23 Apr 2012

PERANAN LOGIKA DALAM DAKWAH


PERANAN LOGIKA DALAM DAKWAH
(Upaya Merekonstruksi Pola dan Metodologi Dakwah Islam
Menuju Dakwah yang Rasional)
I. Pendahuluan
     Pada dekade terakhir ini ditengah-tengah modernisme yang melaju begitu cepat, pergeseran paradigma berpikir masyarakat pun terus bergerak progresif, masyarakat berevolusi dari pola berpikir yang berdasarkan dogma, mitos dan takhayul beralih menjadi semakin masyarakat yang rasional dan fungsional. Hal ini dapat dilihat dari keteraturan spesikasi pekerjaan dalam struktur social dan orientasi hidup yang lebih materialistis.
Kondisi demikian menggugah penulis untuk merekonstruksi metodologi dakwah Islam dari dakwah yang dogmatis menuju dakwah yang rasionalis. Dakwah dogmatis hanya akan membawa umat pada fanatisme yang berlebihan tanpa memahami argumen teologis yang valid, sehingga berimplikasi kepada terbukanya konflik social keagamaan yang akan merusak tatanan demokrasi dan cita-cita masyarakat madani dalam masyarakat. Dakwah rasionalis yang penulis maksudkan adalah upaya menyiarkan Islam dengan perangkat keilmuan yang empirik untuk menghadirkan Islam secara objektif kehadapan masyarakat. Pola dakwah ini diharapkan akan membangun kesadaran, kecerdasan dan keadaban masyarakat.
Melalui tulisan singkat ini, penulis ingin mengemukakan beberapa pokok pikiran penulis dalam upaya merekonstruksi pola dan metodologi dakwah Islam yang dogamatis menuju rasionalis. Harapan penulis, semoga sumbangsih yang kecil ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umat manusia yang memiliki fitrah ber-Tuhan pada umumnya.

II. Pembahasan
Sejak diturunkannya wahyu yang pertama kepada Nabi Muhammad SAW dan diikuti dengan risalah kenabian yang lainnya, kewajiban untuk menyebarkan kebenaran yang berasal dari Allah SWT menjadi tugas yang harus disebarkan kepada seluruh umat manusia. Risalah kenabian Muhammad tidak saja disebarkan untuk masyarakat Arab, tetapi juga bagi masyarakat umat manusia pada umumnya. Karena seruan-seruan kepada kebenaran yang diamanatkan Allah ditujukan untuk manusia secara universal. Inilah titik tolak dakwah Islam.
Hal diatas memperjelas Islam sebagai sebuah agama missionary atau agama dakwah. Kewajiban berdakwah bukanlah tugas Muhammad saja, namun juga merupakan tugas yang secara turun-temurun diwarisi kepada setiap generasi muslim. Mulai dari sahabat, tabi’in, tabi’ittabi’in dan ulama serta umat Islam hingga periode terakhir ini. Tak heran jika kemudian dalam kurun terakhir ini hampir separuh penduduk bumi memeluk agama Islam.
Ditengah kesemarakkan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia ini, ada hal yang membuat miris kita. Yaitu masih adanya metode pola praktik dakwah Islam yang menghadirkan Islam secara dogmatis, disandarkan kepada mitos, takhayul dan mengindentikkan Islam kepada hal yang beraroma mistik atau bahkan kuburan. Hal ini terlihat di layar kaca hampir setiap hari. Tayangan mistik dibungkus dengan petuah ustadz, sinetron islami dengan metafor siksaan, kuburan dan diselimuti dengan nasehat dari sang kiyai.
Penulis secara tegas tidak sepakat dengan pola dakwah yang seperti tergambar diatas. Menurut penulis dakwah seperti itu tidak menghadirkan Islam secara komprehensif dan proporsional. Islam memiliki dimensi yang luas tidak sebatas pada mistik dan siksaan. Banyak sisi-sisi Islam yang tertutupi oleh tayangan itu. Akibatnya masyarakat tidak mengenal Islam secara kaffah. Dakwah yang terformat dalam tayangan mistik dan "kuburan" tidak mengangkat citra Islam tetapi justru mendistorsi ajaran adiluhung Islam yang terfragmen dalam al-Qur’an dan Hadits.
Untuk membagun masyarakat yang cerdas dalam beragama, maka perlu ada metode yang cerdas pula dalam menghadirkan Islam ketengah mereka. Metode dakwah karena itu harus dirubah dengan mengarus utamakan dimensi rasionalitas Islam. Upaya inilah yang mempertegas fungsi logika dalam dakwah. Dan penulis kira masyarakat yang semakin modern ini pun mendambakan pendekatan (approach) yang menjunjung tinggi peran dan fungsi akal dalam pemahaman keagamaan. Terasa ironis sekali tentunya jika kemoderanan yang terus menggurita ini tidak diiringi dengan kemoderenan dalam beragama.
Kemodernan disini penulis identikkan dengan rasionalitas. Kemampuan manusia memanfaatkan hasil olah teknologi mutakhir dalam kehidupan keagamaan seperti; televisi, internet, dan telepon seluler, jika tidak diimbangi dengan kemampuan olah pikir dalam menganalisa persoalan keagamaan tentu akan timpang. Fakta di atas tadi adalah buktinya.
Logika sebagai aturan hukum berpikir yang rasional dan logis, penulis kira sudah saatnya dimanfaatkan sebagai sarana dakwah. Melalui hukum-hukum berpikir kita dapat menganalisa perintah-perintah Allah, membangun preposisi yang valid dan silogisme yang kuat. Metode logika akan membuka cakrawala berpikir masyarakat menuju ber-Islam yang rasional. Apa yang dapat kita lakukan dengan menggunakan logika dalam dakwah? Tentu saja banyak, penulis mengidentifikasi beberapa hal, antara lain;
Pertama, Membangun sinergi antara Islam dengan penemuan teknologi modern. Islam secara gamblang menyuruh umat manusia untuk mengelaborasi tanda-tanda kekuasaan Allah yang tersebar di jagat raya ini. Dengan pendasaran ini maka penemuan teknologi modern adalah penegasan akan kemahakuasaan Allah. Hal ini memacu umat khususnya umat Islam untuk mengembangkan dan mengejar ketertinggalan kita dengan dunia barat dalam meningkatkan derajat kemanusiaan dalam bidang teknologi. Konsekwensi logis yang diemban para da’i adalah menyebarkan doktrin pemuliaan Islam terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Dakwah mereka diorientasikan untuk membangun masyarakat yang menguasai teknologi.
Kedua, Membangun landasan moral etis dalam pengembangan kehidupan kemanusiaan modern. Islam memberikan sandaran dalam penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Relasi antara Islam dan Hak Asasi Manusia (HAM) terfragmen dengan jelas dalam ajaran Islam. Ini terbukti dalam sejarah empirik umat Islam seperti etika dalam berperang yang memberkan penghormatan terhadap anak-anak, perempuan, orang tua, dan lingkungan. Para juru dakwah dalam hal ini bertugas dalam mengeksplor landasan teologis dalam Hak Asasi Manusia. Ini dapat dilakukan dengan rasionalisasi dogma Islam.
Ketiga, Merasionalisasikan urgensi spiritualitas ditengah-tengah kisaran modernitas. Kehidupan beragama (spirituil) yang oleh banyak filosof barat dianggap sebagai candu, perilaku orang gila, dan menjadikan manusia tidak independen, kini sudah tak layak lagi didengungkan. Dunia spiritual yang abstrak ternyata dapat dipahami secara rasional. Melalui kajian ilmiah terbukti bahwa diri kita terdiri dari dua dimensi yaitu material dan spiritual. Ini memperkuat argumen keselarasan spiritualitas dengan modernitas. Analisis logis seperti inilah yang mestinya dilakukan oleh da’i dalam menebarkan fragmentasi ajaran Islam. Sehingga masyarakat dapat menerima dengan kesadaran rasional yang nyata bukan kesadaran palsu.
Keempat, Logika sebagai ilmu mempertegas bahwa dakwah Islam adalah sebuah proses kritis dari rationalitas intellection berdasarkan sifatnya yang tidak dogmatis dan tidak berdasarkan sakralitas tertentu. Dalam pengertian ini maka da’i berinteraksi dengan beragam tafsir atas Islam, kemudian mendakwahkan kepada masyarakat. Proses yang tidak dogmatis ini mensyaratkan da’i untuk mengajak masyarakat menyelami kedalaman pemikirannya terhadap agama. Agama menjadi objek yang dikaji secara empiris dan logis. Terlepas dari keyakinan akan kesempurnaan keagamaan kita terhadap Islam. Kita mesti mengakui sisi-sisi lemah Islam secara historis sembari menyelaraskan diri dengan ajaran yang terkonstruk dengan sempurna. Dengan cara ini sang da’i akan mudah diterima masyarakat lintas keyakinan karena logis.
Beberapa pemikiran diatas menurut hemat penulis akan merubah paradigma dakwah Islam. Rekonstruksi ini jika dijalankan dengan konsisten, pada saatnya nanti akan mengubah paradigma masyarakat sehingga memandang agama secara proporsional dan rasional. Beragama secara rasional berarti mengkritisi doktrin keagamaan dengan cermat, mempelajari dengan komprehensif, dan mengamalkan dengan penuh pertimbangan yang rasional.
Dengan demikian peranan logika dalam berdakwah adalah sangat penting. Dan pada tulisan ini secara khusus penulis menkonstuksikan logika sebagai dasar pemahaman dakwah keagamaan. Dasar ini mengandaikan fungsinya yang menyeluruh pada seluruh aspek agama. Karena dakwah yang penulis maksud adalah dakwah yang rasional dan menghadirkan Islam secara komprehensif tidak pada salah satu sisinya saja. Inilah kiranya yang mengasah kebijaksanaan kita dalam memandang dakwah Islamiyah.
III. Penutup
Demikianlah pemikiran penulis mengenai relasi logika dengan dakwah Islam. Sebagai manusia, penulis merasa malu jika menganggap tulisan ini sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Namun usaha penulis setidaknya menbawa manfaat, terkhusus bagi penulis pribadi dan umat manusia secara umum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar