Muhammad Hadidi
Jurusan Syariah
Universitas Muhammadiyah Malang
Dalam artikelnya di Republika (1/4/2005) berjudul
Perkawinan, Agama, dan Negara, Salahudin Wahid menulis bahwa dalam perkawinan
lintas agama, pada prinsipnya pandangan para ulama terbagi menjadi tiga bagian.
Kata Wahid, perndapat yang keriga ialah membolehkan pernikahan antar mUslim dan
non Muslim yang berlaku untuk lelaki dan perempuan muslim.
Poin
ke-tiga pada tulisan wahid itu tidak tepat. Adakah ulama islam yang membolehkan
wanita Muslimah menikah dengan laki-laki non-muslim.
Poin
ketiga pada tulisan Wahid itu tidak tepat. Adakah ulama islam yang membolehkan
wanita muslimah menikah dengan laki-laki non muslim? Hingga kini, belum ada
satu pun ulama yang membolehkan hal itu, Tentu saja ulama yang dimaksud disini
adalah ulama yang benar-benar ulama, yang mempunyai kemampuan berijtihad dalam
menentukan status hukum islam berdasrkan metodelogi yang benar. Sayyid Shabiq
dalam Fiqh Sunnah, menegaskan bahwa semua ulama bersepakat tentang haramnya
seorang muslimah menikah dengan laki-laki non-muslim. Tidak ada perbedaan
pendapat tentang hal ii, sepanjang sejarah Islam. Selama si laki-laki tidak
memeluk agama islam maka haram menikahkannya dengan seorang muslimah.
Imam
Ibnu Hazm menceritakan dalam a-Muhalla (jilid VII), bahwa suatu ketika Khalifah
Ummar bin Khattab mendengar Hanzalah bin
Bisjr menikahkan anak wanitanya dengan keponakannya yang beragama Nasrani. Maka
Umar menyampaikan pesan kepada Hanzalah jika si anak laki-laki itu menolak masuk
islam maka dipisahkan.
Umar
juga pernah menyatakan, “Tidak halal bagi laki-laki non muslim menikahi wanita
muslimah, selama si laki-laki tetap belum masuk islam.” Sikap Sayyidina Umar
yang tegas itu didasarkan pada ayat al-qur’an Surat Mumtahanah ayat 10 “Hai
orang-orang yang beriman, apabila datang berhijarah kepadamu
perempuan-perempuan beriman, maka hendaklah kamu iji (keimanan) mereka. Allah
lebih mengetahui keimanan mereka, maka jika mereka telah mengetahui bahwa
mereka(benar-benar) beriman, maka hanganlah kamu mengembalikkan mereka kepada
(suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang
kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.”
Dunia
islam juga sudah sepakat tentang hal ini. Organisasi Konferensi Islam (OKI)
pernah mengeluarkan memorandum tentang HAM yang isinya menolak pasal 16 ayat
(1) dari Universal Declaration of Human Right. Pasal itu berbunyi pria
dan wanita dewasa tanpa dibatasi oleh ras, negara, golongan, kebangsaan, atau
agama memiliki hak untuk kawin dan memiliki keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar