TAFSIR AHKAM II
“WANITA-WANITA YANG HARAM DINIKAHI”
Oleh
Muhammad Hadidi
201010020311017
Al- Ahwal Asy-Syakhsiyyah
Universitas Muhammadiyah Malang
2012
بسم الله الرحمن الرحيم
$ygr'¯»t z`Ï%©!$# (#qãYtB#uä w @Ïts öNä3s9 br& (#qèOÌs? uä!$|¡ÏiY9$# $\döx. ( wur £`èdqè=àÒ÷ès? (#qç7ydõtGÏ9 ÇÙ÷èt7Î/ !$tB £`èdqßJçF÷s?#uä HwÎ) br& tûüÏ?ù't 7pt±Ås»xÿÎ/ 7poYÉit6B 4 £`èdrçÅ°$tãur Å$rã÷èyJø9$$Î/ 4 bÎ*sù £`èdqßJçF÷dÌx. #Ó|¤yèsù br& (#qèdtõ3s? $\«øx© @yèøgsur ª!$# ÏmÏù #Zöyz #ZÏW2 ÇÊÒÈ ÷bÎ)ur ãN?ur& tA#yö7ÏGó$# 8l÷ry c%x6¨B 8l÷ry óOçF÷s?#uäur £`ßg1y÷nÎ) #Y$sÜZÏ% xsù (#räè{ù's? çm÷ZÏB $º«øx© 4 ¼çmtRrääzù's?r& $YY»tGôgç/ $VJøOÎ)ur $YYÎ6B ÇËÉÈ y#øx.ur ¼çmtRräè{ù's? ôs%ur 4Ó|Óøùr& öNà6àÒ÷èt/ 4n<Î) <Ù÷èt/ cõyzr&ur Nà6ZÏB $¸)»sVÏiB $ZàÎ=xî ÇËÊÈ wur (#qßsÅ3Zs? $tB yxs3tR Nà2ät!$t/#uä ÆÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# wÎ) $tB ôs% y#n=y 4 ¼çm¯RÎ) tb$2 Zpt±Ås»sù $\Fø)tBur uä!$yur ¸xÎ6y ÇËËÈ ôMtBÌhãm öNà6øn=tã öNä3çG»yg¨Bé& öNä3è?$oYt/ur öNà6è?ºuqyzr&ur öNä3çG»£Jtãur öNä3çG»n=»yzur ßN$oYt/ur ËF{$# ßN$oYt/ur ÏM÷zW{$# ãNà6çF»yg¨Bé&ur ûÓÉL»©9$# öNä3oY÷è|Êör& Nà6è?ºuqyzr&ur ÆÏiB Ïpyè»|ʧ9$# àM»yg¨Bé&ur öNä3ͬ!$|¡ÎS ãNà6ç6Í´¯»t/uur ÓÉL»©9$# Îû Nà2Íqàfãm `ÏiB ãNä3ͬ!$|¡ÎpS ÓÉL»©9$# OçFù=yzy £`ÎgÎ/ bÎ*sù öN©9 (#qçRqä3s? OçFù=yzy ÆÎgÎ/ xsù yy$oYã_ öNà6øn=tæ ã@Í´¯»n=ymur ãNà6ͬ!$oYö/r& tûïÉ©9$# ô`ÏB öNà6Î7»n=ô¹r& br&ur (#qãèyJôfs? ú÷üt/ Èû÷ütG÷zW{$# wÎ) $tB ôs% y#n=y 3 cÎ) ©!$# tb%x. #Yqàÿxî $VJÏm§ ÇËÌÈ *
àM»oY|ÁósßJø9$#ur z`ÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# wÎ) $tB ôMs3n=tB öNà6ãY»yJ÷r& ( |=»tGÏ. «!$# öNä3øn=tæ 4 ¨@Ïmé&ur Nä3s9 $¨B uä!#uur öNà6Ï9ºs br& (#qäótFö6s? Nä3Ï9ºuqøBr'Î/ tûüÏYÅÁøtC uöxî úüÅsÏÿ»|¡ãB 4 $yJsù Läê÷ètGôJtGó$# ¾ÏmÎ/ £`åk÷]ÏB £`èdqè?$t«sù Æèduqã_é& ZpÒÌsù 4 wur yy$oYã_ öNä3øn=tæ $yJÏù OçF÷|ʺts? ¾ÏmÎ/ .`ÏB Ï÷èt/ ÏpÒÌxÿø9$# 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JÎ=tã $VJÅ3ym ÇËÍÈ
19. Hai orang-orang yang beriman, tidak halal
bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa[278] dan janganlah kamu
menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah
kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang
nyata. dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,
Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
20. Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain,
sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang
banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun.
Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang Dusta dan
dengan (menanggung) dosa yang nyata ?
21. Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu
telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka
(isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.
22. Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini
oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu
Amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
23. Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang
perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang
perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan;
ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari
isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu
itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan
(dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi
pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
24. Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami,
kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai
ketetapan-Nya atas kamu. dan Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu)
mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka
isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah
kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan Tiadalah
mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah
menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
A. Asbabun Nuzul
Pada ayat-ayat ini Allah SWT memperingati ahli waris agar jangan
mewarisi bekas istri dari keluarga yang meninggal dengan paksa atau mengambil
hartanya bila dia kawin dengan laki-laki lain.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Bukhori
dari Abu Daud bahwa pada mulanya adat masyarakat jahiliyah ialah ahli waris
seorang yang meninggal dunia disamping mewarisi harta bendanya, juga memiliki
kekuasaan penuh terhadap janda-jandanya. Jika ahli waris itu menghendaki ia
dapat menikahinya sendiri, atau menikahi dengan orang lain atau tidak
memperbolehkan janda itu menikah selama-lamanya. Ahli waris lebih berkuasa dari
keluarga janda itu sendiri. Maka turunlah ayat ini untuk menghapus cara yang
tidak baik itu.
B. Makna Ayat
(19). Ayat ini tidak berarti bahwa mewariskan
perempuan tidak dengan jalan paksa dibolehkan. Menurut sebagian adat arab
jahiliyah apabila seseorang meninggal, maka anaknya yang tertua atau anggota
keluarganya yang lain mewarisi janda itu. Janda tersebut boleh dinikahi sendiri
atau dinikahkan dengan orang lain yang maharnya diambil oleh pewaris atau tidak
dibolehkan menikah lagi.
Kaum muslimin dilarang meneruskan adat
jahiliyah yang mewarisi dan menguasai kaum perempuan dengan paksa. Hal demikian
sangat menyiksa dan merendahkan martabat kaum perempuan. Juga tidak boleh
melakukan tindakan-tindakan yang menyusahkan dan memudharatkan perempuan
seperti mengharuskan mereka mengembalikan mahar yang pernah diterima dari
suaminya ketika perkawinan dahulu kepada ahli waris almarhum suaminya itu
sebagai tebusan bagi diri mereka, sehingga mereka boleh kawin lagi dengan
laki-laki yang lain.
Ayat
diatas menjelaskan larangannya dengan melarang menikah dengan mereka dan tidak
boleh kaum muslimin mengambil apa saja yang pernah diberikannya kepada istri
atau istri salah seorang ahli waris, kecuali apabila mereka melakukan pekerjaan
keji yang nyata, seperti tidak taat, berzina, mencuri dan sebagainya.
Kecelakaan yang dilakukannya juga kadang kala disebabkan oleh harta tersebut.
(20). Apabila diantara para suami ingin
mengganti istrinya dengan istri yang lain, karena ia tidak dapat lagi
mempertahankan kesabaran atas ketidaksenangannya kepada istrinya itu, dan istri
tidak pula melakukan tindak kejahatan, maka janganlah suami mengambil barang
atau harta yang telah diberikan kepadanya.
Bahkan suami wajib memberikan hadiah penghibur
kepadanya sebab perpisahan itu bukanlah atas kesalahan ataupun permintaan dari
istri, tapi semata-mata karena suami mencari kemaslahatan bagi dirinya sendiri.
Allah memperingatkan: apakah suami mau menjadi orang yang berdosa dengan tetap
meminta kembali harta mereka dengan alasan yang dicari-cari? Karena tidak
jarang suami membuat tuduhan-tuduhan jelek terhadap istrinya agar ada alasan
baginya untuk mnceraikan dan minta kembali harta yang telah diberikannya.
(21). Bagaimana mungkin suami akan mengambil
kembali harta tersebut karena perpisahan itu semata-mata memperturutkan hawa
nafsunya belaka, bukan untuk menurut aturan-aturan yang digariskan Allah,
sedangkan antara suami istri telah terjalin suatu ikatan yang kukuh, telah
bergaul sebagai suami istri sekian lamanya dan tak ada pula kesalahan yang
diperbuat oleh istri. Disamping itu, istri telah pula menjalankan tugasnya dan
memberikan hak-hak suami dengan baik dan telah lama pula ia mendampingi suami
dengan segala suka dukanya. Jadi tidak lah ada alasan bagi suami untuk menuntut
yang bukan-bukan dari harta yang telah diberikan kepada istrinya itu.
(22). Haram hukumnya menikahi
perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh bapak kecuali terhadap perbuatan
yang telah lalu sebelum turunnya ayat ini, maka hal itu dimaafkan oleh Allah.
Allah melarang perbuatan tersebut karena sangat keji bertentangan dengan akal
sehat sangat buruk karena dimurkai Allah dan sejahat-jahatnya jalan menurut
adat istiadat manusia yang beradab.
(23). Perempuan lain yang juga haram dinikahi:
1. Dari segi nasab (keturunan)
a. Ibu, termasuk nenek dan seterusnya ke atas.
b. Anak, termasuk cucu dan seterusnya ke
bawah.
c. Saudara perempuan, baik sekandung, sebapak
atau seibu.
d. Saudara perempuan dari bapak maupun dari
ibu.
e. Kemenakan perempuan baik dari saudara
laki-laki atau dari saudara perempuan.
2. Dari segi penyusunan:
a. Ibu yang menyusui (ibi susuan).
b. Saudara-saudara perempuan sesusuan.
c. Dan selanjutnya perempuan-perempuan yang
haram dikawini karena senasab haram pula dikawini karena sesusuan. Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah saw:
يحرم من الرضاع ما يحرم من النسب. متفق عليه
“Diharamkan karena
susuan apa yang diharamkan karena nasab.” (Hadits Muttafaq ‘alaih).
3. Dari segi perkawinan:
a. Ibu dari istri (mertua) dan seterusnya keatas.
b. Anak dari istri (anak tiri) yang ibunya telah
dicampuri, dan seterusnya ke bawah.
c. Istri anak (menantu) dan seterusnya ke bawah seperti istri cucu.
c. Istri anak (menantu) dan seterusnya ke bawah seperti istri cucu.
(24). Kata Al-Muhsanat dalam al-qur’an memilki
empat pengertian, yaitu:
1. Perempuan yang bersuami, itulah yang dimaksud dalam
ayat ini.
فإذا احصن
... Apabila mereka telah
bersuami ... (An-Nisa 4:25).
2. Perempuan yang merdeka, seperti yang tercantum dalam
firman Allah:
ومن لم يستطع منكم طولا أن ينكح المحصنات المؤمنات فمن ما ملكت ايمانكم من فتياتكم المؤمنات
“Dan barang siapa di antara kamu tidak mempunyai biaya
untuk menikahi perempuan merdeka yang beriman, maka (dihalalkan menikahi
perempuan) yang beriman dari hamba sahaya yang kamu miliki ... (An-Nisa 4:25).
3. Perempuan yang terpelihara akhlaknya, seperti dalam
firman Allah:
محصنات غير مسافحات
“Perempuan-perempuan yang memelihara diri,
bukan pezina (An-Nisa 4:25).
4. Perempuan-perempuan muslimah.
Termasuk perempuan yang haram dinikahi adalah perempuan
yang memilki suami. Perempuan yang tertawan dalam perang agama dan telah
menjadi budak, terpisah dari suaminya, boleh dinikahi oleh tuannya dengan
syarat-syarat tertentu.
Suami wajib membayar mahar yang telah
ditetapkan (Musamma) kepada istrinya sebelum akad nikah, atau sebelum dukhul
(dicampuri). Bila maharnya belum ditentukan, maka suami diwajibkan membayar
mahar misil yaitu mahar yang biasa berlaku dikalangan keluarga istri.
Mahar yang telah ditetapkan jumlahnya boleh
ditambah, dikurangi atau dihapuskan atas kerelaan kedua belah pihak.
Nikah Mut’ah pernah dibolehkan oleh
Rasulullah saw dalam waktu perang. Kemudian beliau melarang nikah mut’ah,
dan larangan itu berlaku selama-lamanya.
C. Makna Mufradat
1. Karhan كرها (An-Nisa 4:19)
Dalam Al-Qur’an, kata karh(an) sering
diungkapkan untuk mengimbangi tau’(an), misalnya dalam Surah Ali
‘Imran/3:83, At-Taubah/9:53, Ar-Ra’d/13:15, dan Fussilat/41/11. Kata tau’an
wa karhan, dalam surah Ali-‘Imran/3:83 diartikan dengan “baik dengan suka
maupun terpaksa.” Tetapi, kata karh(an) dalam Surah An-Nisa/4:19 ini
berarti “dengan jalan paksa.” Maka terjemah ayat tersebut: “Wahai
orang-orang yang beriman! Tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan
paksa.”
2. Maqt مقت (An-Nisa 4:22)
Al-Qur’an tidak menyebutkan satu kali pun
dalam bentuk kata kerja (Fiil), kecuali dalam bentuk masdar
(Infinitif), yaitu maqt(an) atau maqt(un). Kata ini dalam
Al-Qur’an disebutkan sebanyak enam kali. Dua kali kata maqt(an)
disebutkan setelah penyebutan kabura, yaitu dalam Surah Gafir 40:35 dan
As-Saff 61:3. Kata kabura maqtan berarti berarti “amat besar kebencian
atau kemurkaan.” Dengan demikian, kata maqt(an) dalam ayat ini mengawini
perempuan yang pernah menjadi istri ayah kandung merupakan perbuatan keji, dan
kata maqt(an) yang ditegaskan dalam konteks ini untuk menunjukkan bahwa
perbuatan mengawini bekas istri ayah merupakan tindakan yang dibenci dan
dimurkai Allah. Hal tersebut wajib dihindari oleh setiap muslim tanpa kecuali.
3. Al-Muhsanat المحصنت (An-Nisa 4:24)
Kata Al-Muhsanat adalah jamak dari kata
al-muhsanat yang berarti perempuan yang telah menikah (telah bersuami),
yang diambil dari kata ihsan, yang berarti menikah, iffah,
memelihara diri, dan merdeka. Arti kata dasarnya (al-hisn- الحصن) ialah menjaga,
memelihara, menyimpan, benteng. Dinamakan hisn karena bisa menjaga orang
yang ada didalamnya. Orang laki-laki yang sudah menikah dikatakan al-muhsin
karena ia telah memelihara dirinya dari melakukan zina. Sedangkan makna al-muhsanat
adalah perempuan-perempuan yang telah bersuami (telah menikah) yang dilindungi
oleh suaminya dan terpisah dari laik-laki lainnya. Ayat ini menjelaskan bahwa
diharamkan mengawini al-muhsanat/perempuan-perempuan yang sudah bersuami
atau masih terikat dalam status perkawinan. Larangan ini terkait dengan
kebiasaan wanita pada zaman jahiliyah yang bersuami lebih dari seorang yang
disebut الضماد. syari’at islam mengharamkan perempuan bersuami lebih dari
satu orang.
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid
II, Jakarta, Lentera Abadi, 2010.
Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an Dan Tafsirnya,
Yogyakarta, PT. Dana Bhakti Wakaf, 1990.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar