28 Feb 2012

MEMBANGUN KEPRIBADIAN IBADURRAHMAN ( Al-Furqan ( 25 ) : 63 – 76 )



Oleh
Muhammad Hadidi
Jurusan Syariah Universitas Muhammadiyah Malang

            Dalam surat al-Furqan ( 25 ) ayat : 63 s/d 76 Allah SWT menggambarkan keribadian ibadurrahman, sebagai manusia-manusia pilihan untuk menjadi teladan dalam kehidupan. Ibadurrahman, dinisbahkan kepada Allah SWT semata, kerena di dunia ini banyak manusia yang menjadi hamba-hamba syaithan, thaghut, syahwat dan dunia, dalam sebuah hadist nabi Muhammad SAW menjelaskan “ Celakalah hamba dinar, dirham dan pakaian yang akan rela bila diberi sesuatu dan marah bila tidak diberi “. (H.R. al-Bukhari dari Abu Hurairah ). Maka bila ada manusia yang menjadi hamba syahwat, hamba wanita, hamba harta benda, kedudukan dan jabatan, hamba minuman keras dan obat-obatan terlarang, maka seharusnya kita cukup menjadi ibadurrahman saja.
            Ibadurrahman inilah mereka yang syaithan pun berputus asa untuk bisa menyesatkannya, karena soliditas akhlaq dan keimanan mereka, sehingga mereka selalu mendapat perlindungan dari Allah SWT, Allah telah meridhai mereka bernisbah kepada-Nya, yang berarti mereka selalu dalam curahan rahmah Allah, selalu berada dalam lingkungan rahmah dan senantiasa diliputi oleh rahmah Allah. Iblis bersumpah akan menyesatkan seluruh anak cucu Adam, kecuali hamba-hamba Allah ( ibadurrahman ) yang mukhlashin ( Q.S. Shad : 82 – 83 ), dalam surah al-Isra’ : 65 Allah menjelasakan kepada syaithan bahwa sesungguhnya hamba-hamba-Ku ( ibadurrahman ), kamu (syaithan ) tidak mempunyai kekuasaan untuk menyesatkannya, dan cukuplah Allah sebagai pelindung.
            Dengan mengetahui karakter ibadurrahman, semoga kita bisa berusaha dan berjuang untuk menerapkannya dalam diri kita agar termasuk ibadurahman. Berikut ini dijelaskan satu-persatu dari sifat-sifat ibadurahman :

1.     Yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati.
Ibadurrahman berjalan di muka bumi dengan rendah hati, tawadhu’, wajar, mudah, penuh ketenangan, jauh dari tanda-tanda kecongkakan, kesombongan dan takabbur, tidak merendahkan orang lain. Berjalan di muka bumi sebagai orang yang menyadari bahwa mereka berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah hingga kelak dibangkitkan lagi juga dari tanah. ( Q.S. Thaha : 55 ). Cara berjalan, dalam Islam mempunyai bobot, bisa menggambarkan kepribadian dan cermin dari akhlak seseorang, berjalannya seorang yang takabbur berbeda dengan jalannya orang yang tawadhu’.
Dalam surah al-Isra’ : 37 Allah memberikan washiat agar kita tidak berjalan dengan kecongkakan, karena langkah kaki kita tidak akan mempu membelah bumi, juga muka yang kita angkat tidak akan sampai setinggi gunung. Artinya manusi itu makhluk yang penuh kelemahan, tidak sepatutnya sombong dan congkak. Kecongkakan hanya akan mendatangkan kebencian dari Allah dan juga dari manusia. Lukman al-Hakim juga memberikan washiat kepada putranya “ Dan janganlah kamu palingkan mukamu dari manusia, serta jangan pula berjalan di muka bumi dengan sombong, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang congkak lagi sombong, maka berjalanlah dengan sederhana, serta tahanlah suaramu, karena sesungguhnya suara yang paling dibenci adalah suara keledai ( Q.S. Luqman : 18 – 19).
Berjalan dengan tenang dan rendah hati bukan berarti berjalan seperti orang yang kehabisan enerzi, tanpa semangat, seperti orang sakit, loyo dan lesu. Ali bin Abi Thalib menggambarkan cara jalannya rasulullah seperti orang yang sedang menuruni bukit, penuh semangat dan energic. Abu Hurairah juga meriwayatkan bahwa wajah Rasulullah SAW senantiasa penuh keceriaan dan optimisme, seperti matahai yang terang benderang, dan beliau kalau berjalan sangat cepat, hingga para shahabat sering bersusah payah untuk mengikuti langkah-langkah beliau. Demikianlah cara berjalan ulul ‘azmi ( Rasul yang mempunyai ketabahan dan kekuatan semangat ) dan para pemberani. Suatu ketika Umar mendapatkan seorang pemuda yang berjalan dengan loyo, Umar bertanya apakah ia sedang sakit, ketika dijawab tidak, maka Umar marah dan menyuruhnya berjalan dengan semangat dan kekuatan. Seorang lagi berjalan dengan lemah dan lemas, sebagian shahabat bertanya mengapa demikian ?, dijawab bahwa ia adalah seorang ahli ibadah, maka pernyataan tersebut disangkal “ Umar bin Khattab terkenal kuat dalam  ibadah, baik puasa maupun shalat malam, toh beliau tetap cepat kalau berjalan dan keras kalau bersuara dan sakit kalau memukul “.
Yang dilarang dalam Islam adalah berjalan dengan congkak dan sombong, sambil merendahkan orang lain. Orang yang demikian bila bertemu Allah kelak akan mendapat murka. Atas dasar apa manusia bersikap congkak dan sombong serta merendahkan orang lain, kalau mau berintrospeksi tentu akan mendapatkan bahwa nenekmoyangnya adalah debu dan asal muasalnya adalah air yang lemah. ( Q.S. Assajdah : 7-8 ).
Mutharrif bin Abdillah melihat Muhallab, seorang panglima pasukan yang sedang berjalan dengan kecongkakan dan kesombongan, maka beliau menegurnya “ jangan berjalan seperti ini, Allah tidak menyukainya “. Muhallab tersinggung dan bertanya “ Apakah kamu tidak kenal siapa saya ? “, maka Mutharrif menjawab “ Ya saya tahu asal muasal anda dan pungkasan anda, muasal anda adalah air yang hina, akhir anda akan menjaadi tulang belulang yang disantap rayap, dan sekarang pun anda berjalan dengan membawa kotoran di badan anda “. Muhallab pun terbungkam. Atas dasar apa manusia menyombongkan diri, bukunkah dia dua kali melewati lubang kencing, ketika berupa nuthfah yang terpancar sebelum pembuahan dan ketika dilahirkan. Orang-orang yang dulu congkak dan sombong dalam hidupnya akhirnya juga mati dan terkubur, kemudian orang lain berjalan menginjak-injak diatasnya.  Orang yang rendah hati ( tawadhu ‘ ) akan diangkat derajatnya oleh Allah, dia merasa kecil di hadapan Allah, tetapi Allah akan membuatnya besar di pandangan manusia, sedang yang takabur, merasa dirinya besar di hadapan orang padahal ia adalah orang kerdil dalam pandangan orang lain dan juga Allah.
Sikap tawadhu’ akan tampak dalam cara berjalan, seorang muslimah akan derjalan dengan malu-malu karena sifat tawadhu’ ini ( Q.S. al-Qashash : 25 ) tidak mencari perhatian dengan jalan yang dibuat-buat atau menunjukkan perhiasannya (Q.S. An-Nur : 31 ).Allah murka kepada mereka yang berjalan congkak, bersikap takabbur, memanjangkan pakaiannya penuh kesombongan, seseorang cukup dianggap jahat bila takabbur atas saudaranya, sebaliknya Allah mencintai orang-orang yang rendah hati, bahkan Allah memuji mereka yang demikian “ rendah hati kepada sesama mu’min dan gagah perkasa menghadapi orang-orang kafir “. ( Q.S.  al-Ma’idah : 54 ).
2.     Al-hilm ( sabar dan mampu mengendalikan emosi )
Sifat kedua dari ibadurrahman ini menjelaskan tentang sikap mereka dalam pergaulan dengan sesama manusia terutama kepada orang-orang yang bersikap  bodoh “ Dan apabila diajak berbicara oleh orang-orang bodoh, mereka mengatakan keselamatalan “. Ucapan-ucapan mereka selamat dari dosa, bebas dari akibat yang jelek, yang merugikan orang lain atau yang menyakiti, tidak membalas kejelekan dengan kejelekan serupa, meskipun mereka mampu melakukannya. Mereka tidak menyibukkan diri melayani gangguan orang-orang bodoh, mereka tetap birsikap shahar, tabah, mengendalikan diri dan berbuat yang mulia sesuai dengan kualitas kepribadian mereka.
Dalam surah al-Qashash ayat 55 dijelaskan “ Apabila mendengar ucapan yang sia-sia mereka berpaling darinya dan berkata “ Bagi kami amal kami dan bagi kalian amal kalian, kami tidak mencari-cari orang yang bodoh “. Maksudnya adalah “ Bagi kami jalan hidup kami dan bagi kalian jalan hidup kalian, kami tidak mahu meningggalkan jalan hidup kami untuk ikut-ikutan dengan kalian.
Kebodohan yang dimaksud dalam ayat ini bukan lawan dari ilmu, tetapi lawan dari hilm ( kesabaran dan kematangan sikap ). Seseorang kadang bersikap bodoh meskipun sudah berpendidikan tinggi, berkedudukanpenting, atau berusia dewasa. Al-Qur’an menamai setiap orang yang dikuasai hawa nafsunya sebagai orang bodoh, yang kebenarannya dikalahkan oleh kebathilan, yang berbuat ma’shiat kepada Allah semua itu adalah orang-orang bodoh. Ucapan nabi Yusuf diabadikan dalam surah Yusuf : 33 “ Kalau Engkau tidak menjauhkan dariku tipu daya mereka ( para wanita ), niscaya aku terperosok ke dalam godaan mereka dan aku menjadi salah satu dari orang-orang bodoh “. Ketika nabi Musa dianggap berolok-olok dengan perintah Tuhan, beliau menjawab “ Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah satu dari orang-orang bodoh “, bermain-masin  dalam hal-hal yang prinsip ( pokok ) adalah perbuatan bodoh.
Ibadurrahman tidak menyibukkan diri mereka dengan konfrontasi yang tidak berkesudahan dengan orang-orang bodoh. Terlalu banyak orang yang bersikap bodoh di dunia ini, kalau semua kita layani, akan habis waktu dan enerzi kita, akhirnya kita pun terbawa dalam perbuatan-perbuatan bodoh yang tidak berbobot. Ketika nabi Isa berjalan melewati sekelompok orang Yahudi, beliau dicaci maki, maka beliau menjawab dengan ucapan salam, ketika ditanya mengapa demikian dan tidak membalas cacian mereka dengan cacian pula, nabi Isa menjelaskan “ Setiap orang menginfakkan apa yang ia punyai, kalau perbendaharaannya adalah kejelekan, maka yang akan dia infakkan ( ucapkan dan lakukan ) juga kejelekan, kalau perbendaharaannya adalah kebaikan maka yang akan dia infakkan juga kebaikan.
Ibadurrahaman memelihara lidahnya agar tidak tercemari dengan ucapan-ucapan kotor, dusta, keji dan sebangsanya. Karena mereka hanya ingin membasahi lidahnya dengan dzikrullah, nashihah dan kebenaran, terlalu mahal umur kita kalau habis sia-sia untuk berolok-olok. Umur ini sangat berharga, waktu kita sangat mahal, maka hendaknya kita makmurkan dengan kebaikan, jangan disia-siakan dengan kebathilan. Jangan diisi lembaran kehidupan kita dengan kesia-siaan, tetapi hendaknya dipenuhi dengan kebaikan, kebajikan dan prestasi. Itulah orang-orang yang tergolong ahli keutamaan, kelak pada hari kiamat, yang bisa masuk surga dengan cepat dan mudah, ketika ditanya oleh para malaikat, mereka menjawab “ Kami adalah ahli keutamaan, yang sabar ketika didzalimi, memaafkan ketika dijahati, sabar dan tabah ketika disalahi “ Maka malaikat mempersilahkan mereka masuk kesurga dengan segera.
 Dalam merespon sesuatu memang ada dua tingkatan, yang pertama adalah tingkat keadilan dan kedua adalah tingkat keutamaan, keadilan dengan memberikan balasan kepeda kejahatan seseorang dengan yang semisalnya, sedang keutamaan adalah membalas kejelekan dengan kebaikan, bukan hanya dengan yang baik, tetapi dengan yang terbaik, ucapan terbaik, cara terbaik, balasan terbaik, pelayanan terbaik meskipun kepada mereka yang berbuat salah kepada kita. Kita anggap mereka seperti shahabat dekat, karena kebaikan yang kita lakukan kepada seseorang akan mengikat dan mendekatkan mereka kepada kita, manusia akan menjadi tawanan kebaikan yang diterimanya. Pepatah arab mengatakan “ Berbuat baiklah kepada manusia, niscaya kalian akan memperhamba hati mereka, karena betapa sering manusia diperhamba oleh suatu kebaikan yang diterimanya “.  Ketika ada seseorang yang mencaci makai Ibnu Abbas, beliau malah menyuruh pembantunya yang bernama Ikrimah untuk memberikan sesuatu yang menjadi kebutuhan orang tersebut. Demikian pula yang terjadi pada Ali Zainal Abidin, setiap kali dicaci maki seseorang, selalu dibalasnya dengan memberikan bantuan yang dibutuhkan. Demikianlah generasi salaf kita, membalas kejelekan dengan kabaikan, bahkan dengan yang terbaik.
Anas bin Malik, pelayan Rasulullah ketika ditanya arti kata “ Balaslah dengan sesuatu yang lebih baik “, menjelaskan maksudnya bila seseorang dicaci maki hendaknya mengatakan, bila benar cacianmu kepadaku, semoga Allah mengampuniku, dan jika salah semoga Allah mengampunimu. Dengan jawaban seperti itu, bibit-bibit kemarahan dan konfrontasi akan padam, orang yang mencaci maki juga akan terdiam. Memang kita harus senantiasa berusaha untuk memadamkan gejala-gejala kemarahan, karena marah adalah bara api yang dilemparkan syaithan ke hati anak adam, yang bisa dipadamkan dengan sifat hilm ( sabar dan kedewasaan sikap ), menjaga lidah dan nafsu. Ketika seseorang datang kepada nabi dan memohon nasehat yanag singkat tetapi sarat makna, beliau bersabda “ Jangan marah “, ketika orang itu meminta nasehat lagi, beliau mengulangi lagi “ Jangan marah “, demikian hingga tidaga kali. Jangan marah berarti jangan engkau ikuti rasa marahmu, jangan engkau taati keinginan marahmu, bila ingin marah, tahan emosimu, ikat kemarahanmu dengan buhul taqwa, jangan tunduk dibawah kendali syetan sehingga kamu bersikap sebagai orang bodoh.
Demikianlah semestinya sikap orang yang beriman, tidak gampang marah dan tidak menjadikan dirinya sasaran kemarahan dan jika ingin marah, mampu mengendalikan emosinya, menahan lidahnya, tetap berkata yang baik dan berbuat yang benar “ Dan orang-orang yang menahan marah, memaafkan manusia, serta Allah menyukai orang-oranng yang berbuat kebaikan “. Ada seseorang yang dimaki temannya di hadapan Rasulullah, orang tersebut hanya menjawab “ semoga keselamatan atas anda “ kepada yang mencacinya, maka rasulullah bersabda “ Diantara kalian berdua ada seorang malaikat, yang membela orang yang didzalimi, setiap kamu caci dia, malaikat berkata “ tidak, bahkan kamulah yang lebih berhak dicaci, dan ketika temanmu berkata “ semoga keselamatan atas anda “ malaikat juga mengatakan, tidak, justru andalah yang lebih berhak mendapat keselamatan “. Jadi Allah akan mengutus malaikat pembela kepada orang-orang yang mampu mengendalikan emosinya ketika dibuat marah oleh seseorang. Ketika seseorang mencaci maki Umar dan menuduhnya tidak berbuat adil, Umar hampir saja memarahinya, tetapi seorang shahabat membacakan ayat al-Qur’an “ Maafkanlah, perintahlah dengan kebaikan serta berpalinglah dari orang-orang bodoh “, kemarahan Umarpun padam, karena beliau tidak ingin terperosok dalam konfrontasi dengan orang-orang bodoh. Demikianlah umar, selalu luluh hatinya dengan ayat-ayat al-Qur’an. Ketika Umar bin Abdul Aziz dibuat marah seseeorang agar memanfaatkan kekuasaanya untuk menghukumnya, maka beliau berfikir sejenak lalu berkata “ Tidak, saya tidak mahu digelincirkan syaithan, kalau sekarang saya bisa menggunakan kekuasaan saya untuk menghukummu, maka kelak saya khawatir akan dihukum Allah karena kedzalimanku “. 
Demikianlah umat kita yang terdahulu, mereka adalah ummat ilmu dan hilm. Mereka tidak menyibukkan diri dengan hal-hal yang remeh lagi sia-sia, mereka sibuk dengan  hal-hal penting dan utama. Mereka sibuk membela agamanya, tidak sibuk membela diri pribadinya. Orang-orang yang hanya sibuk membela diri pribadinya, membela kepentingan kelompok dan golongannya semata,  membenarkan perbuatan-perbuatannya, marah dan tersinggung bila pribadinya merasa dirugikan hanya akan memenuhi dadanya dengan kebencian dan kedongkolan, gara-gara salah ucapan bisa menjadi perang, sangat mudah berkonfrontasi dan membuat musuh. Ibadurrahman tidak demikian, mereka hanya akan marah karena Allah, karena membela agama Allah, menegakkan kebenaran, membela kemashlahatan ummat, bukan kepentingan diri pribadinya, kelompok atau golongan semata.
Demikian pula Rasulullah SAW, beliau tidak pernah marah untuk dirinya sendiri ataupun untuk dunia. Anas bin Malik yang menjadi pelayan nabi selama sepuluh tahun berkisah, bahwa selama itu sekalipun nabi tidak pernah menegurnya dengan ucapan “ Mengapa kamu lakukan itu, mengapa tidak demikian dst “. Demikianlah keribadian Nabi yang sangat penyantun, sabar dan toleran, namun beliau sangat murka kalau larangan-larangan Allah dilanggar, seperti kata Ali bin Abi Thalib “ Nabi tidak pernah marah karena urusan dunia, tetapi kalau sudah marah karena menegakkan kebenaran, tidak ada seorang pun yang ditakuti, serta tidak akan padam marahnya hingga mendapatkan kemenangan dalam memperjuangkan kebenaran tersebut “. Dalam urusan pribadi, urusan jual beli, memberi dan menerima, bergaul dan bertetangga beliau tidak pernah marah, tidak menyibukkan dirinya dengan konfrontasi-konfrontasi kecil yang menghabiskan enerzi dan mengotori hati, tetapi beliau hanya memfokuskan konfrontasi demi tegaknya Islam, eksistensi Islam, inilah yang harus kita teladani dari beliau.
Maka barangsiapa yang ingin menjadi bagian dari ibadurrahman, hendaknya mampu mengendalikan diri dan menghindari konfrontasi-konfrontasi atas nama pribadi, kelompok, golongan atau hal-hal yang bersifat duniawi lainnya, dunia di pandangan Allah tidak lebih berat dari sayap lalat, terlalu mahal hidup dan nyawa kita kalau hanya untuk memperebutkan dunia. Jangan sampai kita marah karena nafsu semata, tetapi marahlah karena Allah, jangan hanya membela dunia, tetapi belalah agama. Sekarang ini siapa yang marah demi Allah, membela agama Islam, menegakkan kebenaran, yang mudah memaafkan bila hak-hak pribadinya terganggu demi persaudaraan Islam, yang lemah lembutg kepada sesama muslim, penyantun dalam mu’amalah namun keras terhadap orang-orang kafir ? Semoga kita diperi pemahaman yang benar terhadap agama kita dan dimasukkan dalam kelompok ibadurrahman. Amien.
3.     Qiyamullail
Sikap ibadurrahman kepada dirinya sendiri adalah tawadhu’ dan rendah hati, kepada sesama manusia mereka pemaaf, sabar dan penyantun, sedang terhadap Allah SWT, terutama bila malam tiba, ketika manusia menikmati tidur di kehangatan selimut dan empuknya kasur, atau ketika manusia begadang untuk bersukacita memanjakan nafsunya, mereka bermunajat kepada Allah SWT. Mereka menghidupkan malam hari untuk sujud dan berdiri shalat, saat sujud adalah saat dimana seorang hamba menjadi paling dekat kepada Tuhannya, karena itu hendaknya ia memperbanyak berdo’a, sedang berdiri yang lama untuk tilawah al-Qur’an saat shalat adalah bagian utama dari shalat. Sujud meratakan jidatnya dengan tanah, jidat adalah tempat tertinggi dalam wajah manusia, kepada Allah sujud ke tempat yang paling rendah dalam keadaan khusyu dan tunduk.
Dianatara sujud dan berdiri itu mereka beristighfar, membaca ayat-ayat al-Qur’an, memohon rahmah, bertasbih, bertahmid, perlindungan dari api neraka dengan segenap kesadarannya. Mereka melakukan semua itu karena Allah, mencari ridha dan mengharap rahmat Allah  “ lirabbihim “, bukan untuk mencari pujian manusia. Ketika memingat surga, kerinduan mereka untuk memasukinya menjadi jadi, dan ketika mengingat neraka ketakutan mereka juga menjadi-jadi, hal itu yang menahan rasa kantuk dan menyemangatkan mereka untuk beribadah kepada Allah di tengah malam. “ Lambung mereka jauh dari tempat tidur, mereka berdo’a kepada Allah dengan perasaan takut lagi penuh harap, serta mereka menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan “ Q.S. Assajdah : 16. Imam Ahmad meriwayatkan hadist dari Ibnu Mas’ud, bahwa Allah SWT ta’ajjub dari dua orang, yang pertama adalah orang yang bangkit meninggalkan tempat peraduannya, yang empuk dan nyaman, meninggalkan keluarganya yang dicintainya untuk mengerjakan shalat malam guna mendapat ridha Allah, yang kedua kepada seorang yang berjuang di jalan Allah, ketika mendapat kekalahan dan teman-temannya sudah pada kabur melarikan diri, dia justru balik ke depan untuk terus berjuang hingga gugur di jalan Allah. Kedua-duanya adalah pejuang, yang pertama berjuang melawan nafsu dan kemalasannya sedang yang kedua berjuang di jalan Allah dengan jiwanya. Meskipun mereka menghabiskan malam harinya untuk beribadah, mereka tetap merasa belum memenuhi hak-hak Allah atas diri mereka, karena itu mereka banyak memohon ampunan ketika sahur.
Demikianlah keadaan ibadurrahman dengan Tuhan mereka di waktu malam, sementara itu manusia mempunyai berbagai macam cara dalam menghabiskan waktu malam : Sebagian memanfaatkan waktunya untuk ketaatan keapda Allah, yang lain menghabiskannya untuk tidur hingga pagi, sebagian begadang sepanjang malam, namun tidak jelas apa yang dilakukan ketika begadang ?. Ada yang begadang untuk main-main dan kelalaian hingga menjelang fajar, lalu baru pergi tidur dan tidak bangun sebelum matahaari meninggi, sebagian lagi menggunakan malam hari untuk berbuat berbagai macam dosa dan kemakshiatan, sebagian bahkan menggunakan waktu malam untuk berbagai tindak kejahatan, tidak takut kepada Allah dna tidak pula malu kepada makhluk, sebagian tidak mempunyai kecenderungan kecuali sekedar makan, minum dan tidur, siang untuk makan dan minum, dan malam hanya untuk tidur.
Demikianlah berbagai macam cara manusia menghabiskan waktu malamnya, tetapi ibadurrahman memanfaatkan malam harinya untuk beribadah kepada Allah. Aisyah berkisah bahwa nabi kalau shalat malam sampai bengkak kakinya. Hal ini juga diikuti oleh para shahabat, sebagian bahkan menghidupkan malamnya seluruhnya atau dua pertiganya, tidak tidur kecuali sedikit sekali, sehingga nabi meluruskan mereka dan menyuruh agar mereka tidak memaksakan diri dalam beribadah, agar tetap bisa mempertahankan kebiasaan baiknya “ Sebaik-baik amal adalah yang dikerjakan terus menerus meskipun sedikit “. Muttafaq alaih. Kerinduan dan kecintaan para shahabt kepada Allah mendorong mereka memperbanyak ibadah, tidak cukup hanya menjalankan yang fardhu, tetapi yang nafilah pun mereka laksanakan.
Dikisahkan bahwa Hasan bin Shalih ( salah seorah fuqoha’ dari generasi salaf ) menjual budak perempuannya kepada seseorang, ketika datang sepertiga malam terakhir, budak tadi membangunkan tuan barunya, tuannya marah karena dibangunkan sebelum fajar, waktu yang biasanya masih mereka pakai untuk tidur. Ketika pagi hari sang budak memohon untuk dikembalikan ke tuan lamanya, karena dia sudah terbiasa bangun shalat malam, tidak seperti tuan barunya yang malas bangun malam. Demikianlah keadaan generasi salaf kita, hingga para budak pun rajin bangun untuk shalat malam.
Berbagai kiat dilaksanakan generasi salaf dalam qiyamullail, diantara mereka ada yang tidur sebagian malam dan bangun disebagian lainnya, ada yang bangun setelah tengah malam untuk shalat, ada pula yang menunggu sampai sepertiga malam yang terakhir, yang disenangi Allah adalah tidur setengah malam, bangun shalat sepertiga malam dan tidur lagi seperenamnya, hingga bangun subuh dalam keadaan  bersemangat. Mereka sangat tamak untuk bisa memanfaatkan waktu sepertiga malam terakhir untuk beribadah, karena pada saat itu sepertii yang diterangkan dalam hadist qudsi, Allah SWT “ turun “  kelangit dunia mencari orang-orang yang berdo’a untuk dikabulkan, dan orang-orang yang memohon ampunan untuk diampuni.
Bagi mereka yang belum mampu untuk qiyamullail, baik separo, sepertiga ataupun seperenamnya hendaknya memelihara shalat berjama’ah Isya’ dan shubuh, karena diterangkan dalam sebuah hadist bahwa barang siapa yang berjama’ah Isya’ seolah-olah dia telah shalat setengah malam, dan barangsiapa yang berjama’ah shubuh maka seolah-olah dia telah shalat satu malam penuh. H.R. Malik. Kalaupun hal ini masih belum mampu, maka minimal hendaknya ia memelihara waktu shalat, agar bisa selalu shalat pada waktunya, jangan sampai membangkong sampai matahari terbit. Orang yang membangkong seperti ini kata nabi “ telinganya dikencingi oleh syaithan, betapa banayak orang yang dengan senang hati menyediakan telinganya menjadi kloset syetan.
Akhir-akhir ini tatanan hidup manusia banyak yang rusak, khususnya yang berkaitan dnagn waktu tidur dan jaga. Dahulu kala banyak orang segera tidur di awal malam, dan bisa bangun pagi-pagi menjelang subuh, tetapi setelah berbagai macam sarana audio visual membanjiri dunia, program hiburan TV banyak pilihan, manusia terbiasa tidur lewat tengah malam, dan sangat berat untuk bisa bangun pagi hari. Waktu shalatpun berantakan. Seharusnya waktu shalatlah yang mengatur aktivitas kehidupan kita, kapan harus tidur dan kapan harus bangun, disesuaikan dengan kegiatan shalat, bukan kita yang mengatur waktu shalat, karena itu rasulullah bersabda “ Ya Allah berilah keberkahan atas umatku pada waktu pagi mereka “.
Dalam hadist lain nabi juga bersabda “ Ketika salah seorangdari kalian tidur maka syetan mengikat tiga ikatan di atas kepalanya, sambil berkata di setiap ikatan, selamat tidur panjang, ketika ia bangun dan berdzikir kepada Allah, maka terlepas satu ikatan, ketika bangun berwudhu, terlepaslah ikatan kedua dan kalau ia bangun mengerjakan shalat, terlepaslah semua ikatannya, sehingga ia bangun dalam keadaan riang dan semangat, jika tidak demikian dia akan bangun dengan berat serta malas “, maka lepaskanlah ikatan syaitan itu meskipun hanya dengan dua rakaat. Demkianlah Rasulullah menghendaki agar kita tidak menyerah dengan tipu daya syaithan.
Beberapa kiat agar bisa terbantu bangun malam adalah : mengurangi makan dan minum, karena kebanyakan makan dan minum akan membuat seseorang suka tidur dan malas bangun, jangan terlalu memforsir diri waktu kerja disiang hari, sehingga kecapaian dan tidak mampu bangun di malam hari, tidur siang meski sebentar juga akan membatu kita dalam bangun malam. Menjauhi yang haram serta makshiat juga membantu untuk qiyamullail, karena memakan yang haram serta makshiat akan menjadi penghalang dari shalat malam. Mengingat akhirat, merindukan surga dan takut akan siksa neraka juga membantu qiyamullail.
Nabi SAW juga bersabda “ hendaknya kalian melaksanakan qiyamullail, karena hal itu merupakan kebiasaan orang-orang shaleh sebelummu, mendekatkkan diri kepada Allah, menghapus kesalahan-kesalahanmu serta mencegah dari perbuatan dosa “. H.R. Tirmidzi. Karena itu sepatutnya jangan sampai kita lewatkan bagian kita dari malam hari untuk bermunajat, kalau hal ini pun tidak mampu kita raih, minimal jangan bermakshiat kepada Allah di siang hari. Inilah standar minimal bagi seorang mukmin, menjalankan kewajiban-kewajiban dan tidak bermakshiat kepada Allah.
4.     Takut Pada Neraka
Para ibadurrahman mempunyai kareakter yang utama, menjalani hidup dengan rendah hati, penyantun dan memanfaatkan waktunya dengan produktif, serta senantiasa menghidupkan malam untuk shalat dan membaca al-Qur’an. Yang mendorong mereka untuk bersikap demikian adalah rasa takut dan harap, takut kepada Allah, dan mengharap rahmat-Nya, senantiasa mengingat akhirat dan neraka jahannam selalu tergambar di depan matanya. Mereka tidak pernah lalai, kemana kelak akan bermuara pada akhirnya, semuanya pasti akan kembali kepada Allah. Meskipun mereka masih hidup dan segar bugar di dunia, kelak pasti akan mati, setelah mati akan dibangkitkan, lantas dihisab, dan hanya ada dua tempat kembali di akhirat neraka atau surga.
Karena itu mereka selalu berdo’a “ Wahai Tuhan kami jauhkan kami dari siksa neraka Jahannam, karena siksanya pasti mengena, dan sesungguhnya ia merupakan sejelek-jelek tempat tinggal “. Neraka sebenarnya disediakan oleh Allah untuk orang-orang kafir, namun para ahli ma’shiat dari orang yang beriman juga bisa masuk ke dalamnya. Kita harus memelihara diri dan keluarga dari neraka yang penjaganya adalah para malaikat yang kasar, dan bahan bakarnya dari manusia dan batu.
Seandainya kematian adalah stasiun akhir dari perjalanan hidup ini, maka urusan menjadi mudah, namun tidak demikian kenyataannya, kematian itu lebih berat dari kehidupan, dan kematian masih jauh lebih ringan dibanding yang datang sesudahnya. Setelah kematian ada kebangkitan, lalu dihimpun di padang mahsyah, lalu mauqif, hisab, mizan, kitab ( raport ) kita tidak tahu akan mengambilnya dengan tangan kanan atau kiri ?, tidak tahu anak timbangan berat kebaikannya atau kejelekannya ?, timbangan kebaikan yang berat sehingga mendapatkan kehidupan yang memuaskan, atau ringan sehingga akan menjadi umpan neraka hawiah, yang sangat panas membakar ? Ada sekaratul maut yang sangat berat, kuburan dengan cobaannya, mauqif yang mencekam, timbangan yang sangat teliti, perhitungan yang sangat cepat, neraka dengan segala siksaannya serta surga dengan berbagai kenikmatannya.
Ibadurrahman selalu menjadikan Jahannam sebagai perhatian utamanya, seolah-olah ada di depannya dan siap mencaploknya, karena itu mereka berdoa “ Ya Tuhan kami jauhkan dari kami siksa neraka jahannam “, karena setiap manusia akan melewatinya, berjalan diatasnya, shirat dibentangkan di kedua ujungnya, bisakah kita lewat dengan selamat atau akan terpelesset jatuh ?, selamat atau binasa ? bisa berjalan cepat atau tersangkut kait-kait yang menarik kebawah jahannam ? Ada seorang pemuda yang setiap malam menghabiskan waktunya untuk menangis sambil meratap, “ Wahai seandainya ibu tidak melahirkanku ! “, ibunya menukas “ Wahai anakku sesungguhnya Allah telah memberi banyak kebaikan untuknya serta memberimu hidayah Islam “, sang anak menjawab “ Memang ibu, tetapi Allah memberitahukan kepada kita bahwa setiap kita akan melewati jahannam, dan tidak ada jaminan kalau kita akan selamat melewatinya ( Q.S. Maryam : 71 – 72 ) “. Ibu dan anakpun keduanya sama-sama menangis.
Yang menjadi masalah bagi manusia modern ini adalah :…. Bahwa gambaran neraka itu sangat jauh….jauh sekali dari fikiran mereka. Hampir-hampir tidak masuk dalam kamus besar hidup mereka, dilalaikan. Yang menjadi perhatian dan fikiran manusia hanyalah yang tampak di hadapan mereka, pada hari ini saja, yang berkaitan dengan kemashlahatan duniawi semata, kenikmatan sementara, sedang masalah besuk, terlebih sesudah besuk, akhirat, surga dan neraka, maka semua itu sangat jauh dari fikiran dan perhatian mereka. Padahal semua itu dekat semata, setiap yang akan datang adalah dekat.
Permasalah hidup tampak semakin rumit ketika menyaksikan manusia bertingkah seperti srigala, seperti binatang buas di belantara, yang kuat memangsa yang lemah, seperti ikan di lautan yang besar menelan yang kecil. Apa penyebabnya ?, tidak lain adalah karena akhirat jauh dari bayangan mereka, yang mereka fikirkan hanya urusan duniawi yang dekat. Dunia menjadi kesibukan utama mereka, harapan terbesar mereka, puncak pengetahuan mereka, pusat perhatian mereka. Itulah kebanyakan manusia. Namun Ibadurrahman tidak demikian, mereka selalu menghadirkan bayangan jahannam di benaknya, karena itu selalu memohon kepada Allah agar diselamatkan dari jahannam. Nabi kita Muhammad SAW yang sudah dijamin ampunan dari segala dosa dan kesalahan saja masih berdo’a agar terpelihara dari siksa api neraka, lantas bagaimana dengan kita ?. Beliiau juga mengajari para sahabatnya agar senantiasa membaca do’a perlindungan dari berbagai fitnah dan azab di tasyahhud akhir “ Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah almasih addajjal serta dari fitnah kehidupan dan kematian “ H.R. Malik.
Seorang muslim semestinya banyak mengingat neraka, Nabi pernah menjelaskan bahwa api neraka itu 70 kali lipat panasnya dari api dunia. Dengan api dunia saja kita tidak tahan, apalagi dengan api neraka, bahkan dengan panas matahari saja kita tidak kuat, kadang dengan suhu yang sumuk ( panas ) di ruangan kita juga tidak tahan sehingga membutuhkan kipas angin atau AC, bagaimana dengan api neraka ?. Siksa neraka bukan semata-mata secara indrawi – fisik, tetapi juga maknawi, sebagai tempat yang penuh kehinaan dan kerendahan, sehingga penghuninya terhalang untuk melihat Allah SWT. Anehnya memang banyak orang yang mestinya berlari dari neraka, kenyataannya bisa tidur tenang, sebagaimana juga orang yang mestinya berlari mengejar surga, juga santai berleha-leha. Kita hidup di dunia, silahkan mau berapa lama kalau bisa, tetapi katahuiah, bahwa akhirnya pasti akan mati, lantas apa setelah kematian, hanya ada dua tempat kembali neraka atau surga. Maka nabi bersabda “ Demi Allah, kalau kalian melihat seperti apa yang pernah aku lihat, niscaya kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa, aku telah melihat surga dan neraka “.
Seseorang hendaknya berada diantara kekhawatiran dan harapan. Jangan terlalu besar harapan sehingga lalai dari peringatan Allah, atau terlalu banyak khawatir sehingga berputus asa dari rahmat Allah. Tetapi kalau kenyataannya sudah terlanjur banyak berbuat dosa, bila makshiat sudah bertumpuk menggunung, lembaran hidup penuh dengan kesalahan, hendaknya lebih banyak khawatir dari harapan, lebih mengingat dosa dan jangan melupakannya, menghitung dirinya sebelum dihisab, menimbang amalnhya sebelum ditimbang. Semestinya berintrospeksi, apa yang sudah disiapkan, mana yang diremehkan, mana yang berlebihan, agar bisa diperbaiki, dipenuhi yang kelewatan serta menjaikan harinya lebih baik dari kemarennya, serta besuknya lebih baik dari harinya.
Ketika melancarkan dakwah jahriyah ( terang-terangan ) yang pertama kali, nabi mengimpun sanak kerabatnya di sekitar bukit shafa, lalu bersabda “ Wahai manusia bebaskan dirimu dari api neraka…. “ karena setiap orang memang harus menyelamatkan dirinya dari api neraka, dengan memperbanyak amal shaleh dan menjauhi kejelekan, dengan menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan, dengan menunaikan hak-hak, baik hak Allah maupun manusia, dengan taubat setiap kali terperosok dalam dosa. Di dunia ini hanya ada amal dan belum ada perhitungan, namun kelak di akhirat akan ada perhitungan dn tidak ada kesempatan untuk beramal. Karena itu marilah kita beramal untuk hari esuk, menyelamatkan diri kita dari api neraka. Diantara do’a nabi adalah : “ Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadamu surga, serta apa-apa yang mendekatkan kepadanya dari ucapan maupun perbuatan, serta berlindung kepadamu dari api neraka, serta apa-apa yang mendekatkan kepadanya dari ucapan maupun perbuatan “.
Allah SWT telah memperingatkan kita, menasehati, menjelaskan dalam kitab sucinya dengan gamblang dan jelas sifat-sifat neraka, agar kita takut dan berusaha untuk memelihara diri darinya :
a.       Sesungguhnya kami telah sediakan bagi orang-orang dzalim itu neraka, yang gejolak apinya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minuman dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. Q.S. Al-Kahfi : 29.
b.      Sesungguhnya pohon zaqqum itu, makanan orang yang banyak berdosa, sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut, seperti mendidihnya air yang sangat panas, peganglah dia kemudian seretlah dia ke tengah-tengah neraka. Q.S. Addukhan : 43 – 47.
c.       Dan golongan kiri, siapakan golongan kiri itu ?. Dalam siksaan angin yang sngat panas dan air yang panas mendidih. Dan dalam naungan asap yang hitam. Tidak sejuk dan tidak mengenakkan. Q.S. al-Waqi’ah : 41 – 44.
d.      Kemudian sesungguhnya kamu hai orang yang sesat lagi mendustakan. Benar-benar akana memakan pohon zaqum. Dan akan memenuhi perutmu dengannya. Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas. Maka kamu mnum seperti unta yang sangat haus. Itulah hidangan untuk mereka pada hari pembalasan. Q.S. Al-Waqi’ah : 51 – 56.
e.       Allah berfirman “ Peganglah dia, lalu belenggulah ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujupuluh hasta “. Q.S. Al-Haqqoh : 30 – 32.
f.       Dan kamu akan melihat orang-orang yang berdosa pada hari itu diikat bersama-sama dengan belenggu. Pakaian mereka dari ter ( minyak ) dan muka mereka ditutup dengan api neraka. Q.S. Ibrahim : 49 – 50.
Allah telah memberikan gambaran neraka dengan jelas, memperingatkan kepada kita akan siksanya demikian pula rasulullah SAW, agar kita bekerja keras untuk bisa selamat darinya, jangan sampai kita hidup dalam kelalaian dan kelengahan, tidak segera menyiapkan diri, larut dalam nafsu dan syahwat. Karena orang-orang yang lalai demikian termasuk yang akan menjadi bahan bakar neraka Jahannam “ Dan sesungguhnya kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah, dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengarkan ayat-ayat Allah. Mereka itu seperti binatang ternak bahkan lebih sesat lagi, mereka itulah orang-orang yang lalai “. Q.S. Al-A’raf : 179. Manusia yang lalai disebut lebih sesat dari binatang ternak, karena binatang tidak diberi akal, perasaan, hati nurani, tidak diutus nabi kepada mereka, tidak ada kitab suci diturunkan untuk mereka, meskipun demikian mampu menjalankan peranannya untuk kemashalatan manusia. Sedang manusia yang lalai meskipun diberi panca indra dan akal fikiran, mempunyai kitab suci dan nabi sebagai tauladan, masih tidak mau menjalankan fungsi dan tugas utamanya “ ibadah “ kepada Allah dalam arti yang luas.
Wahai kaum muslimin, jadilah sebagai ibadurrahman. Jadikan akhirat sebagai perhatian utama anda, niscaya akan terlepas berbagai kesulitan hidup, menjadi mudah atasmu persoalan dunia, menjadi mudah semua urusa yang sulit, menjadi ringan semua yang berat dan tertunaikan semua hak bagi pemiliknya. Hal ini bukan berarti agar selalu besedih dan menangis, tetapi agar kita sering-sering mengingat akhirat dari waktu ke waktu, jangan kita lalaikan dan acuhkan saja. Ingatlah akhirat, jangan kita buang jauh di belakang punggung kita, jangan kita lupakan begitu saja. Ingat-ingatlah akhirat agar lurus hidup kita, agar bisa lempang amal kita, agar tepat langkah kita menuju Allah SWT “ Ya Allah Tuhan kami, berilah kami kehidupan yang baik di dunia, kebaikan di akhirat serta peliharalah kami dari siksa neraaka “.
5.     Sederhana dalam membelanjakan harta
Ibadurrahman bukanlah orang-orang  yang tidak berharta, bukan berarti orang-orang yang hidup dalam kefakiran dan kemiskinan, ini bukan cirikhas ibadurrahman, bisa jadi mereka adalah orang-orang kaya. Seperti juga para pemakmur masjid yang senantiasa bertasbih kepada Allah pagi dan petang adalah orang-orang profesional yang juga mengurusi dunia dan perdagangan, namun dunia tidak melalaikan mereka dari dzikrullah dalam berbagai aktivitasnya ( Q.S. Annur : 36-37 ) . Seperti juga disebutkan dalam surat al-Munaafiqun : 9 “ Wahai orang-orang yang beriman, janghanlah harta benda dan anak-anakmu melalaikan kamu dari dzikrullah.. “, artinya bahwa orang-orang yang beriman bukanlah mereka yang hidup menempuh model kependetaan, tidak berkeluarga dan tidak mengurusi dunia, justru mereka mengurusi dunia, namun dunia tidak mampu merampas hatinya untk selalu dzikrullah, baik dalam hati, lidah maupun perbuatan. Harta benda dalam Islam harus disyukuri, termasuk amanat yang harus dipelihara, termasuk lima hal pokok yang dilindungi kemashlahatannya.
Seorang muslim adalah “ mustakhlaf “ penerima pinjaman harta dari Allah, pemilik yang hakiki adalah Allah, manusia hanyalah bendahara yang bertugas menjaga, memanfaatkan dan  mengembangkan sesuai dengan kehendak Pemiliknya. Tidak boleh melanggar ketentuan pemiliknya. Dalam hal harta benda Allah sebagai pemiliknya mempunyai beberapa pengajaran untuk kita semua ; ada yang berkaitan dengan bagaimana cara mendapatkannya, bagaimana pemanfaatannya serta bagaimana cara pengembangannya. Pada prinsipnya harta hanya boleh didapatkan dengan jalan-jalan yang disyareatkan, yang dihalalkan oleh Allah dan hendaknya dinafakahkan di jalan-jalan yang terpujipula. Ada kalanya seseorang sudah mencari harta dengan jalan yang benar dan baik ( masyru’ah ), namun ketika harus menafkahkan ia bakhil, tidak memandang Allah mempunyai hak sedikitkan dalam hartanya, tiak memandang bahwa orang miskin juga berhak atas sebagian kekayaannya. Sementara itu ada kelompok lain yang setelah mendapatkan harta benda, membelanjakannya dengan boros dan sia-sia ( tabdzir ) bahkan ada yang dibelanjakan untuk hal-hal yang diharamkan Allah. Harta benda semstinya dibelanjakan pada jalan-jalan yang baik, tanpa dihambur-hamburkan atau tertahan dengan kebakhilan, inilaah tabiat Islam : Pertengahan dan sederhana.
Dalam suarat Isra’ ayat 26 – 29 Allah memberikan wasiat kepada kita semua “ Berilah kepada sanak ekrabat hak-hak mereka, orang-orang miskin, para msuafir serta jangan menghambur-hamaburkan harta ( tabdzir ) # Karena sesunggunya orang-orang yang menghamburkan harta adalah teman-temannya syaetan ( seperti dengan syetan dalam kejelekan dan keingkaran atas nikmat Allah ) dan adapun syetan itu terhadap Tuhannya sangat kufur # Dan jika engkau berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan ( apabila orang-orang itu datang meminta haknya kepadamu, sementara kamu tidak bisa memenuhi permintaan mereka, karena kamu tidak mempunyai harta ), maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas # Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu ( gabaran sifat bakhil ), dan jangan pula terlalu membentangkannnya ( gambaran royal dan menghambur-hamburkan harta ) , sehingga kamu akan menjadi tercela ( bila bakhil ) serta menyesal tidak berdaya ( bila habis harta benda ). Inilah jalan pertengahan dan sederhana,inilah yang dianjurkan Islam.
Diantara do’anya anabi adalah “ Ya Allah aku memohon dokarunia rasa takut kepadaMu baik dalam keadaan sendiri ataupun ramai, dan memohon kepadamu dikarunia ucapan ikhlash dalam keadaan marah ataupun rela, serta memohon dikarunia sikap pertengahan ( sederhana/wajar ) dalam keadaan kaya maupun kekurangan “. H.R. Nasa’I dan Hakim. Dalam hadist lain nabi juga bersabda “ Betapa indahnya sederhana dalam masa kaya, dalam masa miskin bahkan dalam ibadah “ H.R. Bazzar. Hinga dalam ibdahpun sikap moderat sangat terpuji. Imam Ahmad meriwayatkan hadist bahwa nabi bersabda “ Diantara tanpa kedalaman ilmu seseorang adalah, kepandainya dalam mengelola penghidupannya “ ( sederhana, tidak tabdzir, tidak bakhil, sikap pertengahan sebagai umat pertengahan, dan sebaik-baik urusan adalah pertengahannya. Hadist lain menjelaskan “ Tidak akan butuh pada bantuan orang yang hidup ekonomis ( sederhana ) “.
Bahkan dalam infaq di jalan Allah pun yang diperintahkan buka semuanya, tetapi hanya sebagian “ Dan dari sebagian harta yang Kami anugerahkan kepada mereka, mereka menginfakkan “. Zakat pun hanya seagoing kecil ( prosentase kecil ), 2,5 % hingga sepuluh persen, kecuali  temuan harta karun yang mencapai 20 %. Ada hadist yang menyatakan “ Tidak ada shadaqoh kecuali yang lebih dari kebutuhan “. Yang diminta Islam untuk infaq adalah kelebihannya, kalau masih dalam batas bawah kebutuhan kita sendiri, tidak diminta, itulah batasannya, meskipun Islam juga tidak mengingkari bila ada orang yang ingin mendapatkana keutamaan, yaitu yang mau berkurban untuk membelanjakan hartanya di jalan Allah meskipun dirinya sendiri dalam kebutuhan. ( Q.S. Al-Hasyr : 9, al-Insan : 8 – 9 dan 10 ).
Seorang muslim membelanjakan harta bendanya tidak dengan berlebihan maupun kekurangan, tidak bakhil untuk diri sendiri, justru dirinya sendiri inilah yang harus dia nafaqohi. Ada seseoeang yang mampu menghimpun kekayaan, namun ia bakhil untuk dirinya dan keluarganya, ia sendiri terhalang untuk menikmatinya. Inilah seperti yang dikatakan : Beri kabar gembira atas harta kekayaan orang bakhil untuk dimusnakan suatu bencana atau diambil alih ahli warisnya. Orang seperti ini digambarkan seperti anjing pemburu yang mengejar buruan untuk orang ( tuannya ), namun dia sendiri kelaparan. Ada seseorang yang datang kepada nabi dengan penampilan yang memprehatinkan, maka nabi bertanya “ Apakah kamu punya harta benda ? “, “ Ya, saya punya, bahkan saya punya semua harta yang diberikan Allah kepada saya ( maksudnya segala macam binatang ternak ), maka nabi bersabda “ Sesungguhnya Allah menyukai untuk melihat tanda kenikmatannya tamppak atasmu “ , seperti juga yang difirmankan Allah “ Adapun dengan nikmat tuhanmu maka beritahukan “, tahaddust binni’mah tidak hanya dengan ucapan tetapi juga dengan keadaan.
 Tidak dibenarkan seseorang yang memiliki kekayaan kemudian menyiksa diri sendiri dan keluarganya dengan pola hidup serba kekurangan. Semestinya ia mengeluarkan nafaqah yang wajar bagi dirinya dna keluarganya, dalam sebuah hadist diterangkan “ Seutama-utama dinar yang dinafaqahkan oleh seornag lelaki adalah satu dinar yang dia infaqkkan untuk keluarganya, kemudian dinar yang dia belanjakan untuk kuda tunggangan di jalan Allah dan dinar yang dia belanjakan kepada temannya yang sedang berjuang di jalan Allah. ( H. R. Muslim dan Tirmidzi ). Nabi juga pernah bersabda kepada Sa’ad bin Abi Waqash “ Sesungguhnya engkau tidak akan akan membelanjakan suatu belanja yang dengannya engkau mencari keridhaan Allah, kecuali akan mendapat balasan atasnya, hingga yang engkau belanjakan untuk makan istrimu “ ( H.R. Bukhari dan Muslim ).
Nafaqah yang pertama kali dan paling utama adalah kepada diri sendiri dan keluarga, kemudian kepada orang-orang di sekitar kita dari antara saudara dan tetangga, karena bagi mereka ada hak-hak atas kita, nabi bersabda “ Tidaklah beriman kepadaku seorang yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan disamping rumahnya,m sedang ia mengetahuinya “ ( H.R. Thabrani dan Bazzar ). Sungguh bukan dari ajaran Islam, jika anda memakan sepenuh perut, tertawa selebar mulut, sementara di dekat kita ada arang-orang yang merintih kelaparan, tidak ada sesuap nasi untuk di makan, tidak ada uang untuk belanja, hal ini bukan dari ajaran Islam dan bukan bagian dari kemanausiaan sama sekali, karena itu nabi berlepas diri dari yang demikian ini. Terutama para kerabat dekat kita, atau tetangga dekat kita, bagi mereka ada hak-hak atas kita ( Q.S. al-Isra’ : 26 dan al-Baqarah : 215 ). Nabi bersabda “ Memberi shadaqah kepada orang miskin mendapat pahala satu shadaqah, dan kepada saudara yang bertalian kerabat mendapat dua pahala, pahala shadaqah dan pahala shilaturrahim “. ( H.R. an-Nasa’I ). Dan yang lebih utama adalah manakala ada kerabat yang sedang memusuhi kita, hendaknya kita memebri sahadaqah dalam rangka mengeratkan kembali tali persaudaraan.
Selain semua itu ada kewajiban zakat atas orang-orang yang hartanya mencapai nishab dan haul. Zakat adalah pilar Islam ketiga setelah Syahadat dan menegakkan shalat yang harus ditunaikan. Dalam sebuah hadist diterangkan “ Akan bebas dari kebakhilan seorang yang menunaikan zakat, menjamu tamu serta memberi ketika ada bencana “. Dan orang yang dibebaskan dari kebakhilan adalah orang-orang yang beruntung ( Q.S. Al-Hasyr : 9 ).
Ada memang beberapa orang yang meninfaqwkan harta bendanya melebihi semua itu, dikisahkan bahwa Imam al-Llaits ( Mesir ) – mempunyai kekayaan yang sebanding dengan Imam Malik ( Madinah ) – termasuk orang-orang kaya diantara kaum mmuslimin, incomenya dalam setahun mencapai delapan puluh ribu dinar, tetapi beliau tidak pernah terkena kewajiban zakat sama sekali, karena beliau tidak menunggu satu tahun ( haul ) untuk berinfaq, beliau selalu berinfaq dari hasil yang beliau dapatkan. Harta berasal dari Allah, dan dikembalikan untuk kemashlahatan hamba-hamba Allah. Ketika seoang perempuan datang meminta sedikit madu untuk makanan, maka beliau menyuruh pembantunya memberikan satu tong besar madu. Ketika seseorang bertanya kepada beliau “ Mengapa anda memberi begitu banyak, padahal ia hanya meminta sedikit untuk keperluan makanannya ? “, beliau menjawab “ Orang lain meminta sesuai keperluannya, dan kita memberi seseuai rizqi yang diberikan Allah kepada kita “. Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib juga termasuk orang yang sangat dermawan, beliau tidak pernah menolak seorang pun yang meminta kepadanya, ketika ada beberapa orang bakhil yang mencelanya, beliau menjawab “ sesungguhnya Allah mempunyai satu kebiasaan kepadaku, dan aku juga senang mempunyai satu kebiasaan kepada hamba-hamba Allah. Allah biasa memebrikan kepadaku kenikmatan, karena itu aku membiasakan diriku untuk memebrikan harta kepada orang lain, jika aku berhenti dari kebiasan ini, sungguh aku khawatir Allah akan menghentikan kebiasaan memberi-Nya kepadaku “.
Demikianlah generasi salaf kita, mereka tidak bakhil dalam infaq di jalan Allah, ketika seseorang menyumbang setumpukan perak di jalan Allah, ada yang mengatakan “ Tidak ada kebaikan bila anda berlebih-lebihan dalam infaq  “, maka orang itu menjawab “ Tidak ada istilah berlebih-lebihan dalam kebaikan “ Dalam sebuah peperangan Umar membelanjakan separo dari harta kekayaannya, ia beranggapan tidak ada orang lian yang melebihinya dlam infaq, ketika datang Abu Bakar ternyata membawa semua harta bendanya untuk diinfaqkan di jalan Allah, ketika ditanya “ Apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu ? “ dengan mantap menjawab “ Aku tinggalkan bagi mereka Allah dan rasul-Nya “. Jadi tidak ada yang tersisa dari harta bendanya. Hal ini boleh dilakukan bila memang seseorang mempunyai keyakinan dan tawakkal yang bulat kepada Allah serta keluarganya juga mempunyai kesiapan mental dan kesabaran sepertinya, kalau tidak ya jangan demikian, kaarena akan mendapatkan tantangan dari keluarganya sendiri.
Orang seperti Abu Bakar dan para shahabat lainnya sangat yakin dan percaya bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan mereka sama sekali “ Tidak akan berkurang harta benda dengan dishadaqahkan “ ( H. R. Ahmad ). Allah juga menjamin bahwa barang siapa yang berinfaq di jalan Allah pasti akan diganti ( Q.S. Saba’ : 39 ) Syaithan menjanjikan ( menakut-nakuti kita dengan ) kefakiran ( bila kita infaq di jalan Allah ), dan Allah menjanjikan ampunan ( di akhirat  bila kita infaq ) serta kelapangan ( rizqi di dunia ) dan Allah itu Maha Luas ( karunianya ) lagi Maha Mengetahui. ( Q.S. al-Baqarah : 268 ). Sayangnya kebanyakan manusia lebih membenarkan janji syetan daripada janji Allah yang maha penyayang, atau mungkin membenarkan janji Allah namun  namun tidak melaksanakannya dalam kehidupan.
Ibadurrahman apabila membelkanjakan hartanya tidak bakhil baik untuk diri mereka sendiri, keluarga, sanak kerabat, tetangga, ketika ada musibah dan bencana dan terutama atas hak-hak Allah yang pertama : menunaikan zakat. Mereka juga tidak berlebihan ( israf 0 dalam membelanjakan hartanya. Baik israf yang berarti membelanjakan untuk makshiat, karena meskipun satu mud ( satu rupiah 0 bila dibelanjakan dalam kemakshiatan Allah, maka hal itu termasuk israf dan tabdzir.
Dalam hal-hal yang mubah juga tidak berlebih-lebihan, seorang muslim tidak akan membelanjakanharta bendanya melebihi kemampuannya, ia hanya akan melangkah sejauh jangkauan kakinya, menimbang antara pemasukan dan pengeluarannya, tidak akan mudah-mudah belanja kemudian membebani dirinya dengan hutang, karena hutang itu gelisah di waktu malam serta hina di waktu siang serta Rasulullah memohon perlindungan kepada Allah dari beitan hutang. Sekarang ini banyak orang yang menghinakan dirinya dengan hutang, sehingga menyusahkan diri sendiri, kadang berhutang bukan untuk kebutuhan yang mendesak, hanya untuk menuruti gaya hidup dan bermegah-megahan.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar