Berbakti Kepada Kedua Orang Tua
penulis
Muhammad Hadidi
Mahasiswa Syariah
Universitas Muhammadiyah Malang
Ayah dan ibu adalah dua orang yang
sangat berjasa kepada kita. Lewat keduanyalah kita terlahir di dunia ini.
Keduanya menjadi sebab seorang anak bisa mencapai Surga. Do’a mereka ampuh.
Kutukannya juga manjur. Namun betapa banyak sekarang ini kita jumpai
anak-anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya. Panti jompo menjamur di
mana-mana, ini menunjukkan tidak mengertinya sang anak akan 'harga'
kedua orang tua. Mereka titipkan kedua orang tuanya di sana dalam keadaan
sengsara dan kesepian melewati masa-masa tuanya, sementara mereka
bersenang-senang di rumah mewah. Kejadian seperti ini juga akibat kesalahan
orang tua yang tidak memberikan pendidikan agama kepada anaknya.
Nash
yang berbicara tentang perintah dan anjuran berbuat baik kepada kedua orang
tua :
Dari
Al Qur’anul Karim
Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman :
“Beribadahlah
kalian kepada Allah dan janganlah mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan
berbuat baiklah kepada kedua orang tua … .” (An Nisa’ : 36)
Imam
Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat di atas : “Kemudian
(setelah menyuruh bertauhid, pent.) Allah Subhanahu wa Ta'ala memberi
wasiat untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. Karena Allah menjadikan
mereka berdua sebagai sebab keluarnya engkau dari ‘tidak ada’ menjadi ‘ada’.
Dan banyak sekali Allah menggandengkan perintah beribadah kepada-Nya dengan
berbuat baik kepada kedua orang tua.”
Katakanlah
: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Rabb kalian, yaitu
janganlah mempersekutukan sesuatu dengan Dia dan berbuat baiklah terhadap
kedua orang tua.”
(Al An’am : 151)
Dan
Rabbmu telah memerintahkan supaya kalian jangan beribadah kecuali kepada-Nya
dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang di antara keduanya atau keduanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu maka sekali-kali janganlah mengatakan kepada keduanya
perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya dan ucapkanlah kepada
keduanya ucapan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah : “Wahai Rabbku, kasihilah mereka
berdua sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (Al Isra’ : 23-24)
“Dan
Kami wajibkan manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. Dan jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya
kepada-Ku-lah kalian kembali lalu Aku khabarkan kepada kalian apa yang telah
kalian kerjakan.”
(Al Ankabut : 8)
Dan
ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya : “Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan-Nya itu adalah kedhaliman yang besar.” Dan Kami perintahkan
kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam
dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya
kepada-Ku-lah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu maka janganlah
kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku-lah
kalian kembali maka Ku-beritahukan kepada kalian apa yang telah kalian
kerjakan.
(Luqman : 13-15)
Kami
perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya,
ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah
payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabila dia dewasa dan umurnya telah sampai empat puluh tahun, ia
berdoa : “Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah
Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan supaya aku dapat
berbuat amal shalih yang Engkau ridlai, berilah kebaikan kepadaku dengan
memberi kebaikan kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku termasuk orang yang
berserah diri.” Mereka inilah orang-orang yang Kami terima dari mereka amalan
yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan
mereka bersama penghuni-penghuni Surga sebagai janji yang benar yang telah
dijanjikan kepada mereka.
(Al Ahqaf : 15-16)
Ayat-ayat
Allah Subhanahu wa Ta'ala yang agung di atas memberikan pelajaran
kepada kita betapa besarnya kedudukan kedua orang tua. Kita wajib mematuhi
keduanya selama keduanya menyuruh kepada kebaikan dan ketaatan kepada Allah.
Dari
Hadits-Hadits Khairul Anam (Rasulullah, ed.) Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
Dari
Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radliyallahu 'anhuma bahwa Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : “Ridla Allah terletak pada ridla
orang tua. Dan kemarahan Allah terletak pada kemarahan orang tua.” (HR. Tirmidzi 1899, dishahihkan
Asy Syaikh Al Albani)
‘Abdullah
bin ‘Amr bin Al ‘Ash berkata : Datang seseorang kepada Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam kemudian dia meminta ijin kepada beliau untuk berjihad.
Maka beliau bersabda : “Apakah kedua orang tuamu masih ada?” Orang itu
berkata : “Ya!” Beliau bersabda :
“Maka
kepada keduanya, berjihadlah engkau.” (HR. Bukhari nomor 5972 dan Muslim nomor 2549)
Masih
dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash ia berkata : Seorang lelaki datang kepada
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam kemudian berkata : “Aku datang
untuk berbaiat kepadamu untuk hijrah dan aku tinggalkan kedua orang tuaku
dalam keadaan menangis.” Mendengar hal itu, Nabi bersabda :
“Kembalilah
engkau kepada keduanya. Maka buatlah keduanya tertawa sebagaimana sebelumnya
engkau telah membuatnya menangis.” (HR. Abu Dawud nomor 2528 dan dishahihkan Asy Syaikh
Al Albani dalam Shahih Abu Dawud nomor 2205)
Dari
Abu Hurairah radliyallahu 'anhu, ia berkata : Seorang lelaki datang kepada
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, kemudian berkata : “Wahai
Rasulullah, siapakah manusia yang paling berhak aku sikapi dengan baik?”
Beliau bersabda : “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi : “Kemudian siapa?” Beliau
menjawab : “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi : “Kemudian siapa?” Beliau
menjawab : “Ibumu.” Lalu orang itu bertanya lagi : “Kemudian siapa?” Beliau
berkata : “Ayahmu.”
(HR. Bukhari nomor 5971 dan Muslim nomor 2548)
Abu
Hurairah radliyallahu 'anhu berkata : Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Seorang
anak tidak bisa membalas kebaikan orang tuanya kecuali jika dia mendapati
orang tuanya sebagai budak, kemudian ia beli dan membebaskannya.” (HR. Muslim nomor 1510)
Dari
‘Abdullah bin Mas’ud radliyallahu 'anhu, ia berkata : Aku pernah bertanya
kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam : “Amalan apakah yang paling
disukai Allah?” Beliau menjawab : “Shalat tepat pada waktunya.” Aku katakan :
“Kemudian apa?” Beliau menjawab : “Birrul Walidain (berbuat baik kepada orang
tua).” Aku katakan : “Lalu apa?” Beliau menjawab : “Jihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari nomor 5970 dan
Muslim nomor 139)
‘Abdullah
bin Mas’ud radliyallahu 'anhu berkata : Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Semoga
terhina, semoga terhina, semoga terhina, orang yang mendapati kedua orang
tuanya telah tua salah satunya atau keduanya tapi dia tidak bisa masuk Surga
(karena keduanya, pent.).”
(HR. Muslim nomor 2551)
Dalam
hadits ini Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mendoakan orang
seperti itu agar terhina, maka bagaimana lagi kalau Nabi sudah berdoa?
Hadits-Hadits
Yang Melarang Berbuat Durhaka Kepada Kedua Orang Tua
Dari
‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radliyallahu 'anhu, ia berkata :
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Tiga
orang yang tidak akan dilihat Allah di hari kiamat adalah orang yang durhaka
kepada kedua orang tuanya, wanita yang menyerupai laki-laki, dan dayyuts
(pria yang membiarkan istrinya bermaksiat). Dan tiga jenis orang yang tidak
masuk Surga adalah orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, peminum
(pecandu) khamr, dan pengungkit-ungkit pemberian bila diberi.” (Lihat Shahihul Jami’
nomor 3066 dan Ash Shahihah nomor 674)
Dari
Mughirah bin Syu’bah radliyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Sesungguhnya
Allah mengharamkan atas kalian durhaka kepada para ibu, mengubur anak wanita
hidup-hidup, tidak mau menunaikan yang wajib, dan mengambil yang bukan haknya
dari barang milik orang lain.”
(HR. Bukhari nomor 5975 dan Muslim nomor 539)
Abu
Bakrah menceritakan, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
bersabda : “Maukah kalian aku beritahukan tentang dosa besar yang paling
besar?” (Beliau mengulanginya sampai tiga kali). Maka kami berkata : “Tentu,
wahai Rasulullah!” Beliau bersabda : “Menyekutukan Allah dan durhaka kepada
kedua orang tua.” Ketika itu beliau bersandar kemudian duduk sambil berkata :
“Ketahuilah begitu juga dengan ucapan dusta dan saksi dusta.” Beliau terus
mengulang-ulangnya hingga kami berkata : “Semoga beliau diam.” (HR. Bukhari nomor 2653 dan
Muslim nomor 87)
Dari
Muadz bin Jabbal radliyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam memberiku sepuluh wasiat, beliau bersabda : “Janganlah
engkau mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun walau engkau dibunuh dan
dibakar hidup-hidup, jangan sekali-kali engkau durhaka kepada kedua orang
tuamu walau keduanya menyuruhmu keluar dari keluargamu dan hartamu … .” (HR.
Ahmad, dihasankan Asy Syaikh Al Albani dalam Shahihut Targhib nomor
567)
Contoh
Dari Para Nabi
Ketika
menuju Hudaibiyah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam melewati
daerah bernama Abwa’ yang di tempat itu ibunya dikuburkan. Saat itu beliau
ditemani oleh para shahabat dan pasukan yang berjumlah seribu penunggang kuda
berbaju besi. Maka beliau menyempatkan ziarah ke kubur ibunya dan menangis
sehingga para shahabat di sekitar beliau ikut menangis. Beliau bersabda :
“Aku
meminta ijin kepada Rabbku agar diperbolehkan memohonkan ampun untuk ibuku.
Tapi Dia tidak mengijinkan. Dan aku meminta ijin untuk menziarahinya dan
diijinkan. Maka ziarahilah kubur karena itu akan mengingatkan kalian kepada
akhirat.” (HR.
Muslim nomor 976 dan Abu Dawud nomor 3234 dan lain-lain)
Subhanallah, rasa kasih dan sayang Nabi kita Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam muncul ketika melewati tempat dikuburnya sang ibu yang
wafat pada saat usia beliau masih kanak-kanak, empat tahun. Oleh karena itu
beliau menangis. Dan tangis beliau membuat seribu pasukan ikut menangis. (Dari
kitab Wabil Walidaini Ihsana, karya Su’ad Muhammad halaman 32)
Nabi
Ibrahim ‘Alaihis Salam, bapaknya para Nabi begitu lemah lembut
menasehati dan mendakwahi ayahnya kepada hidayah walau sang ayah telah
menyakitinya. Allah Subhanahu wa Ta'ala menceritakan ucapan Nabi
Ibrahim ‘Alaihis Salam kepada ayahnya :
“Wahai
ayahku, sesungguhnya telah datang padaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak
datang kepadamu, maka ikutilah aku. Niscaya aku akan menunjukkan kepadamu
jalan yang lurus.”
(Maryam : 43)
“Wahai
ayahku, sesungguhnya aku khawatir engkau akan ditimpa adzab dari Tuhan Yang
Maha Pemurah, maka engkau menjadi kawan bagi syaithan.” (Maryam : 45)
Kata ‘ya
abati’ adalah kata yang paling tinggi dalam penghormatan kepada ayah. Dan
dengan kata ini, Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam berbicara dengan ayahnya.
Mengapa
Engkau Menyembunyikan Kebaikan?
Berbuat
baik kepada kedua orang tua adalah sikap yang mulia. Keutamaan keduanya telah
lewat keterangannya. Ingatlah ketika engkau lemah.
Wahai
Rabbku! Rahmatilah keduanya sebagaimana keduanya telah menyayangiku di waktu
kecil.
Ibumu
telah mengandungmu di perutnya selama sembilan bulan dalam penderitaan yang
berganda. Ia mengandungmu dalam keadaan susah dan melahirkanmu dalam keadaan
payah. Umurmu yang bertambah semakin menambah berat baginya. Ketika
melahirkanmu seakan-akan kematian ada di depan matanya. Tapi ketika dia
melihatmu di sisinya, sirnalah dengan cepat semua rasa sakit dan susahnya. Ia
gantungkan padamu semua harapannya … . Ia melihat padamu ada cahaya hidup dan
keindahannya … .
Kemudian
ibumu sibuk melayanimu siang malam. Ia korbankan kesehatannya untukmu. Air
susunya menjadi makananmu … . Pelukannya menjadi rumahmu. Tangan, punggung,
dan dadanya menjadi tempat tungganganmu. Ia menjaga dan mengawasimu. Ia rela
lapar asal engkau kenyang. Rela begadang asal engkau tidur. Ia sangat cinta
dan sayang padamu.
Jika ia
hilang darimu, engkau memanggilnya. Jika kau tertimpa sesuatu yang
menyusahkan, kau minta tolong padanya. Dalam anggapanmu, setiap kebaikan ada
padanya. Engkau anggap bahaya tidak akan menimpamu jika engkau dalam
pelukannya atau kalau ia memperhatikanmu.
Adapun
ayahmu, karena kamu, ia menjadi penakut dan kikir. Ia berusaha untukmu. Agar
engkau tidak tersakiti, ia berpindah-pindah bepergian jauh. Ia tempuh daerah
datar dan tinggi sambil menghadapi bahaya. Hanya untuk mencari sesuap nasi
kehidupan untuk diberikan padamu. Ia merawat dan mendidikmu. Jika engkau
datang padanya, engkau merasa senang dan ia pun senang. Jika ia keluar,
engkau merasa bergantung padanya. Jika ia pulang, engkau peluk pinggangnya
dengan erat … . Kau takut-takuti orang dengan ayahmu. Dan kau ancam mereka
dengan perbuataan ayahmu … .
Itulah
mereka berdua dan itu masa bayi dan kecilmu, maka mengapa engkau enggan
berbuat baik? Mengapa engkau jadi kaku dan kasar? Seakan-akan hanya engkau
yang diberi nikmat.
Sesungguhnya
perangai yang jahat dan kecelakaan serta kerugian kalau orang tua dikejutkan
dengan perbuatan anak yang enggan berbuat baik kepada mereka. Keduanya telah
berbuat baik, tapi orang yang celaka ini pura-pura lupa kelemahan dan masa
kecilnya. Dia merasa sombong dengan keadaan dan keahliannya. Dia tertipu
dengan ilmu dan wawasannya. Menyombongkan wibawa dan kedudukannya. Dia
menyakiti ibunya dengan kata-kata yang pedas dan gerutu. Menyikapi keduanya
dengan jelek dan dengan ucapan yang keji. Dia bentak dan hardik keduanya.
Bahkan kadang-kadang dia tega menampar dan menendang keduanya. Keduanya
berharap sang anak hidup, tapi sang anak berharap keduanya cepat mati.
Seakan-akan keduanya berharap jadi pasangan yang mandul saja dulunya.
Rasa
Hormat Menangisi Keduanya
Hai
orang yang celaka! Bukankah kalau telah tua keduanya butuh kepadamu? Tapi kau
sia-siakan mereka?! Kau lebih mendahulukan yang lain dari keduanya dalam
berbuat baik. Dan kau lupakan keduanya … . Apakah kau tidak tahu bahwa orang
yang berbuat baik kepada kedua orang tua nantinya akan ditaati oleh anaknya?
Dan sebaliknya kalau dia durhaka kepada kedua orang tuanya, anaknya nanti
juga akan durhaka kepadanya. Kau juga nantinya akan butuh kepada kebaikan
anak-anakmu. Dan mereka akan memperlakukanmu seperti perlakuanmu kepada
kedua orang tuamu. Sebagaimana engkau bersikap, demikian juga engkau disikapi.
Dan balasan itu karena amalan. (Dinukil dari Wabil Walidaini Ihsana
halaman 37-39)
Dikisahkan,
suatu hari ada seorang ayah yang tua diajak pergi ke sebuah lembah oleh
anaknya. Ketika sampai di lembah sunyi itu, sang anak berkata : “Wahai ayah,
aku akan menyembelihmu di sini.” (Subhanallah, anak menyembelih
anaknya!!) Maka sang ayah berkata : “Wahai anakku, sebelum engkau
menyembelihku, kuberitahukan kepadamu bahwa dulu aku pernah menyembelih
ayahku di sini!” (Dinukil dari kaset Hakadza ‘Allamatnil Hayah)
Memang …
.
“Bagaimana
engkau bersikap, demikian engkau akan disikapi.”
Beberapa
Contoh Dari Para Salaf
Ibnul
Munkadir berkata : “Saudaraku ‘Umar menghabiskan malamnya dengan shalat, tapi
aku menghabiskan malamku dengan mengurut kaki ibuku. Dan malamku dengan
seperti itu lebih aku sukai dari malam saudaraku itu.” (Dari kitab Siyar
A’lamin Nubala’ 5/405)
Ibnul
Hasan At Tamimi ingin membunuh seekor kalajengking tapi ternyata hewan itu
masuk ke lubang. Maka Ibnul Hasan memasukkan jarinya ke lubang itu untuk
membunuhnya, akhirnya dia disengat. Maka ada yang bertanya kepadanya. Dia
menjawab : “Aku takut kalau hewan itu keluar dan menyengat ibuku.” (Siyar
A’lamun Nubala’ 541)
Ibnu
‘Aun Al Muzani pernah dipanggil ibunya maka suaranya mengalahkan suara ibunya
(lebih tinggi). Karena perbuatan tersebut, dia membebaskan dua budak. Qurrah
bin Khal berkata : “Kami ketika itu kagum kepada sifat wara’-nya
Muhammad bin Sirrin, maka perbuatan Ibnu ‘Aun membuat kami lupa kepadanya.” (Tahdzib
Siyar A’lamin Nubala’ 544)
‘Abdullah
bin Ja’far bin Khaqun Al Marwadzi berkata : “Aku hendak keluar (setelah
mengumpulkan hadits Bashrah) namun ibuku melarangku. Maka aku taat padanya
sehingga aku diberkahi karenanya.” (Siyar A’lamin Nubala’ 12/145)
Kata
Ja’far Al Khalidi, Abbar adalah seorang ulama hadits di Baghdad dan dia
seorang yang zuhud. Suatu saat dia meminta ijin kepada ibunya untuk rihlah
(safar menuntut ilmu) ke Qutaibah. Tapi sang ibu tidak mengijinkannya.
Kemudian ibunya wafat. Maka mereka mengunjunginya karena itu. Ia berkata :
“Ini buah ilmu, yaitu aku memilih ridla ibuku.” (Siyar A’lamin Nubala’
13/443)
Ibnul
Jauzi berkata : “Sampai kepada kami cerita tentang ‘Umar bin Dzarr. Ketika
anaknya wafat, ada yang bertanya kepadanya : “Bagaimana bakti anak itu
padamu?” Dia menjawab : “Kalau di siang hari, dia selalu jalan di belakangku.
Dan kalau malam hari dia selalu jalan di depanku. Dia tidak pernah tidur di
tempat yang lebih tinggi dariku.”
Abu
Hurairah, jika keluar dari rumahnya selalu berhenti di depan pintu ibunya
sambil berkata : “Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh, wahai
ibuku!” Dan ibunya menjawab : “Wa ‘alaikumussalam warahmatullahi wa
barakatuh, wahai anakku!” Abu Hurairah lalu berkata : “Semoga Allah
menyayangimu sebagaimana engkau telah mendidikku di waktu kecil.” Maka ibunya
berkata : “Semoga Allah juga menyayangimu sebagaimana engkau telah berbuat
baik kepadaku di masa tuaku.”
Anas bin
An Nadhr berkata : “Ibunya Ibnu Mas’ud meminta air kepadanya di sebagian
malam, maka ketika dia datang membawa air dia dapati ibunya telah tidur. Maka
dia tetap memegang air di arah kepalanya sampai pagi.”
Al Hasan
bin ‘Ali tidak mau makan bersama ibunya. Dan dia adalah orang yang paling
baik kepada ibunya. Ketika ada yang menanyakan kepadanya tentang hal itu, dia
menjawab : “Aku khawatir kalau aku makan dengan ibuku karena aku tak tahu
kalau sampai aku memakan makanan yang disukainya.” (Dinukil dari kitab Birul
Walidain Ibnul Jauzi halaman 53-55 dan Wabil Walidaini Ihsana
halaman 40-43)
Antara
Orang Tua Dan Istri
Sering
kita dengar seorang pria tertipu hingga dia menganggap istrinya sebagai
tempat akhir pemuliaan, sementara itu dia meremehkan ibunya dan dia memandang
ibunya dengan pandangan permusuhan.
Karena
ikatan anak dengan kedua orang tua adalah ikatan darah, nyawa, cinta, dan
keturunan. Sedangkan ikatan dengan istrinya hanya ikatan cinta, kasih, dan
sayang, maka janganlah dia lebih mementingkan istrinya dan mengabaikan kedua
orang tuanya. Dia wajib berusaha sekuat tenaga untuk menimbulkan sikap saling
mengerti. Dan hendaknya sang istri mengalah karena hak kedua orang tua lebih
besar dan agung dan agar sang suami tidak terpaksa menceraikannya.
Ada
seseorang datang kepada Abu Darda’ radliyallahu 'anhu sambil berkata :
“Ayahku terus bersamaku hingga dia menikahkanku. Dan sekarang dia menyuruhku
untuk menceraikan istriku.” Abu Darda’ berkata : Aku tidak menyuruhmu untuk
durhaka kepada kedua orang tuamu dan tidak menyuruhmu untuk menceraikan
istrimu. Kalau kamu mau aku akan beritakan kepadamu apa yang aku dengar dari
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Beliau pernah bersabda :
“Ayah
adalah tonggak dari pintu-pintu Surga. Maka jagalah pintu itu jika kau ingin
atau tinggalkan.”
(HR. Tirmidzi nomor 1900 dan dishahihkan Asy Syaikh Al Albani dalam Shahih
Sunan Tirmidzi)
Janganlah
seorang lelaki menganggap ucapan istrinya dan khabar-khabar darinya dengan
pasti hingga dia menetapkan hukum atasnya. Khususnya kalau ucapan itu
mengandung pencelaan kepada seseorang, apakah dalam keluarga atau di luar
anggota keluarga. Tapi hendaklah dia meneliti benar atau salah sebelum dia
mempercayainya. Dan dia bisa lihat dalam Al Qur’an bahwa kesaksian dua wanita
sebanding dengan satu pria, sebagai peringatan dan nasehat. (Wabil
Walidaini Ihsana halaman 56-57)
Jika
Kedua Orang Tua Telah Tiada
Bila
kedua orang tua telah tiada maka kita berbuat baik kepada teman-temannya,
sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam :
“Siapa
yang ingin menyambung hubungannya dengan ayahnya di kubur, hendaklah ia
menyambung hubungan dengan teman-teman ayahnya sepeninggalnya.” (Lihat Ash Shahihah nomor
1432)
Ibnu
‘Umar radliyallahu 'anhu berkata : Seseorang datang kepada Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam kemudian berkata : “Aku telah berdosa besar, maka
apakah aku bisa bertaubat?” Beliau bersabda : “Apakah engkau memiliki ibu?”
Orang itu menjawab : “Tidak.” Beliau bersabda lagi : “Apakah engkau masih
memiliki bibi (saudara wanita ibu)?” Orang itu menjawab : “Ya.” Lalu Nabi
bersabda : “Kepadanyalah engkau berbuat baik.” (HR. Tirmidzi nomor 1905.
Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Tirmidzi)
Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam pernah berkata :
“Bibi
itu kedudukannya seperti kedudukan ibu.” (HR. Bukhari nomor 4251)
Ibnu
Dinar menceritakan bahwasanya ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallahu 'anhuma
bila keluar ke Makkah menunggangi keledai dan memakai sorban di kepalanya.
Pada suatu hari ketika dia berada di atas keledainya, ia melewati seorang
Arab Badui, maka orang itu berkata kepadanya : “Bukankah engkau fulan anak
fulan?” Abdullah bin ‘Umar menjawab : “Benar.” Lalu Ibnu ‘Umar turun dan
memberikan keledai dan sorbannya kepada orang itu seraya berkata : “Naikilah
keledai ini dan ikatlah kepalamu dengan sorban ini.” Mengetahui kejadian itu,
sebagian teman-teman Ibnu ‘Umar berkata kepadanya : “Semoga Allah
mengampunimu, engkau berikan keledaimu dan sorban di kepalamu kepada orang
itu sedangkan engkau membutuhkannya?” Maka ia menjawab : Aku mendengar
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Sesungguhnya
sebaik-baik kebaikan adalah seseorang menyambung hubungan dengan orang yang
dicintai ayahnya setelah dia (ayah) wafat.” Dan ayahnya orang Badui ini adalah
temannya ‘Umar radliyallahu 'anhu. (HR. Muslim)
Aisyah radliyallahu
'anha berkata : “Aku tidak pernah cemburu kepada para istri Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam seperti cemburuku kepada Khadijah, walau tidak pernah
sekalipun aku melihatnya. Tapi Nabi sering menyebut-nyebutnya. Kadang beliau
menyembelih kambing kemudian mengambil beberapa potong dan beliau kirimkan
kepada teman-teman Khadijah. Pernah aku berkata kepada Nabi : “Seakan-akan
tidak ada di dunia ini kecuali Khadijah!” Maka beliau bersabda : “Dia
demikian dan demikian dan aku mendapat anak darinya.” (HR. Bukhari
7/102-103 dan Muslim nomor 2435 dan 2437)
Beberapa
Nasihat Tentang Berbuat Baik Kepada Kedua Orang Tua
1. Berbicaralah kepada kedua orang
tua dengan adab. Dan janganlah engkau membentak keduanya. Dan ucapkanlah
perkataan yang mulia.
2. Taatilah kedua orang tuamu selain
dalam perkara maksiat, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam rangka
maksiat kepada Allah.
3. Berlaku lembutlah kepada keduanya
dan janganlah engkau bermuka masam dan jangan melihat dengan marah.
4. Jagalah nama baik, kehormatan, dan
harta kedua orang tuamu. Dan jangan engkau mengambil tanpa ijinnya.
5. Lakukanlah apa yang menyenangkan
keduanya walau tanpa perintah keduanya, seperti membantu pekerjaan, belanja
keperluan, dan bersungguh-sungguh dalam belajar.
6. Bermusyawarahlah dengan keduanya
dalam semua pekerjaanmu dan mintalah maaf kepada mereka kalau kau terpaksa
tidak cocok.
7. Penuhi panggilan keduanya dengan
cepat disertai wajah penuh senyuman dan berkatalah ‘ya abi’, ‘ya
ummi’, dan jangan dengan ‘ya papa’, ‘ya mama’. Karena itu
bahasa ajnabi (asing).
8. Muliakan tamu mereka dan kerabat
mereka ketika mereka hidup dan setelah wafat.
9. Jangan kau debat dan jangan
salah-salahkan mereka dan gunakan adab untuk menerangkan yang benar kepada
mereka.
10. Jangan
kau lawan mereka. Dan jangan kau tinggikan suaramu melebihi suara mereka.
Diamlah kalau mereka berbicara. Beradablah kepada keduanya dan jangan engkau
membentak saudara-saudaramu karena menghormati keduanya.
11. Sambutlah
kedua orang tuamu kalau mereka datang dan kecuplah kening keduanya.
12. Bantulah
ibumu di rumah dan jangan terlambat membantu ayahmu.
13. Jangan
kau pergi kalau keduanya tidak mengijinkan walau untuk urusan yang penting.
Jika kau terpaksa mintalah udzur kepada mereka. Dan jangan putus dalam
menulis surat kepada mereka.
14. Jangan
kamu masuk ke dalam kamar keduanya tanpa seijin keduanya, terlebih waktu
tidur dan istirahat.
15. Jangan
mengambil makanan sebelum mereka. Muliakan mereka dalam makan dan minum.
16. Jangan
mendustai keduanya. Jangan engkau cela bila keduanya berbuat yang tidak
menyenangkanmu.
17. Jangan
kau lebih memuliakan istri dan anak-anakmu melebihi mereka. Mintalah
keridlaan mereka dalam segala sesuatu. Karena ridla keduanya adalah juga
keridlaan Allah dan kemurkaan keduanya adalah kemurkaan Allah.
18. Jangan
engkau membangga-banggakan jabatanmu kepada ayahmu, walau engkau menyandang
jabatan yang tinggi. Dan hati-hatilah kalau sampai mengingkari kebaikan
keduanya atau menyakiti mereka walau dengan sepatah kata.
19. Jangan
bakhil dalam memberi nafkah kepada kedua orang tuamu hingga akibatnya mereka
mengadu kepadamu. Ini suatu aib bagimu. Dan itu akan engkau lihat dan alami
pada anak-anakmu. Sebagaimana engkau bersikap, seperti itu juga engkau akan
disikapi.
20. Sering-seringlah
mengunjungi dan memberi hadiah kepada keduanya. Dan berterimakasihlah kepada
mereka karena mereka telah mengasuhmu dengan susah payah. Dan contohkanlah
itu kepada anak-anakmu.
21. Manusia
yang paling berhak untuk engkau utamakan adalah ibumu kemudian ayahmu. Dan
ketahuilah bahwa Surga berada di bawah telapak kaki ibu.
22. Hati-hati,
jangan sampai engkau durhaka kepada mereka. Dan jangan membuat mereka marah,
karena engkau akan celaka di dunia dan di akhirat. Dan anak-anakmu kelak akan
menyikapimu seperti sikapmu terhadap orang tuamu.
23. Bila
engkau meminta sesuatu kepada mereka mintalah dengan lembut dan
berterimakasihlah kalau diberi. Dan mohon maaflah kalau tidak diberi,
janganlah banyak meminta agar keduanya tidak merasa susah.
24. Jika
kamu mampu mencari rejeki di waktu pagi, kerjalah dan bantulah mereka.
25. Sesungguhnya
kedua orang tuamu memiliki hak atasmu. Dan istrimu juga. Berilah setiap yang
berhak akan haknya. Usahakan merukunkan keduanya bila berselisih.
26. Jika
keduanya bertengkar dengan istrimu, jadilah orang yang bijaksana dan pahamkan
istrimu bahwa engkau di pihaknya kalau dia benar dan engkau terpaksa agar
keduanya ridla.
27. Jika
istrimu berselisih dengan orang tuamu dalam masalah nikah dan talak, maka
berhukumlah dengan syariat karena itu sebaik-baik pembantu kalian.
28. Doa
orang tua terkabul dalam perkara yang baik maupun yang jelek, maka
hati-hatilah terhadap doa jelek mereka.
29. Beradablah
terhadap manusia, karena siapa yang mencela manusia, dia juga akan mendapat
cela dari mereka. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Termasuk
dosa besar adalah anak mencela kedua orang tuanya, yaitu dia mencela ayah
orang lain, maka orang itu balas mencela ayahnya. Dan dia mencela ibu orang
lain, maka orang itu mencela ibunya.” (HR. Bukhari 10/330 dan Muslim nomor 90)
30. Kunjungilah
kedua orang tuamu ketika masih hidup. Perbanyaklah berdoa untuk mereka dengan
mengucap :
“Wahai
Rabbku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku. Wahai Rabbku, rahmatilah
keduanya sebagaimana mereka mendidikku di waktu kecil.” (Taujihat Islamiyyah karya
Syaikh Muhammad Jamil Zainu halaman 71-74)
Penutup
Aku
berharap dengan tulisan ini agar menjadi :
·
Pengajaran
bagi yang tidak mengerti hak-hak kedua orang tua.
·
Peringatan
bagi yang lupa tentang salah satu pintu dari pintu-pintu menuju Surga yang
hampir tertutup.
·
Bantuan
bagi yang meremehkannya.
·
Ancaman
bagi yang durhaka yang hampir terjerumus ke jurang neraka.
Aku
berlindung kepada Allah dari durhaka kepada orang tua.
Dah aku
berharap kepada-Mu, Ya Allah, agar mengampuni kedua orang tuaku dan merahmati
mereka sebagaimana keduanya mendidikku di waktu kecilku.
Dan agar
Engkau memberikan balasan yang baik kepada kedua orang tuaku seperti apa yang
Engkau berikan kepada kedua orang tua karena anaknya.
Dan agar
Engkau mengampuni kesalahan-kesalahan, kekeliruan-kekeliruan, kelancangan,
dan kekuranganku.
”Maha
Suci Engkau, Ya Allah dan segala pujian untuk-Mu. Aku bersaksi bahwa tidak
ada illah yang berhak untuk disembah kecuali Engkau. Aku mohon ampun pada-Mu
dan aku bertaubat kepada-Mu.”
(Dinukil
dari Wabil Walidaini Ihsana halaman 74)
Wallahu
A’lam Bis Shawab.
(Kuhadiahkan
tulisan ini untuk ayah dan ibuku yang aku cintai : Muhammad Hadidi)
Malang,21 januari 2012
|
Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridaan Tuhannya, mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka,secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), (Q.S. Ar-Ra’ad : 22)
20 Jan 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar