undang tentang Komisi Yudisial sebelum ditetapkan sebagai undang-undang . Oleh karena itu, kontitusi menjadi rujukan  utama dalam melihat Komisi Yudisial  di Indonesia.

     Pasal 2B berisi emapat ayat, yakni (1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenag mengusulkan pengkatan hakim agung dan mempunyai wewenagn lain dalam rangka menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku hakim; (2). Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman dibidang hukum serta memilikki integritas dan keperibadian yang tidak tercela; (3). Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden  dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) . (4). Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang dari keempat ketentuan tersebut, ada dua hal yang berkaitan dengan tugas Komisi Yudisial yakni mengusulkan pengkatan hakim agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan  keluhuran, martabat, serta perilaku hakim.



D.     Keorganisasian Komisi Yudisial di Indonesia

1.      Status kelembagaan Komisi Yudisial  di Indonesia
                    Persoalan status kelembagaan komisi Yudisial di Indonesia sampai saat ini belum sepenuhnya jelas.(Lihat Komisi Yudisil Ahsin Thori ;2004). Pasal 2B perubahan ketiga UUD 1945 hanya mengatakan bahwa Komisi Yudisial “Bersifat Mandiri”. Hal ini tidak memberikan pengertian yang berarti pada status kelembagaan. Oleh karena itu sebaiknya Undang- Undang Komisi yudisial di masa yang akan datang  memberikan kejelasan terhadap status kelembagaan Komisi Yudisial. Akan tetapi tampaknya Rancangan Undang- Undang (RUU) Komisi Yudisial versi Mahkamah Agung tidak memeberikan kejelasan status kelembagaan Komisi Yudisial.[5]
                     Sturuktur ketatanegaraan Indonesia setelah terjadi perubahan  terhadap UUD 1945 berubah secara radikal apabila dibandingkan dengan sebelum perubahan[6]. Oleh karena itu, sebelum membehas status kelembagaan  Komisi Yudisial  lebih lanjut, kita terlebih dahulu sturuktur kekuasaan  kehakiman Indonesia setelah perubahan terhadap UUD 1945 yang sampai empat kali.
          
                   Akan tetapi menurut Jimly Asshidiqie, Komisi Yudisial tidak menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman, tetapi keberadaanya tidak bisa dipisahkan dari kekuasaan kehakiman. Keberadaanya terkait dengan jabatan hakim yang merupakan jabatan kehormatan yang harus di jaga dan ditegakkan kehormatanya oleh suatu lembaga yang bersifat mandiri yang bernama Komisi Yudisial.[7]

                  Sebagaimana yang kita ketahui dewasa ini, erjadi suatu perkembangan yang sangat menarik dalam ketata negaraan modern, yaitu munculnya lembaga-lembaga negara mendiri (stete auxilisries instutions) dalam sturuktur ketatanegaraanya. Lembaga-lembaga ini biasanya di awali dengan kata “Komisi” dalam konteks indonesia

                  Di Indonesia sendiri, sebagaimana kita lihat ada beberapa lembaga yang diawali dengan nama komisi selain Komisi Yudisial (KY), yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Nasional Hak Asasis Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional anti kekerasan terhadap prempuan (Komnas Prempuan), Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), Komisi Pengawal Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Hukum Nasional (KHN), komisi Ombuddsman Nasional  (KON), Komisi kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Komisi Pemberntasan Korupsi (KPK), Komisi Kepolisian nasional (KKN), Komisi Kontitusi (KK), Komisi penyiaran Indonesia (KPI) dan Komisi Perlindungan Anak indonesia (Komnas Anak) akan tetapi, pelaturan undnag-undang tidak mengatur  lebih lanjut status kelembagaan komisi-komisi tersebut dalam sturuktur ketata negaraan.

2.      Kenggotaan Komisi Yudisial di Indonesia
      Pasal 15 (ayat 1) rancangan undang-undang tentang Komisi Yudisial versi mahkamah Agung mengatakan bahwa Komisi Yudisial terdiri dari seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan 5 (lima) orang anggota. Sedangkan( ayat 2) menyatakan ketua dan wakil ketua dan wakil ketua dipilih oleh anggota yang kemudian ditetapkan oleh presiden.

      Dengan demikian anggota Komisi Yudisial Menurut  Rancangan Undang-Undang tetang Komisi Yudisial tersebut, terdiri dari tujuh orang anggota. Jumlah ini tergolong kecil apabila dibandingkan dengan negara-negara lain ynag juga mempunyai komisi-komisi independen. Di indonesia tidak jelas kenapa kemudian angka ini menjadi pilihan dari perancang Rancangan Undang-Undang tentang Komisi Yudisial tersebut, padahal  kalau melihat di beberapa negara Uni Eropa jumla anggota Komisi Yudisial  berkisar antra 8  anggota sampai 24 anggota. Salah satunya Swedia tercatat sebagai negara yang jumlah Komisi Yudisialnya paling sedikit yaitu 8 anggota Sementara itu Italia merupakan negara yang tercatat  sebagai negara yang anggota Komisi Yudisialnya terbanyak, yaitu 24 anggota.[8]

      Menurut penelitian Ahsan thohari (Lihat Ahsan Thari idealnya jumlah anggota Komisi Yudisial di indonesia tidak jauh berbeda dengan negara-negara yang telah di sebut di atas, karena telah mepunyai pengalaman dan sejarah yang lebih panjang dari pada Indonesia. Tentus saja dalam hal ini harus mempertimbangkan aspek-aspek partikular sesuai dengan kebutuhan yang sedang di hadapi Indonesia.

3.      Tempat kedudukan komisi Yudisial di Indonesia
    Pasal 3 Rancangan Undang- Undang tentang Komisi Yudisial versi Mahkamah Agung menyatakan bahwa  Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam menjalankan tugasnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainya. Menurut penelitian, ketentuan ini kurang memberikan penjelasan terhadap setatus kelembagaan Komisi Yudisial. Oleh karena itu, sebaiknya pasal ini meberikan ketentuan yang tegas bahwa Komisi Yudisial merupakan lembaga negara setingkat presiden sebagaimana telah dikemukankan di atas.

     Sementara itu,  pasal  pasal 3 ayat 2 Rancangan Undang-Undang  tentang Komisi Yudisial versi Mahkamah Agung menyetakan bahwa Komisi Yudisial berkedudukkan di ibu Kota negara di Indonesia dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan ayat 2  Menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsinya di daerah, Komisi Yudisial di bantu oleh perwakilan Komisi Daerah.

       Menurut peneliti Komisi yudisial (Lihat Thari ;2004) tidak ada yang perlu dikritik  dari ketentuan ini, karena idealnya memang Komisi Yudisial harus mempunyai perwakilan perwakilan di daerah mengangat wewenangnya dalam rangka menjaga, menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku hakim, yang mencakup hakim di semua jenis dan tingkatan peradilan.  Oleh karen atu, sangat tidak munkin kalau Komisi Yudisial tidak mempunyai perwakilan di daerah. Apalagi menurut catatan mahkamah Agung, jumlah hakim kurang lebih 6000 (enam ribu) orang.

E.     Kesimpulan

Berdasarkan identifikasi  masalah  dan analisis yang telah di kemukakan di makalah di atas, maka kita dapat menarik kesimpulan sebagai berikut

1.      Alasan-alasan utama sebagai penyebab munculnya gagasan Komisi Yudisial  di berbagai negara adalah :
a.       Lemahnya Monitoring yang intensif terhadap kekuasaan  kehakiman, karena monitoring hanya dilakukan  secara internal saja;
b.      Tidak ada adanya lembaga yang menjadi penghubung antra kekuasaan pemerintah (exutive power) dalam hal ini Departemen Kehakiman dan kekuasaan kehakiman (Judisial power)
c.       Kekuasaan kehakiman di anggap tidak mempunyai efisiensi dan efektifitas yang memadai dalam menjalankan tugas apa bila masih disibukkan dengan persoalan-persoalan teknis non hukum.
d.      Rendahnya kualitas dan tidak adanya  konsistensi lembaga peradilan,  karena tidak diawasi secara intensif oleh lembaga  yang benar-benar independen.
e.        Pola rekrukmen hakim yang dilakuakn terlalu bias  dengan maslah politik karena lembaga yang mengusuklkan dan merekrutnya adalah lembaga-lembaga  politi yaitu presiden dan parlemen.

2.          Peran-peran yang dapat dilakukan Komisi Yudisial di berbagai negara dalam rangka menciptakan kemandirian kekuasaan kehakiman yang bebas  dari pengaruh kekuasaan lain diluarnya adalah :
a)      Melakukan monitoring yang intensif terhadap lembaga peradilan dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat dalam spektrum yang seluas-luasnya dan bukan hanya memonitoring  secara internal saja, sebab dikhawatirkan menimbulkankan  semangat korp (esprit de corps), sehingga objektifitasnya di ragukan.
b)          Menjadi pelantara  (mediator)  antara lembaga peradilan dengan Departemen Kehakiman . Dengan demikian, lembaga peradilan tidak perlu lagi  mengurus persoalan-persoalan  teknis non-hukum  karena semuanya telah di tangani oleh Komisi Yudisial. Sebelumnya, lembaga peradilan harus melakukan sendiri hubungan  tersebut, sehingga hal yang ini mengkibatkan adanya hubungan  pertanggung jawaban dari lembaga peradilan  kepada Departemen Kehakiman. Hubungan pertanggung jawaban ini menempatkan lembaga perdilan sebagai sumbordinasi Departemen Kehakiman yang membahayakan independensinya.
c)      Meningkatkan efisiensi dan efektifitas lembaga peradilan  dalam banyak aspek, karena tidak lagi disibukkan dengan hal-hal yang tidak berkaitan lansung dengan spek hukum  seperti rekrutmen  dan monitoring hakim serta pengolaan keuangan lembaga peradilan. Dengan demikian lembaga peradilan dapat lebih berkonsentrasi untuk meningkatkan kemampuan intelektualitasnya yang di perlukan untuk memutus suatu perkara.
d)     Menjaga kuwalitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan, karena senan tiasa diawasi secara intensif oleh lembaga yang  benar-benar independen. Di sini diharapkan inkonsintensi putusan lembaga peradilan tidak terjadi lagi, karena setiap putusan akan memperoleh  penilain dan pengawasan yang ketat dari Komisi Yudisial. Dengan demikian, putusan- putusan yang dianggap kontroversional dan mencederai rasa keadilan  masyarakat dapat dimilimalisasikan kalau bukan di eliminasi.
e)      Meminilisasi terjadinya politisasi terhadap rekrutmen hakim, karena lembaga yang mengusulkan dan merekrutnya adalah lembaga hukum, bukan lembaga politik lagi.
3.      Kelembagaan Komisi Yudisial di Indonesia  dengan mengdopsi aspek-aspek positif  pengaturan Komisi Yudisial di negara lain yang telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia harus mempertimbangkan dan mengakomodasikan dua hal sebagai berikut :
a)          Lima alasan utama(sebagaimana yang telah disebut  dalam kesimpulan angka satu) yang menjadi penyebab munculnya gagasan Komisi Yudisial di berbagai negara lima peran( Sebagaimana yang telah di sebut pada angka dua) yang dapat dilakukan  oleh b. b). Komisi Yudisial  di berbagai negara. Lima peran ( Sebagaimana yang telah di sebut pada angka dua) yang dapat dilakukan  oleh Komisi Yudisial  di berbagai negara.
.

Daftar Pustaka

_____ Thori A. Ahsin “Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan” ELSAM Oktober 2004
_____Assidiqie Jimli, dan Mustafa  Fakhri. “ mahkamah Kontitusi : komplikasi ketentuan kontitusi”. Jakarta Pusat .1990.
_____Mason , Sir Anthony “Judicial Independence  in the separation of power” vol.13, No.2,1990.
_____kusnardi, mohd.,  Bintan R.Saragih, Susunan pembagian kekuasaan Menurut   Sistem Undang-Undang Dasar 1945. Cet.Vi, Jakarta :Gramedia, 1989
_____Mahkamah Agung Republik Indonesia “Kertas Kerja Pembaharuan Sistem pendidikan dan Pelatiahan Hakim” Mahkaman Agung  Jakarta 2003.














[1] . A.hsin Thohari “ Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan” hlm 144-145. Elsam Jakrta 2004.
1.Jimli Asshidiqi,Konsolidasi Naskah  UUD 1945 setelah perubahan keempat,hlm 42 Jakarta:2004
2 .Rifki Sjarief Assegaf dalam buku Voerman, op,cit,hlm.viii-ix
[4].Martinus Nijhoff “Judicial Independence The contemporary Debate” Publisers :1985,hlm 240
[5] .Disarikan dari Komisi Hukum Nasional  Republik Indonesia “ Laporan Akhir Standar Disiplin Profesi”, op.cit.,  hlm.38.
[6] .The Contitution of Spain, shal take effect on the and 29 Dec 1978 consolidated up to the amendement of 27 aug 1992
[7] .The Contitution of Srilank, dated: August o3,200.
[8].Ibid, Article 110 (1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar