Hukum Dan Adab Ziarah Kubur Bagi Wanita
(Analisis Yuridis dari
buku)
Muhammad Ali bin Ismail Piliang Al Medani
|
Ziarah kubur merupakan perkara
yang disyariatkan dalam agama kita dengan tujuan agar orang yang melakukannya
dapat mengambil pelajaran dengannya dan dapat mengingat akhirat. Syaratnya
adalah dengan tidak mengatakan di sisi kuburan tersebut ucapan-ucapan yang
bisa membuat Allah Subhanahu wa Ta'ala murka, seperti berdoa kepada si
‘penghuni’ kuburan, memohon pertolongan kepadanya, memberi tazkiyah (jaminan)
kepada penghuni kuburan, dan memastikan dia masuk Surga atau sejenisnya. (Ahkamul
Janaiz halaman 227)
Sebelum
kita berbicara tentang adab ziarah kubur bagi wanita, terlebih dahulu perlu
sekali kita tahu hukumnya. Boleh atau tidak? Sebab tidak ada gunannya kita
berbicara tentang adab bagi wanita kalau ternyata hukum syariat tidak
membolehkannya.
Sunnahnya Ziarah Kubur
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Dulu
aku pernah melarang kalian berziarah kubur, sekarang berziarahlah kalian.
Karena ziarah kubur akan mengingatkan kepada akhirat. Dan hendaklah berziarah
itu menambah kebaikan buat kalian. Maka barangsiapa yang ingin berziarah
silakan berziarah dan janganlah kalian mengatakan perkataan yang bathil
(hujran).”
(HR. Muslim, Abu Dawud, Al Baihaqi, An Nasa’i, dan Ahmad)
Imam
Nawawi rahimahullah berkata dalam Al Majmu’ 5/310 :
“Hujran artinya ucapan yang bathil. Larangan pertama (untuk ziarah kubur,
pent.) karena masih barunya mereka meninggalkan kejahiliyahan dan mungkin
karena mereka suka mengatakan ucapan jahiliyah. Maka ketika telah kokoh
dasar-dasar Islam, kuat hukum-hukumnya, dan menyebar tanda-tandanya,
dibolehkan berziarah bagi mereka.”
“Tidak
diragukan lagi bahwa apa yang dilakukan orang-orang awam dan selainnya ketika
berziarah dengan berdoa kepada si mayit, beristighatsah kepadanya, dan
meminta kepada Allah dengan haknya mayit adalah ucapan bathil (hujran) yang
paling besar. Maka wajib bagi ulama untuk menjelaskan hukum tentang itu. Juga
menjelaskan cara ziarah yang sesuai dengan syariat kepada mereka dan tujuan
ziarah itu.” Demikian yang ditegaskan oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah
dalam Ahkamul Janaiz halaman 227.
Imam
Shan’ani rahimahullah menyatakan dalam Subulus Salam
2/162 setelah menyebutkan hadits-hadits tentang ziarah dan hikmahnya :
“Semuanya menunjukkan disyariatkannya ziarah kubur dan menerangkan hikmahnya
yaitu untuk mengambil pelajaran … . Dan jika kosong dari hal ini (maka) tidak
terpenuhi tujuan syariat.”
Sebenarnya
masih banyak lagi hadits tentang ziarah kubur namun kami cukupkan penyebutan
satu hadits di atas.
Wanita Sama Dengan Pria Dalam Disunnahkannya Ziarah Kubur
Tentang
persamaan hukum ziarah kubur antara wanita dan pria ini, Asy Syaikh Al Albani
rahimahullah dalam Ahkamul Janaiz halaman 229 menyatakan
: [ Itu karena beberapa bentuk atau sisi :
Pertama, karena keumuman perintah Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam : “ … maka berziarahlah kalian ke kubur.”
Berarti wanita juga termasuk di dalamnya. Penjelasannnya, Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam tatkala melarang ziarah kubur pada awalnya tidak
diragukan lagi bahwa larangan itu juga mencakup pria dan wanita sekaligus.
Maka ketika beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : “Aku
dulu melarang kalian berziarah ke kubur.” Dipahami bahwa yang dimaukan
beliau adalah jenis pria dan wanita secara pasti. Dan beliau memberikan
khabar kepada mereka tentang awal kejadian dengan melarang pria dan wanita. Jika
perkaranya demikian, maka pasti ucapan kedua (yakni pembolehan) juga mencakup
jenis pria dan wanita. Dan yang menguatkan pendapat ini adalah lanjutan dari
hadits tersebut yang diriwayatkan oleh Muslim, yaitu : “Dulu aku melarang
kalian tentang daging sembelihan yang lewat tiga hari maka peganglah apa-apa
yang tampak pada kalian. Dulu aku juga melarang nabiz untuk diminum maka
minumlah sekarang semuanya dan jangan meminum yang memabukkan.” Saya
(Al Albani) katakan : Ucapan semua ini juga berlaku terhadap dua jenis (yakni
pria dan wanita) secara pasti, sebagaimana ucapan pertama : “Dulu aku
melarang kalian.” Jika ada yang berkata, ucapan dalam kalimat “sekarang
berziarahlah” adalah khusus untuk pria maka akan rusak susunan bahasa dan
keindahannya. Juga tidak pantas hal itu ditujukan kepada pemilik ucapan (Jawami’ul
Kalim) yang singkat padat ini. (Jawami’ul Kalim yakni Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam).
Kedua, saling berserikatnya para wanita
dengan pria dalam ‘illat (penyebabnya) yang karena itu disyariatkan
ziarah kubur yaitu dalam riwayat : “Karena ziarah kubur bisa melunakkan hati,
meneteskan air mata, dan mengingatkan kepada akhirat.”
Ketiga, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam membolehkan bagi wanita untuk berziarah ke kuburan. Dalam dua
hadits yang dihapal oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radliyallahu 'anha
disebutkan :
Dari
‘Abdullah bin Abi Mulaikah ia berkata : Sesungguhnya ‘Aisyah pulang dari
pekuburan pada suatu hari. Maka aku bertanya kepadanya : “Wahai Ummul
Mukminin, darimanakah engkau?” Ia menjawab : “Dari kuburan ‘Abdurrahman bin
Abi Bakar.” Maka aku katakan kepadanya : “Bukankah Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam melarang ziarah kubur?” Ia menjawab : “Benar, tapi kemudian
beliau menyuruh berziarah ke kubur.” (HR. Hakim, Al Baihaqi, Ibnu ‘Abdil Barr, Ibnu Majah,
dan Ibnu Abi Dunya. Al Hakim mendiamkan hadits ini. Adz Dzahabi berkata
shahih, Al Bushiri berkata dalam Az Zawaid 1/988 : Sanadnya shahih,
rijalnya tsiqat. Saya (Al Albani) berkata : Hadits ini keadaannya memang
seperti yang mereka berdua katakan)
Dari
Muhammad bin Qais bin Makramah bin Al Muththalib, ia berkata pada suatu hari
: Maukah kalian kuceritakan tentangku dan tentang ibuku? Maka kami mengira
dia memaksudkan ibu yang melahirkannya. Dia berkata : ’Aisyah pernah berkata
: “Maukah kalian aku ceritakan tentangku dan Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam?” Maka kami menjawab : “Tentu.” ‘Aisyah lalu
berkata : Ketika pada malam giliranku, beliau Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam ada bersamaku. Beliau berbalik meletakkan selendang dan melepaskan
dua sandalnya serta meletakkannya di bawah kakinya. Kemudian membentangkan
ujung sarungnya di atas tempat tidur. Lalu berbaring. Tidak berapa lama
setelah itu beliau mengira aku telah tidur. Maka beliau memakai selendang dan
sandalnya secara pelan-pelan. Setelah itu beliau membuka pintu dan menutupnya
kembali dengan pelan. Maka akupun melepas pakaian rumah dan memakai tutup
kepala serta bertopeng dengan sarungku. Lalu pergi membuntuti beliau sampai
tiba di Baqi’. Beliau tegak dengan lama di tempat itu dan mengangkat kedua
tangannya tiga kali. Kemudian beliau berpaling (berbalik untuk kembali ke
rumah), akupun berpaling. Beliau berjalan cepat, aku juga berjalan cepat.
Beliau berlari, aku juga berlari. Hingga beliau akan sampai (ke rumah), aku
juga demikian. Maka akupun mendahului beliau lalu masuk ke rumah dan
berbaring. Kemudian beliau masuk dan berkata : “Ada apa denganmu, wahai
‘Aisyah? Seakan-akan isi perutmu terangkat karena berlari cepat?” Aku
menjawab : “Tidak ada apa-apa wahai Rasulullah.” Beliau berkata : “Engkau
katakan atau Allah yang akan menceritakan sebenarnya kepadaku.” Aku
berkata : “Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku.” Maka aku ceritakan
kejadiannya. Beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berkata : “Berarti
engkau benda hitam yang kulihat di depanku tadi?” Aku menjawab : “Benar.”
Maka beliau memukul dadaku dengan pukulan yang menyakitkanku, lalu beliau
bersabda : “Apakah engkau mengira Allah akan berbuat aniaya kepadamu dan
Rasul-Nya juga berbuat demikian?” Aku berkata : “Bagaimanapun
disembunyikan oleh manusia akan diketahui juga oleh Allah.” Beliau
berkata : “Jibril mendatangiku kemudian memanggilku maka aku menjawabnya.
Dan dia tidak mau masuk karena ada engkau karena engkau sudah melepas
pakaianmu. Aku mengira engkau telah tidur dan aku tidak suka membangunkanmu.
Aku khawatir engkau merasa tidak senang. Maka Jibril berkata : ‘Sesungguhnya
Rabbmu menyuruhmu datang ke penghuni Baqi’ dan memohonkan ampun untuk
mereka’.”
Aku
(‘Aisyah) berkata : “Apa yang harus aku ucapkan kepada mereka (penghuni
kuburan) wahai Rasulullah?” Beliau menjawab : “Katakanlah :
Semoga
keselamatan tercurah bagi para penghuni kuburan ini dari kalangan Mukminin dan
Muslimin. Dan semoga Allah merahmati orang yang terdahulu dan orang yang
belakangan dari kita. Dan kami Insya Allah akan menyusul kalian.” (HR. Muslim, An Nasa’i,
Abdurrazzaq, dan Ahmad)
Hadits
ini dijadikan dalil oleh Al Hafidh dalam At Talkhish 5/248
tentang bolehnya berziarah bagi wanita. Dan ini adalah dhahir hadits. Hadits
ini menguatkan pendapat bahwasanya rukhshah untuk berziarah kubur setelah
sebelumnya dilarang juga mencakup para wanita. Dan kisah itu terjadi di
Madinah karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam telah tinggal
bersama ‘Aisyah. Sedangkan larangan ziarah kubur terjadi ketika masih di
Makkah. Kita tetap menegaskan hal ini walau kita tidak tahu sejarah yang
menguatkannya karena kesimpulan yang benar menguatkan hal tersebut yaitu
ucapan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam : “Dulu aku melarang
kalian.” Sabda Nabi ini tidak bisa dipahami bahwa larangan ziarah kubur
ditetapkan di Madinah bukan di Makkah yang memang di sana kebanyakan yang
disyariatkan adalah hukum-hukum yang berkaitan dengan tauhid dan akidah. Dan
larangan ziarah ketika itu adalah untuk menutup pintu bahaya (saddudz
dzari’ah) menuju kesyirikan dan jelas dicetuskan ketika periode Mekkah
sebab para shahabat baru meninggalkan jahiliyah dan baru masuk Islam. Hingga
ketika tauhid telah kokoh di dalam hati-hati mereka dan setelah mereka tahu
jenis-jenis syirik yang mengakibatkan kerusakan tauhid maka setelah itu
beliaupun membolehkan ziarah kubur. Adapun kalau beliau membiarkan mereka
selama periode Makkah dalam kebiasaan mereka berziarah kemudian beliau
melarang mereka untuk melakukan hal itu di Madinah maka ini jauh sekali dari
hikmah syariat. Oleh karena itu kita menetapkan bahwa larangan tersebut
dilontarkan ketika masih di Makkah. Jika demikian maka ijin beliau kepada
‘Aisyah untuk berziarah di Madinah adalah dalil yang jelas tentang apa yang
kita sebutkan.
Perhatikanlah,
karena hal itu membuat sesuatu dalam hati. Dan saya (Al Albani) belum melihat
ada yang mensyarah seperti ini. Jika saya benar itu dari Allah, jika salah
dari diriku.
Keempat, ucapan Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam kepada seorang wanita yang beliau lihat berada di sisi
kuburan, dalam hadits Anas radliyallahu 'anhu :
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pernah melewati seorang wanita yang menangis di
sisi kuburan maka beliau bersabda : “Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah
… .” (HR.
Bukhari dan lain-lain)
Al
Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam Fathul Bari
: “Sisi yang dijadikan argumen dari hadits ini adalah beliau Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam tidak mengingkari duduknya wanita tersebut di sisi
kuburan dan ucapan beliau adalah hujjah.”
Dalam Al
Umdah 3/76, Al ‘Aini rahimahullah berkata : “Dalam hadits
ini ada pembolehan ziarah kubur secara mutlak. Sama saja apakah yang
berziarah pria atau wanita dan apakah yang diziarahi Muslim atau kafir.
Karena tidak adanya pemisahan dalam hal itu.” Al Hafidh juga menyebutkan
demikian di akhir ucapannya tentang hadits di atas.
Imam
Nawawi rahimahullah mengatakan bahwasanya Jumhur berpendapat ‘boleh’
yakni ziarah kubur bagi wanita. Pengarang Al Hawi (Abul Hasan
Al Mawardi rahimahullah) berkata : “Tidak boleh menziarahi kuburan
orang kafir.” Dan ini adalah pendapat yang salah. ] (Ahkamul
Janaiz halaman 229-234)
Syaikh
Mushthafa Al Adawi hafidhahullah dalam Jami’ Ahkamin Nisa’
setelah membawakan alasan kedua belah pihak (yang melarang dan yang
membolehkan ziarah kubur bagi wanita) berkata : [ Kesimpulan dalam hal
ini --dan ilmunya hanya pada Allah-- dan melihat dalil-dalil yang membolehkan
dan melarang adalah kita berpendapat sebagai berikut :
Pertama : Hadits-hadits yang membolehkan
lebih shahih daripada hadits-hadits yang melarang. Dan tidak ada hadits yang
kuat dalam melarang kecuali hadits :
“Semoga
Allah melaknat wanita-wanita yang sering ziarah kubur.”
Kedua : Telah diterangkan bahwa lafadh ‘zawwarat’
maknanya adalah wanita yang sering ziarah kubur, maka tidak termasuk di
dalamnya wanita yang hanya berziarah sekali-kali.
Ketiga : Hadits : “Semoga Allah
melaknat wanita-wanita yang sering ziarah kubur.” Disebutkan oleh
sebagian ulama bahwa hadits ini telah mansukh (dihapus) dengan hadits
: “Dulu aku pernah melarang kalian berziarah ke kubur, sekarang
berziarahlah, karena ziarah kubur akan mengingatkan kepada akhirat.” Dan
wanita jelas juga butuh mengingat akhirat seperti pria.
Keempat : Apa yang dipahami oleh ‘Aisyah radliyallahu
'anha dan dia adalah seorang wanita --bahkan ibu para wanita dan ibu kita
(kaum pria)-- yang perintah berkaitan dengan mereka (para wanita) juga
menerangkan bahwa Rasulullah mengajarkan apa yang harus diucapkannya jika
datang ke kuburan. Dan ‘Aisyah sendiri juga berziarah ke kubur saudaranya.
Semua ini menunjukkan bolehnya seorang wanita berziarah ke kubur dan ini
menguatkan pendapat yang membolehkan itu. Wallahu A’lam. ] (Jami’
Ahkamin Nisa’ 1/580)
LARANGAN BAGI WANITA UNTUK SERING-SERING BERZIARAH
Syaikh
Al Albani menyebutkan : [ Akan tetapi tidak boleh bagi para wanita
untuk sering-sering berziarah kubur karena itu akan membawa kepada hal-hal
yang melanggar syariat, seperti : Berteriak-teriak, tabaruj, menjadikan kubur
sebagai tempat pertemuan, dan menyia-nyiakan waktu dengan ucapan-ucapan yang
sia-sia sebagaimana tampak pada hari ini di sebagian negeri kaum Muslimin.
Insya Allah inilah yang dimaukan dalam hadits yang masyhur :
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (dalam riwayat lain : Allah) melaknat
wanita-wanita yang sering berziarah ke kubur. (Hadits ini diriwayatkan dari
beberapa shahabat seperti Abu Hurairah, Hasan bin Tsabit, dan ‘Abdullah bin
Abbas radliyallahu 'anhum. Diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah, dan
lain-lain)
Imam
Tirmidzi rahimahullah berkata : “Hadits ini hasan shahih.” Sebagian
ulama berpendapat bahwa ini sebelum dibolehkannya berziarah oleh Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam. Ketika ziarah kubur telah diperbolehkan maka masuk
dalam kebolehan itu pria dan wanita. Sebagian mereka (ulama) berkata bahwa
beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam memakruhkan wanita untuk berziarah
karena kurangnya kesabaran mereka dan sukanya mereka berkeluh kesah. ]
Setelah
Syaikh Al Albani rahimahullah membahas tentang lafadh dan
beliau berkata : [ Dari takhrij
hadits jelas bahwa yang lebih kuat adalah lafadh (yakni
wanita yang sering ziarah).
Jika
masalahnya demikian, lafadh ini (wanita yang sering ziarah) menunjukkan bahwa
yang dilaknat hanyalah wanita yang banyak ziarah sedangkan wanita yang tidak
sering ziarah tidak terkena laknat. Maka tidak boleh hadits yang khusus ini
membantah hadits-hadits umum yang menunjukkan disunnahkannya ziarah kubur
bagi wanita. Masing-masing dari hadits-hadits tersebut diamalkan pada
tempatnya. Cara penjama’an (dikompromikan) ini lebih bagus daripada cara naskh
(penghapusan salah satunya), dengan cara seperti ini segolongan ulama
berpendapat.
Imam
Qurthubi rahimahullah berkata : “Laknat yang tersebut dalam hadits
adalah bagi wanita yang sering berziarah larena bentuk katanya demikian.
Mungkin sebab yang membawa ke sana adalah wanita itu akan menyia-nyiakan hak
suami dan bertabaruj serta timbulnya suara jeritan dan sejenisnya. Ada yang
berkata : ‘Jika telah aman semua itu, tidak ada halangan untuk mengijinkan
mereka karena mengingat mati dibutuhkan oleh pria dan wanita’.”
Dalam Nailul
Authar 4/95 Imam As Syaukani rahimahullah berkata : “Dan ini
adalah ucapan yang pantas untuk dijadikan pegangan di dalam mengkompromikan
hadits-hadits yang bertentangan dalam bab ini secara dhahirnya.” ] (Ahkamul
Janaiz 235-237)
Telah
berkata Syaikh Mushthafa Al Adawi hafidhahullah : [ Perhatikan
:
1. Jika diketahui dari keadaan para
wanita kalau mereka pergi ke kubur akan berteriak-teriak, meratap-ratap, dan
melakukan bid’ah dan keharaman maka haram ketika itu bagi mereka untuk
berziarah ke kubur. Menolak bahaya lebih didahulukan daripada mendapatkan
kebaikan.
2. Jika diketahui dari keadaan mereka
yang demikian itu bahwa kalau mereka pergi ziarah ke sebagian orang yang
dianggap shalih dan wali Allah mereka akan melakukan permohonan untuk
dihilangkan bahaya, menunaikan keperluan, dan menghilangkan kesusahan serta
yang sejenisnya maka ini adalah syirik. Dan ketika itu diharamkan bagi para
wanita untuk berziarah.
3. Jika para wanita pergi dengan
tabaruj dan menggunakan parfum maka juga haram bagi mereka untuk keluar
ziarah.
4. Jika para wanita mengkhususkan
untuk berziarah ke kubur pada hari itu sebagaimana yang terjadi dengan
mengkhususkan hari Jum’at dan hari-hari besar atau sejenisnya maka ini
termasuk bid’ah yang Allah tidak menurunkan keterangan atasnya. Semoga Allah
memberikan bimbingan untuk kita dalam mengikuti Al Qur’an dan Sunnah Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam. ] (Jami’ Ahkamin Nisa’ 1/581)
Dari
keterangan-keterangan di atas jelas bagi kita bahwa dibolehkan bagi para
wanita untuk ziarah kubur dengan adab-adab sebagai berikut :
1. Tidak sering-sering.
2. Tanpa bertabaruj.
3. Tidak mengeluarkan kata-kata yang
salah, seperti meratap, menjerit-jerit, terlebih lagi melakukan kesyirikan
seperti meminta kepada si mayit, beristighatsah kepadanya, dan lain-lain.
4. Menunaikan adab seperti adab
wanita Muslimah keluar rumah.
5. Mengambil pelajaran dan untuk
mengingat akhirat. Dan dibolehkan bagi wanita berziarah ke kuburan
keluarganya yang kafir hanya untuk mengambil pelajaran dengan dalil :
Dari
Abu Hurairah radliyallahu 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
berziarah ke kubur ibunya. Kemudian beliau menangis dan tangisan itu membuat
orang di sekitarnya ikut menangis. Beliau berkata : “Aku memohon ijin kepada
Allah untuk memohonkan ampunan bagi ibuku tapi Allah menolaknya. Dan aku
meminta ijin untuk menziarahi kuburnya maka diijinkan. Berziarahlah kalian ke
kubur karena itu akan mengingatkan kepada mati.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Nasa’i,
Ibnu Majah, dan lain-lain)
6. Tidak melakukan bid’ah-bid’ah
seperti :
a. Berziarah dengan dikhususkan hari-harinya.
b. Tegak di depan kubur dan meletakkan tangan seperti
orang shalat kemudian duduk.
c. Tayammum untuk berziarah.
d. Membaca Al Fatihah untuk si mayit.
e. Membaca surat Yasin untuk si mayit.
f. Bertahlil ketika melewati kubur.
g. Kirim salam kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam melalui orang yang berziarah ke kubur beliau.
h. Menghadiahkan pahala kepada si mayit.
i. Menghadiahkan pahala kepada Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam.
j. Dan lain-lain, yang jelas kalau
tidak dicontohkan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam ibadah
jangan dilakukan.
7. Jika menziarahi kuburan orang
kafir jangan mengucapkan salam tapi memberikan kabar dengan neraka kepadanya.
Dengan dalil sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam :
“Di
mana saja engkau melewati kuburan orang kafir berikan kabar gembira dengan
neraka kepadanya.”
(Lihat As Shahihah : 18)
8. Tidak berjalan di antara kuburan
Muslim dengan memakai sandal berdasarkan hadits Basyir bin Khushashiyah yaitu
ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam melihat ada yang memakai
sandal, beliau bersabda :
“Wahai
yang memakai sandal dari kulit lemparkanlah keduanya!” Maka orang itu
melihat, ketika dia tahu bahwa itu adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam dia lepaskan sandalnya dan melemparkan keduanya. (HR. Ashhabus Sunan)
Al
Hafidh berkata dalam Fathul Bari 3/160 : “Hadits ini
menunjukkan makruhnya berjalan di antara kuburan dengan memakai sandal. Ibnu
Hazm telah melakukan keganjilan dengan menyatakan diharamkan berjalan di
antara kuburan dengan memakai sandal kulit, adapun yang selain itu boleh! Ini
adalah kedangkalan berfikir (jumud) yang parah.” (Ahkamul Janaiz
halaman 252)
TUJUAN ZIARAH KUBUR
Ziarah
kubur memiliki dua tujuan, yaitu :
Pertama,
penziarah mengambil manfaat dengan mengingat mati dan orang yang mati. Dan
tempat mereka ke Surga atau ke neraka.
Kedua,
si mayit mendapat kebaikan dengan perbuatan baik dan salam untuknya serta
mendapat doa permohonan ampunan. Dan ini khusus untuk mayat yang Muslim. (Ahkamul
Janaiz halaman 239)
DOA-DOA ZIARAH KUBUR
Ada
beberapa doa yang shahih yang dituntunkan untuk diucapkan ketika berziarah ke
kubur, namun kami cukupkan dengan menyebutkan dua saja di antaranya :
“Semoga
keselamatan tercurah bagi kalian wahai penghuni tempat kaum Mukminin. Kami
dan kalian serta apa yang dijanjikan besok adalah orang yang ditangguhkan.
Dan kami insya Allah akan menyusul kalian. Ya Allah ampunilah penghuni kubur
… .” (HR.
Muslim, Nasa’i, dan lain-lain)
“Semoga
keselamatan tercurah kepada penghuni kubur ini dari kalangan Mukminin dan
Muslimin dan semoga Allah merahmati orang yang telah duluan dari kami dan
yang belakangan dan kami insya Allah akan menyusul kalian.” (HR. Muslim dan lain-lain)
(Lihat
Ahkamul Janaiz halaman 239-240)
Wallahu
A’lam Bis Shawab.Ditulis Muhammad Hadidi Jurusan Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang
|