MAKALAH
Oleh:
Mohd. Hadidi
201010020311017
JURUSAN SYARI’AH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2010/2011
Oleh
: Ahmad muazar habibi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Kata Pengantar
Puji
syukur kehadirat allah swt, yang telah memberikan Rahmat dan Hidayahnya kepada
kita sehingga semua masih diberikan
kesehatan, dan saya selaku sebagai penulis, bisa menyelesaikan makalah ini,
sebagai tugas UTS sesuai dengan waktunya.
Dalam
tugas kali ini saya diberi tugas oleh bapak dosen dalam pelajara Tafsir Ahkam
untuk sedikit membahas tentang “Hukum meminang wanita dan Hak mahar seorang
istri dalam surat Al-Baqarah Ayat 235-237”.
Saya
ucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dosen yang sudah memberikan tugas ini
kepada saya, sehingga saya banyak mengetahui tentang “Hukum meminang wanita dan
Hak mahar Istri”. Semoga dengan pengetahuan yang saya pahami tentang pilkada
ini, bisa bermanfaat dan menambah penegetahuan saya kedepanya.
Dan
apabila dalam penulisan makalah saya disini ada kesalahan-kesalan baik
kesalahan kecil atau kesalahan fatal, mohon dimaklumi, dikarenakan saya sebagai
penulis juga masih dalam keadaan belajar.
Yang
terakhir, semoga Allah selalu melindungan kita dan selalu memberikan kita
kesehatan. Terutama dalam hal ini adalah pembaca makalah ini. Aminnnn....
B.Latar Belakang
Dakam islam ada saatu kesunatan yang sangat dianjurkan
yaitub menikah, maka dari pada itu apabika ada azam menikah, untuk menjadi
kekuarga yang tentram, harmonis sejahtera dan penuh kasih sayang diperlukan
khitbah, dengan klhitbah kita bias mengetahui bagaimana tanggapan
darinya,dengan membahas kandungan hokum yang ada dalam surat AL- Baqoroh ayat
235-237 yang akan kami paparkan padabab selanjutnya.
C.Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
pengertian makma umum dari surat AL Baqoroh ayat 235-237 ?
2.
Apakah
sebab diturunkanya ayat tersebut ?
3.
bagaimana
kandunngan hukum yang ada dalam surat 235-237?
4.
apa
hukum mut’ah untuk perempuan yang di talak ?
D.Tujuan penelitian
1.
Agar
kita mengetahui secara detail tentang makna umum dari surat AL-Baqarah 235-237
2.
Agar
kita mengetahui sebab diturunkanya surat ALBaqarah 235-237
3.
Agar
kita mengetahui kandungan hukum surat AL Baqarah 235 -237
BAB II
PEMBAHASAN
A.Bagaimanakah
Pengertian Makna Hukum Dari Surat Albaqorah Ayat 235-237
Allah taalla
berfirman tentang makna yang terkandumg pada surat al baqarah 235-237 di bawah
ini:
a.
Meminang,
Dan Hak Mahar
وَ لَا جُنَاحَ عَلَیۡکُمۡ فِیۡمَا عَرَّضۡتُمۡ بِہٖ مِنۡ خِطۡ اَنَّکُمۡ سَتَذۡکُرُوۡنَہُنَّ وَ لٰکِنۡ لَّا تُوَاعِدُوۡہُنَّ سِرًّا اِلَّا بَۃِ النِّسَآءِ اَوۡ اَکۡنَنۡتُمۡ فِیۡۤ اَنۡفُسِکُمۡ ؕ عَلِمَ اللّٰہ ۤ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا قَوۡلًا مَّعۡرُوۡفًا ۬ؕ وَ لَا تَعۡزِمُوۡا عُقۡدَۃَ النِّکَاحِ حَتّٰی یَبۡلُغَ الۡکِتٰبُ اَجَلَہٗ ؕ وَ اعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰہَ یَعۡلَمُ مَا فِیۡۤ اَنۡفُسِکُمۡ فَاحۡذَرُوۡہُ ۚ وَ اعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ حَلِیۡمٌ ﴿۲۳۵﴾
لَا جُنَاحَ عَلَیۡکُمۡ اِنۡ طَلَّقۡتُمُ النِّسَآءَ مَا لَمۡ تَمَسُّوۡہُنَّ اَوۡ تَفۡرِضُوۡا لَہُنَّ فَرِیۡضَۃً ۚۖ وَّ مَتِّعُوۡہُنَّ ۚ عَلَی الۡمُوۡسِعِ قَدَرُہٗ وَ عَلَی الۡمُقۡتِرِ قَدَرُہٗ ۚ مَتَاعًۢا بِالۡمَعۡرُوۡفِ ۚ حَقًّا عَلَی الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿۲۳۶﴾
وَ اِنۡ طَلَّقۡتُمُوۡہُنَّ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ تَمَسُّوۡہُنَّ وَ قَدۡ فَرَضۡتُمۡ لَہُنَّ فَرِیۡضَۃً فَنِصۡفُ مَا فَرَضۡتُمۡ اِلَّاۤ اَنۡ یَّعۡفُوۡنَ اَوۡ یَعۡفُوَا الَّذِیۡ بِیَدِہٖ عُقۡدَۃُ النِّکَاحِ ؕ وَ اَنۡ تَعۡفُوۡۤا اَقۡرَبُ لِلتَّقۡوٰی ؕ وَ لَا تَنۡسَوُا الۡفَضۡلَ بَیۡنَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ بَصِیۡرٌ ﴿۲۳۷﴾
Artinya
“Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka,
padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua
dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu
memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan
kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu
kerjakan(235). Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur
dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka
bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika
istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan
nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu
melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa
yang kamu kerjakan (236). Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu
bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya,
maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika
istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan
nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu
melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa
yang kamu kerjakan.( 237)
يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُواإِذَانَكَحْتُمُالْمُؤْمِنَاتِثُمَّطَلَّقْتُمُوهُنَّمِنقَبْلِأَنتَمَسُّوهُنَّفَمَالَكُمْعَلَيْهِنَّمِنْعِدَّةٍتَعْتَدُّونَهَافَمَتِّعُوهُنَّوَسَرِّحُوهُنَّسَرَاحاًجَمِيلاً (الاحزاب(49)
Artinya
:Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang
beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka
sekali-kali tidak wajib atas mereka idah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya,
Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang
sebaik-baiknya.(Al-Ahzab: 49)
B.
Tafsir Tahlili
الَّذِينَيُتَوَفَّوْنَ : Orang-orang yang
wafat (atau meninggal dunia)
مِنكُمْوَيَذَرُونَأَزْوَاجاًيَتَرَبَّصْنَDi
antara kamu dengan meninggalkan istri-istri, maka mereka menangguhkan
(hendaklah para istri itu menahan)بِأَنفُسِهِنDiri
mereka (untuk kawin setelah suami mereka meninggal itu)أَرْبَعَةَأَشْهُرٍوَعَشْراً Selama empat bulan
dan sepuluh (maksudnya hari) فَإِذَابَلَغْنَأَجَلَهُنَّ: Apabila waktu
mereka telah sampai (habis masa iddah mereka)فَلاَجُنَاحَعَلَيْكُمْMereka
tiadadosa bagi kamu (hai para wali)فِيمَافَعَلْنَفِيأَنفُسِهِنَّMembiarkan
mereka berbuat pada diri mereka (misalnya bersolek dan menyiapkan diri untuk
menerima pinangan)بِالْمَعْرُوفSecara
baik-baik (menurut agama)وَاللّهُبِمَاتَعْمَلُونَخَبِيرٌDan
Allah mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan (baik yang lahir maupun yang batin)وَلاَجُنَاحَعَلَيْكُمْفِيمَاعَرَّضْتُمبِهِمِنْخِطْبَةِالنِّسَاء: Dan tak ada dosa
bagimu meminang wanita-wanita itu secara sindiran( wanita-wanita yang kematian
suami dan masih ada pada iddah mereka, misalnya kata seseorang’ engkau cantik’
atau “tiada wanita secantik engkau” atau “ siapa yang melihat mu, pasti jatuh
cinta” أَوْأَكْنَنتُمْ Atau kamu sembunyikan (kamu rahasiakan) فِيأَنفُسِكُمْDalam
hati mu (rencana untuk mengawini mereka)عَلِمَاللّهُأَنَّكُمْسَتَذْكُرُونَهُنَّAllah
mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka (dan tidak sabar untuk
meminang, maka diperbolehkan nya secara sindiran)وَلَـكِنلاَّتُوَاعِدُوهُنَّسِرّاًTetapi
janganlah kamu mengadakan perjanjian dengan mereka secara rahasia (maksudnya
perjanjian kawin)إِلاMelainkan
(diperbolehkan) أَنتَقُولُواْقَوْلاًمَّعْرُوفاًSekedar
mengucapkan kata-kata yang baik (yang menurut syara’ dianggap sebagai sindiran
pinangan)وَلاَتَعْزِمُواْعُقْدَةَالنِّكَاحِDan
janganlah kamu pastikan akan mengakadkan nikah (artinya melangsungkannya)حَتَّىَيَبْلُغَالْكِتَابُSebelum
yang tertulis (dari iddah) أَجَلَهُHabis
waktunya (tegasnya sebelum iddahnya habis) وَاعْلَمُواْأَنَّاللّهَيَعْلَمُمَافِيأَنفُسِكُمْDan
ketahuilah bahwa allah mengetahui apa yang ada di hatimu (apakah rencana pasti
atau lainnya)فَاحْذَرُوهُMaka
takutlah kepadaNya (dan jangan sampai menerima hukumannya disebabkan rencana
pastimu ituوَاعْلَمُواْأَنَّاللّهَغَفُورٌٌDan
ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun (terhadap orang yang takut kepadanyaحَلِيمLagi
maha penyantun (hingga menengguhkan hukumnya terhadap orang yang berhak
menerimanya)اَّجُنَاحَعَلَيْكُمْإِنطَلَّقْتُمُالنِّسَاءمَالَمْتَمَسُّوهُنTidak
ada dosa bagi kamu, jika kamu menceraikan istri-istri kamu sebelum kamu
menyentuh mereka (menurut satu Qira’at “tumaasuuhunna’ artinya mencampuri
mereka)أَوAtau
(sebelum) تَفْرِضُواْلَهُنَّفَرِيضَةًKamu
menentukan maharnya (maksudnya maskawinnya. “ma” mashdariyah zharfiyah,
maksudnya, tak ada resiko atau tanggung jawab mu dalam perceraian sebelum
campur dan sebelum ditentukannya berapa maharnya, maka ceraikanlah mereka itu)وَمَتِّعُوهُنDan
hendaklah mereka itu kamu beri mut’ah (atau pemberian yang menyenangkan hati
mereka)عَلَىالْمُوسِعِBagi
yang mampu (maksudnya yang kaya di antara kamu)قَدَرُهُوَعَلَىالْمُقْتِرِSesuai
dengan kemampuannya, sedangkan yang melarat (miskin)قَدْرُهُsesuai
dengan kemampuannya pula ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tentang
derajat atau kedudukan istri)مَتَاعYaitu
pemberian (atau hiburan)بِالْمَعْرُوفMenurut
yang patut (menurut syara’ dan menjadi sifat bagi mata’an demikian itu)حَقّاMerupakan
kewajiban (“haqqan” menjadi sifat yang kedua atau masdar yang memperkuat)عَلَىالْمُحْسِنِينَBagi
orang-orang yang berbuat kebaikan (atau orang-orang yang taat)وَإِنطَلَّقْتُمُوهُنَّمِنقَبْلِأَنتَمَسُّوهُنَّوَقَدْفَرَضْتُمفَرِيضَةًفَنِصْفُمَافَرَضْتُمْْ Dan jika kamu
menceraikan istri-istri kamu sebelum kamu mencampuri mereka, padahal kamu telah
menetapkan mahar mereka maka, maka bayarlah separoh dari yang telah kamu
tetapkan itu (ini menjadi hak mereka, sedang separoh yang lain kembali padamu)إَلاَّKecuali
(atau tidak demikian hukumnya)أَوْيَعْفُوَالَّذِيبِيَدِهِعُقْدَةُالنِّكَاحAtau
dimaafkan oleh orang yang pada tangannya tergenggam akad nikah (yaitu suami,
maka mashar diserahkan kepada para istri semuanya. Tetapi menurut keterangan
Ibnu Abbas, wali boleh bertindak sebagai penggantinya, bila wanita itu
mahjurah/tidak boleh bertasaruf dan hal ini tidak ada dosa baginya, maka dalam
hal ini tidak ada kesulitan)أَقْرَبُلِلتَّقْوَىوَلاَتَنسَوُاْالْفَضْلَبَيْنَكُمLebih
dekat dari ketaqwaan. Dan jangan kamu keutamaan diantara kamu (artinya saling menunjukkan
kemurahan hati)إِنَّاللّهَبِمَاتَعْمَلُونَبَصِيرSesungguhnya
Allah Maha Melihat
Al-Ahzab:
49
يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُواإِذَانَكَحْتُمُالْمُؤْمِنَاتِثُمَّطَلَّقْتُمُوهُنَّمِنقَبْلِأَنتَمَسُّوهُنَّ
Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang
beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya (menurut satu
qira’at lafad tamassuhunna dibaca tumassuhunna artinya sebelum kalian
menyetubuhi mereka. فَمَالَكُمْعَلَيْهِنَّمِنْعِدَّةٍتَعْتَدُّونَهَا : Maka sekali-kali
tidak wajib atas mereka idah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya (yaitu
yang kalian dengan quru’ atau bilangan yang lainnya. فَمَتِّعُوهَّ : Maka berilah
mereka mut'ah (berilah mereka uang mut’ah sebagai pesangon dengan jumlah yang
secukupnya, demikian itu apabila pihak lelaki belum mengucapkan maharnya kepada
mereka, apabila ternyata ia telah mengucapkan jumklahnya maka uang mut’ah itu
separoh dari mahar yang telah di ucapkannya. Demikian pendapat ibnu Abbas dan
diikuti oleh imam Syafi’I) وَسَرِّحُوهُنَّسَرَاحاًجَمِيلاً : Dan lepaskanlah
mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya (yaitu dengan cara tanpa menimbulkan
kemadharatan kepada dirinya)
C.
Tafsir Ijmali
Ayat
234
Ungkapan
yang sangat, yang dipergunakan untuk kematian seseorang adalah “tuwuffia”
(diwafatkan), sebab pada hakekatnya seseorang yang mati itu, ialah karena
nyawanya diambil. Yang sama dengan itu adalah ‘mutawaffa” (orang yang
diwafatkan). Bukan “mutawafi”, sebab mutawaffi artinya yang mematikan.
Diriwayatkan dari abu Aswad Ad-Dauli, bahwa ia pernah shalat jenasah, lalu ada
orang bertanya kepadanya: “Manil mutawaffi” (siaspa yang mematikan) dijawab
“Allah Ta’ala, dari situlah kemudian timbul kaidah nahwu.
Kata
juz terpakai untuk pria dan wanita (suami dan istri). Sedang arti asalnya
adalah: bilangan dobel. Kemudian, terpakai untuk suami dan istri, karena pada
hakekatnya suami dan istri itu , adalah dua insan yang berpadu, sehingga
seolah-olah menjadi satu. Karena itu suami istri ini dipakai dua kata yang
satu, sekalipun lahiriyahnya dua, tetapi intinya satu. Karena itu kedua suami
istri ini dituntut untuk bersatu, seolah-olah menjadi mata bagi yang lainnya.
Hikmah
dibatasi iddah istri yang ditinggal mati suaminya dengan empat bulan sepuluh
hari itu, karena tujuan pokok iddah ialah “baraatur rahim” (kebersihan rahim,
sedang janin itu terbentuk di dalam rahim dalam tiga fase: fase pertama
berbentuk nutfah, fase kedua: berbentuk darah menggumpal, dan fase ketiga:
berbentuk daging.
Ayat
235-237
Al-qura’an
membolehkan meminang perempuan yang dalam iddah dengan cara sindiran, misalnya
dengan ucapan: engkau ini seorang perempuan yang cantik, engkau perempuan yang
saleh, engkau ini perempuan dermawan.
Zamarkasi
berkata :’rahasia” uang dimaksud dalam ayat di atas adalah kinayah dari nikah
yang nikah itu asal artinya ialah bercampur. Dan itulah yang dirahasiakan
(dalam perkawinan itu). Janganlah engkau mendekat seorang gadis
Kemudian
kata ini dipergunakan untuk arti “kawin” yang berarti ‘aqad karena akad itu
suatu sebab terjadinya perkawinan.
Penyebutan
kata “azam” dalam ayat itu adalah lil mubalaghah larangan yang sangat keras
untuk mengadakan perkawinan dlam ‘iddah, karena ‘azam untuk perbuatan tersebut
merupakan muqadiamahnya. Kalau azam saja sudah dilarang apalagi melakukannya.
Allah
menggunakan kata menyentuh untuk arti bercampur, adalah suatu kinayah yang
halus yang biasa digunakan al-quran.
Abu
Muslim berkata: kinayah yang dipergunakan Allah ta’ala untuk bercampur dengan
menyentuh itu, sebagai didikan buat manusia agar dalam percakapannya selalu
memilih kata-kata yang baik.
Khitab
dalam firman Allah: Bahwa memaafkan itu jalan terdekat dari taqwa” dan “jangan
kamu lupakan kelebihan antara kamu” itu tertuju untuk pria dan wanita, yang
disampaikan dengan mengambil cara pada umumnya.
Ar-Rozi
berkata; apabila pria dan wanita itu hendak disebut secara bersamaan, maka pada
umumnya cukup dengan menyebutkan pria. Sebab pria itu adalh pokok, sedang
wanita adalah cabang. Misalnya anda mengatakan; Qaimun(laki-laki berdiri),
kemudian anda hendak juga menyebutkan wanita, maka anda mengatakan Qaimatun
(wanita berdiri)
Hikmah
diwajibkan mut’ah(pemberian) kepada istri yang ditalak untuk menghilanhkan
perasaan keganasan talak dan mengurangi kejahatan harta terhadap dirinya.
Ibnu
Abbas berkata: apabila si laki-laki itu orang yang kaya, maka mut’ahnya berupa
khadam (pelayan) dan apabila miskin, mut’ahnya berupa tiga helai baju.
Diriwayatkan,
bahwa al-Hasan bin ‘Ali, pernah memberikan mut’ah sebanyak 10.000, lalu
perempuan itu berkata: Mut’ah ini telalu kecil, dari seorang habib yang
menceraikan”. Adapun sebab diceraikannya istrinya ‘aisah al-Khats’amiyah itu
ialah: bahwa ketika ali terbunuh dan al-Hasan dibaiat sebagai khalifah, ‘Aisah
mengatakan rupanya kekuasaan khalifah ini menyenangkan engkau, ya amiral
mukminin! Maka jawab al-Hasan: ‘Ali terbunuh, sedang engkau dengan kedudukan
ini? Pergi, engkau ku talak tiga! Begitulah, lalu ‘Aisah berselimut dengan
jilbabnya, dan ia menanti hingga habis masa iddahnya. Lalu oleh al-Hasan
dikirimkan sebanyak 10.000, serta mahar yang belum terbayar. Maka ‘Aisah
berkomentar: suatu pemberian yang terlalu kecil, dari seorang habib yang
menceraikan, setelah utusan itu menyampaikan kepada Hasan, maka Hasan menangis
seraya berkata: seandainya aku tidak menjatuhkan talak bain kurujuk dia.
Al-Ahzab
ayat 49
Firman
allah” apabila kamu telah menikah dengan perempuan-perempuan mukminah” itu
merupakan suatu isyarat, bahwa seorang mu’min harus selalu mencari ladang yang
baik untuk meletakkan nutfahnya itu dan supaya ia menikah dengan perempuan
mukminah yang suci, karena imannya itulah yang akan dapat melindungi harga
dirinya sehingga ia tidak terjatuh ke dalam lembah perbuatan keji dan kotor.
Kewajiban
iddah bagi perempuan itu dalam rangka melindungi nasab, sebab laki-laki itu
dituntut untuk merasa cemburu atas anaknya dan memperhatikan nya supaya
tanamannya itu tidak disirami oleh orang lain.
D. Kandungan Hukum
QS.
Al-Baqarah Ayat 235-237
1.
Hukum meminang
Perempuan
dalam kedudukan pinang ini ada tiga macam:
a)
Perempuan yang boleh dipinang dengan terang-terangan dan dengan sindiran, yaitu
perempuan yang masih single dan bukan dalam masa iddah.
b)
Perempuan yang tidak boleh dipinang dengan sindiran maupun terang-terangan.
Yaitu perempuan yang masih mempunyai suami
c)
Perempuan yang boleh dipinang dengan sindiran, tidak boleh dengan
terang-terangan. Yaitu perempuan yang ditinggal mati suaminya masih dalam
iddah.
2.
Perkawinan Dalam Iddah Sah Atau Tidak
Allah
melarang pernikahan dalam masa iddah dan mewajibkan perempuan supaya menanti,
baik dalam iddah talak maupun iddah wafat.
3.
Hukum Mut’ah Untuk Perempuan Yang Ditalak
Bagi
perempuan yang belum dicampuri dan belum ditentukan maharnya, jelas wajib
mendapatkan mut’ah berdasarkan firman Allah: Dan berilah mereka mut’ah, wajib
bagi orang yang kaya menurut kemampuannya, dan atas orang yang tidak mampu
menurut kemampuannya.” Sekarang yang menjadi persoalan, apakah mut’ah itu wajib
untuk semua perempuan yang ditalak?
Hasan
Basri berpendapat wajib, berdasarkan keumumuman firman Allah: “ dan bagi
perempuan-perempuan yang ditalak berhak mendapatkan mut’ah, sebagai suatu
ketentuan atas orang-orang yang taqwa. (QS. Al-Baqarah)
Jumhur
(Hanafiyah, Syafi’iah dan Hanabilah) berpendapat: Mut’ah bagi perempuan yang
belum dicampuri dan belum ditentukan maharnya. Adapun bagi perempuan yang sudah
ditentukan maharnya, mut’ah itu hukumnya sunnah.
4.
Arti mut’ah dan ukurannya
Mut’ah
ialah pemberian seorang suami kepada seoaran istrinya yang diceraikan, baik berupa
uang, pakaian atau pembekalanapa saja, sebagai bantuan dan penghormatan kepada
istrinya itu, serta menghindari kekejaman talak yang dijatuhkan itu.
Ulama
berbeda pendapat dalam masalah ukurannya.
⊛ Imam Malik:
Menurut hemat kami, mut’ah itu tidak ada batasannya tertentu, baik minimal
maupun maksimal.
⊛ Imam syafi’I:
Bagi orang yang mampu disunatkan mut’ah itu berupa khadam, sedang pertengahan
berupa 30 dirham, dan bagi orang yang tidak mampu sekedarnya saja.
⊛ Imam Abu
Hanifah: Sedikitnya berupa baju kurung, kudung dan tusuk konde, dan tidak lebih
dari setengah mahar.
⊛ Imam Ahmad:
Mut’ah itu berupa baju kurung dan kudung yang sekedar cukup dipakai buat shalat
dan sesuai dengan kemampuan suami.
QS.
Al-Ahzab
1.
Talak sebelum nikah
Para
ulama fiqh sepakat bahwa talak sebelum nikah itu tidak bisa jatuh, berdasarkan
firman Allah: Apabila kamu kamu telah menikah dengan perempuan mukminah
kemudian mereka itu kamu cerai.”
2.
apakah terjadinya khalwat itu mengharuskan adanya iddah dan mahar
menurut
dhahirnya ayat yang mengatakan “sebelum kamu sentuh mereka itu” yang merupakan
kata sindiran tentang jima’, menunjukkan, bahwa khulwat itu sekalipun sudah
benar-benar terjadi, tidak mengharuskan adnya iddah dan mahar seperti halanya
kewajiban iddah dan mahar yang disebabkan jima’.
3.
tentang kewajiban mut’ah
dhahirnya
firman Allah “akan Tetapi berilah mereka itu mut’ah” itu menunjukkan wajibnya
mut’ah untuk perempuan-perempuan yang dicerai sebelum dicampuri, baik sudah
ditentukan maharnya ataupun belum.
E.
Kesimpulan
Perempuan
yang masih dalam ‘iddah karena ditinggal mati suaminya atau karena talak bain,
boleh dipinang dengan sindiran.
Mengadakan
akad nikah dalam keadaan ‘iddah itu hukumnya haram, dan perkawinannya dinilai
fasid
Muta’ah
untuk orang yang ditalak yang belum ditentukan maharnya, hukumnya wajib dan
sunnah untuk perempuan-perempuan lainnya.
Boleh
menceraikan perempuan yang belum dicampuri, kalau memang ada kepentingan yang
mendesak
Perempuan
yang ditalak yang belum pernah dicampuri, berhak mendapat setengah mahar,
apabila maharnya itu telah ditentukan.
Seorang
muslim harus memilih calon istrinya itu seorang mukminah yang suci.
Talak
itu dapat meruntuhkan sendi-sendi rumah tangga, karena itu tidak layak
dijatuhkan kecuali dalam situasi dharurat.
Perempuan
yang belum pernah dicampuri, apabila dicerai tidak wajib iddah, dengan
kesepakatan ulama’
Seorang
suami harus mengatasi bahaya istrinya yang dicerai itu dengan cara memberi
mut’ah
Menyakiti
hati perempuan yang ditalak itu diharamkan, bahkan harus dilepas dengan cara
yang sopan dan baik.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
1.Perempuan yang masih dalam iddah karena di tinggal
mati suaminya atau di talak bain bole di pinang dengan sindiran.
2.Mengadakan akad nikah dalam keadaan iddah hukumnya
haram dan di nilai fasid
3.Bole menceraikan perempuan yang belum di campuri
jika ada kepentingan yang mendesak
4.Mut’ah untuk orang yang di talak yang belum di
tentukan maharnya, hukumnya wajib dan sunah bagi yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Ayatul Ahkkam Muhammad Ali Ash-Shobuni Dar Al-Fikr
Tidak ada komentar:
Posting Komentar