25 Jun 2012

KEWAJIBAN MEMBERI NAFKAH PADA ISTRI YANG TELAH DICERAI DALAM MASA IDDAH


Tafsir Ahkam
TAFSIR SURAH ATH-THALAQ AYAT 4-7
 MENGENAI
KEWAJIBAN MEMBERI NAFKAH PADA ISTRI YANG TELAH DICERAI DALAM MASA IDDAH
Dosen Pengampu
Azhar Muttaqin, S.Ag,.M,Ag.




Oleh
Mohd Hadidi
201010020311017


AHWAL SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012
A.    Surah Ath-thalaq ayat 4-7
وَاللاَّئِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِن نِّسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلاَثَةُ أَشْهُرٍ وَاللاَّئِي لَمْ يَحِضْنَ وَأُوْلاَتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
4. Dan perempuan-perempuan yang tidak haidh lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya) maka idah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haidh. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.
ذَلِكَ أَمْرُ اللَّهِ أَنزَلَهُ إِلَيْكُمْ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا
5. Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu; dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنتُم مِّن وُجْدِكُمْ وَلاَ تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِن كُنَّ أُولاَتِ حَمْلٍ فَأَنفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُم بِمَعْرُوفٍ وَإِن تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى
6. Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلاَّ مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
7. Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.
B.     Pengertian Iddah dan Nafkah
Yang dimaksud masa iddah ialah masa tunggu bagi si istri yang telah diceraikan oleh suaminya dimana istri belum boleh kawin lagi dengan laki-laki lain (bukan suaminya) sebelum masa iddah itu habis dan masa iddah ini juga merupakan masa berfikir bagi suami apakah ia untuk meneruskan perceraian tersebut atau kembali bekas istrinya.
Yang dimaksud dengan “nafkah iddah akibat perceraian” sesuatu pemberian yang berupa nafkah yang diberikan pada seorang istri. Hak itu milik seseorang yang menjadi milik orang lain.


C.     Tafsir ayat 4 sampai 7 surah Ath-thalaq
Setelah pada ayat-ayat yang lalu Allah SWT menjelaskan telak sunny (113). Yaitu talak yang di jatuhkan pada istri ketika ia suci dari haid dan belum di campuri dari haid,tetapi belum di jelaskan beberapa lama iddahnya,maka pada ayat-ayat berikut ini,Allah menjelaskan beberapa macam iddah dari perempuan yang di talak.
Ø  Diriwayatkan bahwasannya ada satu kaum,di antara mereka itu terdapat ubay bin ka’ab dan kholid bin nukman. Mereka itu setelah mendengar firman Allah SWT. “wanita-wanita yang di talak hendaknya menahan diri (menunggu) tiga quru’ (tiga kali suci)”. Mereka bertanya, “wahai rosululloh maka berapa iddah kah wanita yang tidak ada haidnya, baik yang belum haid atau yang belum haid lagi”, maka turunlah ayat ini yang menjelaskan bahwa jika kamu ragu tentang iddah perempuan-perempuan yang ya-in yakni yang tidak haid lagi,karena telah mencapai umur lebih kurang lima puluh lima tahun ke atas maka iddah tiga bulan. Begitu juga perempuan mudah yang belum  pernah haid. Adapun bagi perempuan-perempuan yang hamil, maka iddahnya sampai melahirkan kandungannya. Begitu juga perempuan-perempuan hamil yang suaminya meninggal,iddahnya sampai melahirkan kandungannya,sebagaimana yang di riwayatkan imam malik,imam syafi’I,abdur rozak,ibnu abi syaibah,dan ibnul munzir dari ibnu umar. Ketika ia di Tanya tentang perempuan hamil yang meninggal suaminya, ibnu umar menjawab, “orang yang bertakwa kepada Allah,melaksanakan perintahnya dan menjauhinlaranganya,maka ia akan du mudahkan urusannya, di lepas dari kesulitan yang di alaminya.
Ø  Dalam ayat ini,Allah SWT menjelaskan bahwa hokum-hukum yang telah disyari’atkan mengenai talak , tempat tinggal dan iddahnya perempuan yang tertera pada ayat-ayat  yang lampau,adalah ketentuan yang di perintahkan Allah SWT yang mesti di amalkan dan di laksanakan.
Pada akhir ayat ini,sekali lagi Allah SWT menjelaskan bahwa orang yang bertaqwa kepadanya dengan mengerjakan perintahnya dan menjahui larangannya, niscaya dia akan mengahus dang mengampuni dosanya sebagai yang telah di janjikan-nya. Dalam ayat lain yang sama artinya :
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapus(dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.
Selain dari itu,juga di limpatgandakan pahala amalnya.
D.    Makna Mufrodat
                                 ·            يإسن  : (ya’isna)
Secara kebahasaan kata ya’isna terdiri dari dua suku kata, yaitu kata yaisa yang berarti putus asa dan kata na (berasal dari kata Hunna) yang merupakan bentuk plural unutk kata ganti ketiga bagi orang perempuan, yang berarti mereka putus asa yang dalam konteks ini, kata yaisna bermakna perempuan-perempuan yang tidak lagi mengeluarkan darah haid (menopause).
                                 ·              وجدكم (wujidukum)
Secara kebahasaan kata wujidukum terdiri dari dua suku kata yang berasal dari kata wujd yang berarti kekuasaan atau kemampuan dan kata kum yang merupakan bentuk lural untuk kata ganti kedua orang laki-laki. Dengan demikian, dalam konteks ayat ini, kata wujidukum bermakna perintah untuk memberikan tempat tinggal bagi para istri ditempat yang layak untuk kemampun yang dimiliki suami.
                                 ·            تضارهن(Tudharruhunna) terambil dari kata dharrah yakni kesulitan atau kesalahan yang besar. Ini bukan berarti kesulitan dan kesusahan yang sedidkit atau ringan, dapat ditoleransi. Penggunaan kata tersebut disni agaknya unutk mengisyaratkan bahwa wanita yang dicerai itu telah mengalami kesultian dengan perceraian itu, sehingga bekas suami hendaknya tidak lagi menambah kesulitan dan kesusahannya karena itu berarti menyusahkan dengan kesusahan yang berat.
                                 ·            لتضيقوا عليهن   Litudayyiqu ‘alaihinna / untuk menyempitkan mereka bukan berarti bahwa kalau bukan unutk itu, maka menyusahkan dapat dibenarkan. Ini hanyalah isyarat menyangku apa yang seringkali terjadi pada masa jahiliyah. Begitu tulis Ibnu ‘Ashur tetapi al-Bikaa’i memahami sebagai isyarat bolehnya menjadikan mereka merasa sulit atau kesal jika tujuannya untuk mendidik mereka.
                                 ·            وعتدرو  Wa’tamiru adalah perintah bagi Ayah dan Ibu untuk memusyawarahkan persoalan anak mereka itu. Ini adalah salah satu dari dua ayata yang memerintahkan bermusyawarah dan dari empat ayat yang beri car tentang musawarah, maka tentu saja hal tersebut lebih dianjurkan lagi kepada suami istri yang sedang menjalin hubungan kemesraan dan tentu saja buat merea bukan hanya dalam hal penyususan anak, tetapi meyangkut segala hal yang berkaitan dengan rumah-tangga bbahkan kehidupan bersama mereka.
                                 ·            فستر ضع له أخري  (Fasathurdbi’u labu ukhro)/ maka perempuan lain akan meyusukan untuknya. Member kesan kecaman kepada Ibu, karena dorongan keibuan mestinnya mengalahkan segala kesulitan. Disisi lain, pengalihan gaya redaksi dari persona kedua (kamu) ke gaya persona ketiga mengesankan juga kecaman kepada bapak, yang  boleh jadi keengganan membayar itu karena tidak menyadari betapa banyak kebutuhan Ibu yang menyusukan anak, misalnya makanan yang bergizi, serta betapa berat pula tugas Ibu dilaksanakan oleh Ibu.
E.     Asbabun Nuzul
Di riwayatkan bahwa ada satu kaum,di antara mereka terdapat ubay bin ka’ab dan kholid bin nu’am,setelah mendengar firman Allah,wahai wanita-wanita yang di talak hendaknya menahan diri (menunngu) tiga quru’ (tiga kali suci), merka bertanya,wahai rosululloh,maka berapakah iddah wanita yang tidak ada haidnya,baik yang belum pernah haid atau yang tidak haid lagi,maka turunya ayat ini.

F.      Kandungan Hukum surah Ath-Thalaq ayat 4-7
1.      Suami wajib menyediakan tempat tinggal bagi istri dan anak-anaknya atau bekas istrinya yang masih dalam iddah.
2.      Tempat kediaman adalah tempat tinggal.
3.       Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla audukhul.
4.      Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selamadalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.
5.      Perempuan yang di talak itu wajib di beri tempat tinggal dan nafkah iddah yang layak menurut kemampuan suami yang menalak dan jangan di susahkan.
6.      Jika perempuan yang tilak ba’im sedang hamil,wajib di beri nafkah sampai ia bersalin.
7.      Perempuan yang telah habis massa iddahnya,tetapi menyusuhkan anak dari bekas suaminya,wajib di beri upah menurut kadar yang berlaku.





Daftar Pustaka
Shihab, Quraish,M. 2002. Tafsir Al-Misbah. Lentera Hati : Jakarta
Hamka, Prof. Tafsir Al-Azhar. Pustaka Nasional : Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar