PERANAN LOGIKA DALAM DAKWAH
(Upaya Merekonstruksi Pola dan Metodologi
Dakwah Islam
Menuju Dakwah yang Rasional)
I.
Pendahuluan
Pada dekade
terakhir ini ditengah-tengah modernisme yang melaju begitu cepat, pergeseran
paradigma berpikir masyarakat pun terus bergerak progresif, masyarakat
berevolusi dari pola berpikir yang berdasarkan dogma, mitos dan takhayul
beralih menjadi semakin masyarakat yang rasional dan fungsional. Hal ini dapat
dilihat dari keteraturan spesikasi pekerjaan dalam struktur social dan
orientasi hidup yang lebih materialistis.
Kondisi
demikian menggugah penulis untuk merekonstruksi metodologi dakwah Islam dari dakwah
yang dogmatis menuju dakwah yang rasionalis. Dakwah dogmatis hanya akan membawa
umat pada fanatisme yang berlebihan tanpa memahami argumen teologis yang valid,
sehingga berimplikasi kepada terbukanya konflik social keagamaan yang akan
merusak tatanan demokrasi dan cita-cita masyarakat madani dalam masyarakat.
Dakwah rasionalis yang penulis maksudkan adalah upaya menyiarkan Islam dengan
perangkat keilmuan yang empirik untuk menghadirkan Islam secara objektif
kehadapan masyarakat. Pola dakwah ini diharapkan akan membangun kesadaran,
kecerdasan dan keadaban masyarakat.
Melalui
tulisan singkat ini, penulis ingin mengemukakan beberapa pokok pikiran penulis
dalam upaya merekonstruksi pola dan metodologi dakwah Islam yang dogamatis
menuju rasionalis. Harapan penulis, semoga sumbangsih yang kecil ini
bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umat manusia yang memiliki fitrah
ber-Tuhan pada umumnya.
II.
Pembahasan
Sejak
diturunkannya wahyu yang pertama kepada Nabi Muhammad SAW dan diikuti dengan
risalah kenabian yang lainnya, kewajiban untuk menyebarkan kebenaran yang
berasal dari Allah SWT menjadi tugas yang harus disebarkan kepada seluruh umat
manusia. Risalah kenabian Muhammad tidak saja disebarkan untuk masyarakat Arab,
tetapi juga bagi masyarakat umat manusia pada umumnya. Karena seruan-seruan
kepada kebenaran yang diamanatkan Allah ditujukan untuk manusia secara
universal. Inilah titik tolak dakwah Islam.
Hal diatas
memperjelas Islam sebagai sebuah agama missionary atau agama dakwah.
Kewajiban berdakwah bukanlah tugas Muhammad saja, namun juga merupakan tugas
yang secara turun-temurun diwarisi kepada setiap generasi muslim. Mulai dari
sahabat, tabi’in, tabi’ittabi’in dan ulama serta umat Islam hingga periode
terakhir ini. Tak heran jika kemudian dalam kurun terakhir ini hampir separuh
penduduk bumi memeluk agama Islam.
Ditengah
kesemarakkan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia ini, ada hal yang membuat
miris kita. Yaitu masih adanya metode pola praktik dakwah Islam yang
menghadirkan Islam secara dogmatis, disandarkan kepada mitos, takhayul dan
mengindentikkan Islam kepada hal yang beraroma mistik atau bahkan kuburan. Hal
ini terlihat di layar kaca hampir setiap hari. Tayangan mistik dibungkus dengan
petuah ustadz, sinetron islami dengan metafor siksaan, kuburan dan diselimuti
dengan nasehat dari sang kiyai.
Penulis secara
tegas tidak sepakat dengan pola dakwah yang seperti tergambar diatas. Menurut
penulis dakwah seperti itu tidak menghadirkan Islam secara komprehensif dan
proporsional. Islam memiliki dimensi yang luas tidak sebatas pada mistik dan
siksaan. Banyak sisi-sisi Islam yang tertutupi oleh tayangan itu. Akibatnya
masyarakat tidak mengenal Islam secara kaffah. Dakwah yang terformat
dalam tayangan mistik dan "kuburan" tidak mengangkat citra Islam
tetapi justru mendistorsi ajaran adiluhung Islam yang terfragmen dalam
al-Qur’an dan Hadits.
Untuk membagun
masyarakat yang cerdas dalam beragama, maka perlu ada metode yang cerdas pula
dalam menghadirkan Islam ketengah mereka. Metode dakwah karena itu harus
dirubah dengan mengarus utamakan dimensi rasionalitas Islam. Upaya inilah yang
mempertegas fungsi logika dalam dakwah. Dan penulis kira masyarakat yang
semakin modern ini pun mendambakan pendekatan (approach) yang menjunjung
tinggi peran dan fungsi akal dalam pemahaman keagamaan. Terasa ironis sekali
tentunya jika kemoderanan yang terus menggurita ini tidak diiringi dengan
kemoderenan dalam beragama.
Kemodernan
disini penulis identikkan dengan rasionalitas. Kemampuan manusia memanfaatkan
hasil olah teknologi mutakhir dalam kehidupan keagamaan seperti; televisi,
internet, dan telepon seluler, jika tidak diimbangi dengan kemampuan olah pikir
dalam menganalisa persoalan keagamaan tentu akan timpang. Fakta di atas tadi
adalah buktinya.
Logika sebagai
aturan hukum berpikir yang rasional dan logis, penulis kira sudah saatnya
dimanfaatkan sebagai sarana dakwah. Melalui hukum-hukum berpikir kita dapat
menganalisa perintah-perintah Allah, membangun preposisi yang valid dan
silogisme yang kuat. Metode logika akan membuka cakrawala berpikir masyarakat
menuju ber-Islam yang rasional. Apa yang dapat kita lakukan dengan menggunakan
logika dalam dakwah? Tentu saja banyak, penulis mengidentifikasi beberapa hal,
antara lain;
Pertama, Membangun sinergi antara Islam dengan penemuan teknologi
modern. Islam secara gamblang menyuruh umat manusia untuk mengelaborasi
tanda-tanda kekuasaan Allah yang tersebar di jagat raya ini. Dengan pendasaran
ini maka penemuan teknologi modern adalah penegasan akan kemahakuasaan Allah.
Hal ini memacu umat khususnya umat Islam untuk mengembangkan dan mengejar
ketertinggalan kita dengan dunia barat dalam meningkatkan derajat kemanusiaan
dalam bidang teknologi. Konsekwensi logis yang diemban para da’i adalah
menyebarkan doktrin pemuliaan Islam terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dakwah mereka diorientasikan untuk membangun masyarakat yang menguasai
teknologi.
Kedua, Membangun landasan moral etis dalam pengembangan kehidupan
kemanusiaan modern. Islam memberikan sandaran dalam penghormatan terhadap
nilai-nilai kemanusiaan. Relasi antara Islam dan Hak Asasi Manusia (HAM)
terfragmen dengan jelas dalam ajaran Islam. Ini terbukti dalam sejarah empirik
umat Islam seperti etika dalam berperang yang memberkan penghormatan terhadap
anak-anak, perempuan, orang tua, dan lingkungan. Para juru dakwah dalam hal ini
bertugas dalam mengeksplor landasan teologis dalam Hak Asasi Manusia. Ini dapat
dilakukan dengan rasionalisasi dogma Islam.
Ketiga, Merasionalisasikan urgensi spiritualitas ditengah-tengah
kisaran modernitas. Kehidupan beragama (spirituil) yang oleh banyak
filosof barat dianggap sebagai candu, perilaku orang gila, dan menjadikan
manusia tidak independen, kini sudah tak layak lagi didengungkan. Dunia
spiritual yang abstrak ternyata dapat dipahami secara rasional. Melalui kajian
ilmiah terbukti bahwa diri kita terdiri dari dua dimensi yaitu material dan
spiritual. Ini memperkuat argumen keselarasan spiritualitas dengan modernitas.
Analisis logis seperti inilah yang mestinya dilakukan oleh da’i dalam
menebarkan fragmentasi ajaran Islam. Sehingga masyarakat dapat menerima dengan
kesadaran rasional yang nyata bukan kesadaran palsu.
Keempat,
Logika sebagai ilmu mempertegas bahwa
dakwah Islam adalah sebuah proses kritis dari rationalitas intellection
berdasarkan sifatnya yang tidak dogmatis dan tidak berdasarkan sakralitas
tertentu. Dalam pengertian ini maka da’i berinteraksi dengan beragam tafsir
atas Islam, kemudian mendakwahkan kepada masyarakat. Proses yang tidak dogmatis
ini mensyaratkan da’i untuk mengajak masyarakat menyelami kedalaman
pemikirannya terhadap agama. Agama menjadi objek yang dikaji secara empiris dan
logis. Terlepas dari keyakinan akan kesempurnaan keagamaan kita terhadap Islam.
Kita mesti mengakui sisi-sisi lemah Islam secara historis sembari menyelaraskan
diri dengan ajaran yang terkonstruk dengan sempurna. Dengan cara ini sang da’i
akan mudah diterima masyarakat lintas keyakinan karena logis.
Beberapa
pemikiran diatas menurut hemat penulis akan merubah paradigma dakwah Islam.
Rekonstruksi ini jika dijalankan dengan konsisten, pada saatnya nanti akan
mengubah paradigma masyarakat sehingga memandang agama secara proporsional dan
rasional. Beragama secara rasional berarti mengkritisi doktrin keagamaan dengan
cermat, mempelajari dengan komprehensif, dan mengamalkan dengan penuh
pertimbangan yang rasional.
Dengan
demikian peranan logika dalam berdakwah adalah sangat penting. Dan pada tulisan
ini secara khusus penulis menkonstuksikan logika sebagai dasar pemahaman dakwah
keagamaan. Dasar ini mengandaikan fungsinya yang menyeluruh pada seluruh aspek
agama. Karena dakwah yang penulis maksud adalah dakwah yang rasional dan
menghadirkan Islam secara komprehensif tidak pada salah satu sisinya saja.
Inilah kiranya yang mengasah kebijaksanaan kita dalam memandang dakwah
Islamiyah.
III.
Penutup
Demikianlah
pemikiran penulis mengenai relasi logika dengan dakwah Islam. Sebagai manusia,
penulis merasa malu jika menganggap tulisan ini sempurna, karena kesempurnaan
hanya milik Allah SWT. Namun usaha penulis setidaknya menbawa manfaat,
terkhusus bagi penulis pribadi dan umat manusia secara umum.