Oleh
Muhammad Hadidi
Hari demi hari telah
kita lewati di bulan Ramadhan ini, bulan yang penuh berkah, bulan dimana
pintu kebaikan dibuka seluas-luasnya oleh Rabb semesta alam. Berbagai amalan
ibadah akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah subhanahu wa ta'ala.
Tapi
tentu saja esensi puasa bukan hanya seperti itu saja, sebab selain
meninggalkan makan dan minum, puasa juga melazimkan kita untuk meninggalkan
hawa nafsu. Lapar dan haus akan menjadi tidak bermakna ketika kita masih juga
mengumbar kesenangan yang dilarang.Puasa merupakan perisai
dari panasnya api neraka, juga perisai dari hawa nafsu yang membelenggu.
Selain itu puasa juga mempunyai keutamaan yang tidak ada dalam ibadah yang
lain, yaitu pengaitannya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, yang telah
berfirman dalam hadits qudsy, "Puasa itu bagiku dan aku memberi
balasan dengannya." (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Kelebihan puasa bisa
dilihat dalam dua makna berikut:
1. Puasa termasuk amal yang tersembunyi dan amal batin yang tidak bisa dilihat orang lain, sehingga tidak mudah disusupi riya'. 2. Sebagai cara untuk menundukkan musuh Allah. Karena sarana yang digunakan musuh adalah syahwat. Syahwat bisa menjadi kuat karena makanan dan minuman. Selagi lahan syahwat tetap subur, maka syetan bisa berkeliaran di tempat gembalaan yang subur itu. Tapi jika syahwat ditinggalkan, maka jalan kesana juga menjadi sempit.
Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qashidin mengungkapkan bahwa puasa
mempunyai tiga tingkatan makna, yaitu:
1. Puasa secara umum, ialah menahan perut untuk tidak makan dan minum serta menahan kemaluan untuk melampiaskan syahwat. 2. Puasa secara khusus, ialah menahan pandangan, lidah, tangan, kaki, pendengaran, penglihatan, dan seluruh anggota tubuh dari dosa. 3. Puasa secara khusus dari yang khusus, ialah puasa hati dari hasrat-hasrat yang hina dan pikiran-pikiran yang menjauhkan dari Allah serta menahan diri dari hal-hal selain Allah secara keseluruhan.
Di antara adab berpuasa
secara khusus adalah menahan pandangan mata, menjaga lidah dari ucapan-ucapan
yang diharamkan dan dimakruhkan atau dari ucapan yang tidak bermanfaat, serta
menjaga seluruh anggota badan. Dalam hadits riwayat Al-Bukhari disebutkan
bahwa Nabi shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan palsu dan pengamalannya, maka Allah tidak mempunyai keperluan untuk meninggalkan makanan dan minumannya (puasanya)." (HR Al-Bukhari, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi)
Puasa juga dapat
melatih kita untuk mendidik jiwa. Menurut Al-Muhasibi, jika seseorang tahu
bahwa tidak bisa maksimal untuk mendidik jiwanya, maka hendaknya dia mulai
memberikan sentuhan rasa lapar.
Ketika merasa lapar itulah jiwa seseorang
biasanya mulai tunduk dan patuh, sehingga seseorang mulai bisa mencela
jiwanya sendiri dan mengingatkannya pada adzab Allah dan tempat kembalinya
kelak di sisi Allah.
Jiwa itu sedikit demi
sedikit mulai bisa dikendalikan dan bisa dikekang sebagian keinginannya yang
menggebu-gebu. Jiwa mulai bisa disadarkan akan keberadaan ancaman Allah. Dia
mulai mengagungkan Allah dan berulang kali mengingat pedihnya siksa Allah.
Agar puasa Ramadhan
tidak kehilangan makna, maka kita juga harus mengisinya dengan amalan-amalan
ibadah, diantaranya adalah shalat tarawih berjamaah, bersedekah, dan membaca
Al-Qur'an.
Shalat tarawih berjamaah merupakan amalan yang sudah ada
sejak zaman Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam, hanya saja beliau tidak
terus menerus melaksanakannya secara berjamaah, karena khawatir akan dianggap
sebagai sebuah kewajiban. Tradisi shalat tarawih berjamaah dihidupkan lagi
oleh Khalifah Umar Ibnu Khattab.
Tentang Bersedekah dan
membaca Al-Qur'an, Ibnu Abbas Radhiallahu 'Anhu berkata, "Sesungguhnya Nabi Shalallahu alaihi wa salam adalah orang
yang paling pemurah dalam kebaikan dan beliau akan lebih dermawan (dari
hari-hari biasanya) pada bulan Ramadhan, ketika Jibril datang menemuinya dan
adalah Jibril selalu datang menemuinya setiap malam dari malam-malam bulan
Ramadhan, hingga Ramadhan selesai, Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam
membacakan al-Qur'an kepada Jibril. Dan di saat ia bertemu Jibril beliau
lebih pemurah (lembut) dari angin yang berhembus dengan lembut".
(Muttafaq 'alaih).
Banyak ulama salaf yang
menutup kuliah-kuliahnya di bulan Ramadhan dan mengkhususkan diri untuk
membaca dan mentadabburi Al-Qur'an. Dalam satu bulan banyak yang
mengkhatamkan Al-Qur'an puluhan kali. Imam Syafi'i misalnya, beliau
mengkhatamkan Al-Qur'an sebanyak 60 kali.
Untuk itu mari kita
manfaatkan bulan suci ini dengan sebaik-baiknya, karena bisa jadi ini adalah
Ramadhan terakhir kita. Rasululah Shalallahu 'Alaihi wa Salam bersabda, "Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan
dan mengharap pahala, niscaya dosa-dosanya yang telah berlalu akan
diampuni." (Muttafaq 'alaih). Wallahu
a'lam.
Referensi:
1. 'Abdul 'Azhim bin Badawi Al-Khalafi, Panduan Fiqh Lengkap Jilid 2, Pustaka Ibnu Katsir, 2005 2. Al-Muhasibi, Renungan Suci Bekal Menuju Takwa, PUstaka Azzam, 2001 3. Ibnu Qudamah, Minhajul Qasidin Jalan Orang-orang yang Mendapat Petunjuk, Pustaka Al-Kautsar, 2005 |
Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridaan Tuhannya, mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka,secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), (Q.S. Ar-Ra’ad : 22)
11 Agu 2012
Makna Puasa Ramadhan..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar