Ketidakpuasan
dalam Kehidupan Perkawinan Karena Harapan dan Impian akan Romantisme
Oleh
Muhammad Hadidi
Mahasiswa Jurusan syariah konsentrasi Family Law
Universitas Muhammadiyah Malang
“Harapan yang
terlalu tinggi terhadap pasangan dan terhadap kehidupan perkawinan itu sendiri
dapat menjadi bumerang bagi kelangsungan hidup perkawinan seseorang”
Banyak orang terlalu cepat
merasa tidak puas dalam kehidupan perkawinan yang mungkin baru saja dijalani
beberapa saat. Seringkali mereka tidak sadar, bahwa mereka sendiri lah yang
membuka peluang bagi ketidakpuasan tersebut karena sejak awal mereka sudah
menaruh harapan dan impian yang terlalu tinggi baik terhadap pasangan maupun
terhadap kehidupan perkawinan itu sendiri. Setelah mereka menghadapi kenyataan
hidup yang sebenarnya, mereka lantas merasa kecewa dan mulai menyalahkan
pasangannya.
Seringkali mereka lupa,
bahwa ketidakmatangan pribadi mereka sendiri lah yang ikut mempengaruhi
dinamika yang terjadi dalam menghadapi setiap persoalan rumah tangga. Lama
kelamaan, karena masing-masing tidak berusaha untuk memperbaiki diri malah
mencari hiburan dan kompensasinya sendiri, maka cinta yang menjadi pengikat di
antara mereka semakin pudar. Bagaimana pun juga, jika dalam sebuah keluarga
atau pun perkawinan sudah tidak diwarnai oleh perasaan cinta dan afeksi
terhadap pasangan, mudah sekali timbul kebosanan di antara mereka. Jika
kebosanan itu tidak segera ditanggulangi, maka lambat laun akan
mempengaruhi sikap dan perilaku interaksi serta komunikasi antara pasangan
tersebut. Sikap apatis, pasif atau bahkan pasif-agresif bisa menjadi indikasi
adanya masalah dalam kehidupan perkawinan seseorang. Emotional divorce banyak dialami oleh keluarga-keluarga mulai dari
keluarga baru hingga keluarga yang sudah bertahun-tahun lamanya sehingga cinta
kasih yang menggebu pada akhirnya padam dan menjadi dingin. Meskipun secara
fisik pasangan suami istri tersebut tidak hidup secara terpisah (masih tinggal
serumah), namun secara emosional sudah terdapat jarak yang membentang. Dengan
pudarnya cinta di antara mereka, semakin longgarlah ikatan dan komunikasi di
antara suami istri tersebut sehingga mendorong salah satu atau keduanya untuk
mencari seseorang yang dapat memenuhi kebutuhan, entah itu kebutuhan emosional
maupun kebutuhan fisik seperti kebutuhan seksual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar