Oleh : Muhammad Hadidi. Meraih Mimpi
Dalam ayat alquran di jelaskan kepada kita tentang penyempurnaan penciptaan manusia yakni dalam ayat berikut "Dan demi jiwa
serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketakwannnya. " (Asy Syams: 7-8 )
Manusia diciptakan
oleh Allah dengan sarana untuk meniti jalan kebaikan atau jalan kejahatan.
Allah memerintahkan agar kita saling berwasiat untuk mentaati kebenaran, saling
memberi nasihat di antara kita dan menjadikannya di antara sifat-sifat orang
yang terhindar dari kerugian.
Sebagaimana
disebutkan dalam surat Al 'Ashr, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
menjelaskan bahwa kewajiban kita terhadap sesama adalah saling menasihati.
Beliau bersabda:
"Orang mukmin adalah cermin bagi orang mukmin lainnya " (Diriwayatkan oleh Thabrani dalam "Al Autsah" dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shah Jami'ush Shaghir, hadits no. 6531)
"Orang mukmin adalah cermin bagi orang mukmin lainnya " (Diriwayatkan oleh Thabrani dalam "Al Autsah" dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shah Jami'ush Shaghir, hadits no. 6531)
Dengan kata lain,
seorang mukmin bisa menyaksikan dan mengetahui kekurangannya dari mukmin yang
lain. Sehingga ia laksana cermin bagi dirinya. Tetapi cermin ini tidak
memantulkan gambar secara fisik melainkan memantulkan gambar secara akhlak dan
perilaku. Islam juga --sebagaimana dalam banyak hadits—menganjurkan dan
mengajak pemeluknya agar sebagian mereka mencintai sebagian yang lain. Di
antara pilar utama dari kecintaan ini, hendaknya engkau berharap agar saudaramu
masukSurga dan dijauhkan dari Neraka. Tak sebatas berharap, namun engkau harus
berupaya keras dan maksimal urituk menyediakan berbagai sarana yang menjauhkan
saudaramu dari hal-hal yang membahayakan dan merugikannya, di dunia maupun di
akhirat.
Hal-hal di atas
itulah yang melatar belakangi buku sederhana ini kami hadirkan. Selain itu,
kecintaan dan rasa kasih sayang kami kepada segenap remaja puteri di seluruh
dunia Islam. Tentu,juga keinginan kami untuk menjauhkan mereka dari bahaya dan
kerugian di dunia maupun di akhirat.
Lebih khusus, buku
ini kami hadirkan untuk segolongan kaum muslimah yang belum mentaati perintah
berhijab ('Hijab: Maksudnya, busana wanita muslimah yang menutupi seluruh
bagian tubuhnya dari kepala hingga telapak kaki, hijab tersebut mempunyai
syarat-syarat tertentu. (lihat him.66 )
seperti yang
diperintahkan syariat. Baik karena belum mengetahui bahwa hijab adalah wajib,
karena tidak mampu melawan tipu daya dan pesona dunia, karena takluk di hadapan
nafsu yang senantiasa memerintahkan keburukan atau tunduk oleh bisikan setan,
karena pengaruh teman yang tidak suka kepada kebaikan bagi sesama jenisnya atau
karena alasan-alasan lain.
Kami memohon kepada Allah
semoga uraian dalam buku sederhana ini menjadi pembuka hati yang terkunci,
menggetarkan perasaan yang tertidur, sehingga bisa mengembalikan segenap
akhawat yang belum mentaati perintah ber-hijab, kepada fitrah yang telah
diperintahkan Allah Subhanahu Wata'ala.
SYUBHAT
DAN SYAHWAT
Setan bisa masuk
kepada manusia melalui dua pintu utama, yaitu syubhat dan syahwat. Seseorang
tidak melakukan suatu tindak maksiat kecuali dari dua pintu tersebut. Dua
perkara itu merupakan penghalang sehingga seorang muslim tidak mendapatkan
keridhaan Allah, masuk Surga dan jauh dari Neraka. Di bawah ini akan kita
uraikan sebab-sebab utama dari syubhat dan syahwat.
A. SYUBHAT PERTAMA : MENAHAN
GEJOLAK SEKSUAL
Sytlbhat ini
menyatakan, gejolak nafsu seksual pada setiap manusia adalah sangat besar dan
membahayakan.
Ironinya, bahaya itu
timbul ketika nafsu tersebut ditahan dan dibelenggu. Jika terus menerus
ditekan, ia bisa mengakibatkan ledakan dahsyat.
Hijab wanita akan
menyembunyikan kecantikannya, sehingga para pemuda tetap berada dalam gejolak
nafsu seksual yang tertahan, dan hampir meledak, bahkan terkadang tak
tertahankan sehingga ia lampiaskan dalam bentuk tindak perkosaan atau pelecehan
seksual lainnya.
Sebagai pemecahan
masalah tersebut, satu-satunya cara adalah membebaskan wanita dari mengenakan
hijab, agar para pemuda mendapatkan sedikit nafas bagi pelampiasan nafsu mereka
yang senantiasa bergolak di dalam. Dengan demikian, hasrat mereka sedikit bisa
terpenuhi. Suasana itu lalu akan mengurangi bahaya ledakan gejolak nafsu yang
sebelumnya tertahan dan tertekan.
1.
Bantahan
Sepintas, syubhat di
atas secara lahiriah nampak logis dan argumentatif. Kelihatannya, sejak awal,
pihak yang melemparkan jalan pemecahan tersebut ingin mencari kemaslahatan bagi
masyarakat dan menghindarkan mereka dari kehancuran. Padahal kenyataannya,
mereka justru menyebabkan bahaya yang jauh lebih besar bagi masyarakat, yaitu
menyebabkan tercerai-berainya masyarakat, kehancurannya, bahkan berputar sampai
seratus delapan puluh derajat pada kebinasaan.
Seandainya jalan
pemecahan yang mereka ajukan itu benar, tentu Amerika dan Negara-negara Eropa
serta Negara-negara yang berkiblat kepada mereka akan menjadi negara yang
paling kecil kasus perkosaan dan kekerasannya terhadap kaum wanita di dunia, juga
dalam kasus-kasus kejahatan yang lain.
Amerika dan
negara-negara Eropa amat memperhatikan masalah ini, dengan alasan kebebasan
individual.
Di sana, dengan mudah
anda akan mendapatkan berbagai majalah porno dijual di sembarang tempat.
Acara-acara televisi, khususnya setelah pukul dua belas malam, menayangkan
berbagai adegan tak senonoh, yang membangkitkan hasrat seksual. Bila musim
panas tiba, banyak wanita di sana membuka pakaiannya dan hanya mengenakan
pakaian bikini. Dengan keadaan seperti itu, mereka berjemur di pinggir pantai
atau kota-kota pesisir lainnya. Bahkan di sebagian besar pantai dan pesisir,
mereka boleh bertelanjang dada dan hanya memakai penutup ala kadarnya.
Terminal-terminal video rental bertebaran di seluruh pelosok Amerika dengan semboyan
"Adults Only" (khusus untuk orang dewasa). Di terminal-terminal ini,
anak-anak cepat tumbuh matang dalam hal seksual sebelum waktunya. Siapa saja
dengan mudah bisa menyewa kaset-kaset video lalu memutarnya di rumah atau
langsung menontonnya di tempat penyewaan.
Rumah-rumah bordil
bertaburan di mana-mana. Bahkan di sebagian negara, memajang para wanita tuna
susila (pelacur) di etalase sehingga bisa dilihat oleh peminatnya dari luar.
Apa kesudahan dari
hidup yang serba boleh (permisif) itu? Apakah kasus perkosaan semakin
berkurang? Apakah kepuasan mereka terpenuhi, sebagaimana yang ramai mereka
bicarakan? Apakah para wanita terpelihara dari bahaya besar ini?
2. Data
Statistik Amerika
Dalam sebuah buku
berjudul "Crime in U.S.A" terbitan Pemerintah Federal di Amerika
--yang ini berarti data statistiknya bisa dipertanggungjawabkan karena ia
dikeluarkan oleh pihak pemerintah, tidak oleh paguyuban sensus-- di halaman 6
dari buku ini ditulis: "Setiap kasus perkosaan yang ada selalu dilakukan
dengan caua kekerasnlz dan
iru terjadi di
Amerika setiap enam menit sekali. " Data ini adalah yang tejadi pada tahun
1988 , yang dimaksud dengan kekerasan di sini adalah dengan menggunakan senjata
tajam.
Dalam buku yang sama
juga disebutkan:
- Pada tahun 1978 di Amerika tejadi sebanyak 147,389 kasus perkosaan.
- Pada tahun 1979 di Amerika tejadi sebanyak 168,134 kasus perkosaan.
- Pada tahun 1981 di Amerika tejadi sebanyak 189.045 kasus perkosaan.
- Pada tahun 1978 di Amerika tejadi sebanyak 211.691 kasus perkosaan.
- Pada tahun 1978 di Amerika tejadi sebanyak 211.764 kasus perkosaan.
Data statistik ini,
juga data-data sejenis lainnya – yang dinukil dari sumber-sumber berita yang
dapat dipertanggungjawabkan-- menunjukkan semakin melonjaknya tingkat pelecehan
seksual di negara-negara tersebut. Tidak lain, kenyataan ini merupakan
penafsiran empiris (secara nyata dan dalam praktik kehidupan sehari-hari) dari
firman Allah:
"Hai Nabi,
katakanIah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mukmin, 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka'.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak diganggu ....."(Al Ahzab: 59 )
Sebab turunnya ayat
ini, --sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Qurthubi dalam tafsirnya—karena
para wanita biasa melakukan buang air besar di padang
terbuka sebelum
dikenalnya kakus (tempat buang air khusus dan tertutup). Di antara mereka itu
dapat dibedakan antara budak dengan wanita merdeka. Perbedaan itu bisa dikenali
yakni kalau wanita-wanita merdeka mereka menggunakan hijab. Dengan begitu, para
pemuda enggan mengganggunya.
Sebelum turunnya ayat
ini, wanita-wanita muslimah juga melakukan buang hajat di padang terbuka
tersebut. Sebagian orang-orang dujana mengira kalau dia adalah budak, ketika
diganggu, wanita muslimah itu berteriak sehingga laki-laki itu pun kabur.
Kemudian mereka mengadukan peristiwa tersebut kepada Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam , sehingga turunlah ayat ini.
Hal ini menegaskan,
wanita yang memamerkan auratnya, mempertontonkan kecantikan dan kemolekan
tubuhnya kepada setiap orang yang lain lalang, lebih berpotensi untuk diganggu.
Sebab dengan begitu, ia telah membangkitkan nafsu seksual yang terpendam.
Adapun wanita yang
ber-hijab maka dia senantiasa menyembunyikan kecantikan dan perhiasannya. Tidak
ada yang kelihatan daripadanya selain telapak tangan dan wajah menurut suatu
pendapat. Dan pendapat lain mengatakan, tidak boleh terlihat dari diri wanita
tersebut selain matanya saja.
Syahwat apa saja yang
bisa dibangkitkan oleh wanita ber-hijab itu? Instink seksual apa yang bisa
digerakkan oleh seorang wanita yang menutup rapat seluruh tubuhnya itu?
Allah mensyari'atkan
hijab agar menjadi benteng bagi wanita dari gangguan orang lain. Sebab Allah
Subhanahu Wata'ala mengetahui, pamer aurat akan mengakibatkan semakin
bertambahnya kasus pelecehan seksual, karena perbuatan tersebut membangkitkan
nafsu seksual yang sebelumnya tenang.
Kepada orang yang
masih mempertahankan dan meyakini kebenaran syubhat tersebut, kita bisa
menelanjangi kesalahan mereka melalui empat hakikat:
Pertama, berbagai
data statistik telah mendustakan cara pemecahan yang mereka tawarkan.
Kedua, hasrat seksual
terdapat pada masing-masing pria dan wanita. Ini merupakan rahasia Ilahi yang
dititipkan Allah pada keduanya untuk hikmah yang amat banyak, diantaranya demi
kelangsungan keturunan. jika boleh berandai-andai, andaikata hasrat seksual itu
tidak ada, apakah keturunan manusia masih bisa dipertahankan? Tak seorang pun
memungkiri keberadaan hasrat dan naluri ini. Tetapi, dengan tidak
mempertimbangkan adanya naluri seksual tersebut tiba-tiba sebagian laki-laki
diminta berlaku wajar di tengah pemandangan yang serba terbuka dan telanjang.
Amat ironi memang.
Ketiga, yang
membangkitkan nafsu seksual laki-laki adalah tatkala ia melihat kecantikan
wanita, baik wajah, atau anggota tubuh lain yang mengundang syahwat. Seseorang
tidak mungkin melawan fitrah yang diciptakan Allah (kecuali mereka yang
dirahmati Allah), sehingga bisa memadamkan gejolak syahwat-nya tatkala melihat
sesuatu yang membangkitkannya.
Keempat, orang yang
mengaku bisa mendiagnosa nafsu seksual yang tertekan dengan mengumbar pandangan
mata kepada wanita cantik dan telanjang sehingga nafsunya akan terpuaskan (dan
dengan demikian tidak menjurus pada perbuatan yang lebih jauh, misalnya
pemerkosaan atau pelecehan seksual lainnya), maka yang ada hanya dua
kemungkinan:
Pertama, orang itu
adalah laki-laki yang tidak bisa terbangkitkan nafsu seksualnya meski oleh
godaan syahwat yang bagaimana pun (bentuk dan jenisnya), ia termasuk kelompok
orang yang dikebiri kelaminnya sehingga dengan cara apa pun mereka tidak akan
merasakan keberadaan nafsunya.
Kedua, laki-laki yang
lemah syahwat atau impoten. Aurat yang dipamerkan itu tak akan mempengaruhi
dirinya.
Apakah orang-orang
yang membenarkan syubhat tersebut (sehingga dijadikannya jalan pemecahan)
hendak memasukkan kaum laki-laki dari umat kita ke dalam salah satu dari dua
golongan manusia lemah di atas? Na'udzubillah min dzalik
- SYUBHAT KEDUA : BELUM MANTAP
Hal ini lebih tepat digolongkan kepada syahwat dan menuruti hawa nafsu daripada disebut syubhat. Jika salah seorang ukhti yang belum mentaati perintah berhijab ditanya, mengapa ia tidak mengenakan hijab? Di antaranya ada yang menjawab: "Demi Allah, saya belum mantap dengan berhijab. Jika saya telah merasa mantap dengannya saya akan berhijab, insya Allah."
Ukhti yang berdalih dengan syubhat ini hendaknya bisa membedakan antara dua hal. Yakni antara perintah Tuhan dengan perintah manusia. Jika perintah itu datangnya dari manusia maka manusia bisa salah dan bisa benar. Imam Malik berkata: "Dan setiap orang bisa diterima ucapannnya dan juga bisa ditolak, kecuali (perkataan) orang yang ada di dalam kuburan ini." Yang dimaksudkan adalah Rasulullah Shallallahu 'Alnihi Wasallam.
Selagi masih dalam bingkai perkataan manusia, maka seseorang tidak bisa dipaksa untuk menerima. Karenanya, dalam hal ini, setiap orang bisa berucap "belum mantap", dan ia tidak bisa dihukum karenanya.
Adapun jika perintah itu salah satu dari perintah-perintah Allah, dengan kata lain Allah yang memerintahkan di dalam kitabNya, atau memerintahkan hal tersebut melalui NabiNya agar disampaikan kepada umatnya, maka tidak ada alasan bagi manusia untuk mengatakan "saya belum mantap".
Bila ia masih mengatakan hal itu dengan penuh keyakinan, padahal ia mengetahui perintah tersebut ada di dalam kitab Allah Tn 'aln, maka hal tersebut bisa menyeretnya pada bahaya yang sangat besar, yakni keluar dari agama Allah, sementara dia tidak menyadarinya. Sebab dengan begitu berarti ia tidak percaya dan meragukan kebenaran perintah tersebut. Karena itu, ia adalah ungkapan yang sangat berbahaya.
Seandainya ia berkata: "Aku wanita kotor","aku tak kuat melawan nafsuku", "jiwaku rapuh" atau "hasratku untuk itu sangat lemah" tentu ungkapan-ungkapan ini dan yang sejenisnya tidak bisa disejajarkan dengan ucapan:
"Aku belum mantap." Sebab ungkapan-ungkapan tersebut pengakuan atas kelemahan, kesalahan dan kemaksiatan dirinya. Ia tidak menghukumi dengan salah atau benar terhadap perintah-perintah Allah secara semaunya. Juga tidak termasuk yang mengambil sebagian perintah Allah dan mencampakkan yang lain.
Allah berfirman.Artinya:
"Dan ridaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan mukminah, apabila Allah dan RasulNya telah menerapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka piIihan (yang lain) tentang trrusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai AIlah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. " (Al-Ahzab: 36)
- Sikap
Yang Dituntut
Ketika seorang hamba mengaku beriman kepada Allah, percaya bahwa Allah lebih bijaksana dan lebih mengetahui dalam penetapan hukum daripada dirinya -sementara dia sangat miskin dan sangat lemah-- maka jika telah datang perintah dari Allah, tidak ada pilihan lain baginya kecuali mentaati perintah tersebut. Ketika mendengar perintah Allah, sebagai seorang mukmin atau mukminah, mereka wajib mengatakan sebagaimana yang dikatakan orang-orang beriman:
Artinya:
"... Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdo'a), 'Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.' (Al Baqarah: 285)
Ketika Allah memerintahkan kita dengan suatu perintah, Dia Maha Mengetahui bahwa perintah itu untuk kebaikan kita, dan salah satu sebah bagi tercapainya kebahagiaan kita. Demikian pula ha!nya dengan ketika memerintah wanita ber-hijab, Dia Maha Mengetahui bahwa ia adalah salah satu sebab tercapainya kebahagiaan, kemuliaan dan keagungan wanita.
Allah Subhanahu Wata 'ala Maha Mengetahui, ilmuNya meliputi segala sesuatu, mengetahui sejak sebelum manusia diciptakan, juga mengetahui apa yang akan tejadi di masa mendatang dengan tanpa batas, mengetahui apa yang tidak akan tejadi dari berbagai peristiwa, juga Dia mengetahui andaikata peristiwa tersebut tejadi, apa yang bakal terjadi selanjutnya.
Dengan kepercayaan seperti ini, yang merupakan keyakinan umat Islam, apakah patut dan masuk akal kita menolak perintah Allah Yang Maha Luas ilmuNya, selanjutnya kita menerima perkataan manusia yang memiliki banyak kekurangan, dan ilmunya sangat terbatas?
- Contoh
dari Kenyataan Sehari-hari
Sebagai contoh, dapat kita kemukakan dari kenyataan hidup sehari-hari. Bila kita membeli satu unit komputer sementara orang yang merakitnya ada di dekat kita, dia mengerti betul bagaimana cara mengoperasikannya, memahami dari A hingga Z seluk beluk alat canggih tersebut, maka logiskah jika kita memanggil tukang cuci mobil untuk mengajari kita cara pengoperasian komputer?
Tentu sangat tidak logis. Akal kita akan mengatakan, kita mesti memanggil ahli komputer untuk mengajari bagaimana cara penggunaan alat tersebut, berikut cara memperbaikinya jika tejadi kerusakan. Kita meyakini, yang menciptakan manusia dan membentuknya adalah Tuhan manusia, yaitu Allah. Karena itu, sangat wajar jika Allah yang lebih mengetahui tentang apa yang membahayakan dan memberi manfaat manusia.
Dan jelaslah, bertahkim, patuh dan menyerah kepada selain Allah adalah cermin ketidak warasan, kebodohan dan kedunguan. Kedunguan itu disebabkan karena kita patuh kepada seseorang yang tidak mengetahui. Barangsiapa yang mengambil nasihat orang bodoh berarti dia menggelincirkan dirinya pada kebinasaan.
Ironinya, inilah yang tejadi pada kita kaum muslimin, betapa banyak kaum muslimin yang menuntut jawaban dari orang yang tidak mengetahuinya. Sebagaimana betapa banyak dari kalangan kita yang tidak memahami bahwa yang dimaksud kata "Islam" adalah menyerah, patuh dan tunduk secara total kepada perintah-perintah Allah dan larangan-laranganNya.
- Ukhti,
Jangan Terjerumus Pada Pertentangan.
Tatkala engkau menasehati sebagian ukhti yang belum berhijab, sebagian mereka ada yang menjawab: "Saya juga seorang muslimah, selalu menjaga shalat lima waktu dan sebagian shalat sunat, saya puasa Ramadhan dan telah melakukan haji, berkali-kali pula saya umrah, aktif sebagai donatur pada beberapa yayasan sosial, tetapi saya belum' mantap dengan ber-hijab".
- Pertanyaan
Buat Ukhti
"Kalau memang anda sudah dan selalu melakukan amalan-amalan terpuji, yang berpangkal dari iman, kepatuhan pada perintah Allah serta takut siksaNya jika meninggalkan kewajiban-kewajiban itu, mengapa anda beriman kepada sebagian dan tidak beriman kepada sebagian yang lain, padahal sumber perintah-perintah itu adalah satu?
Sebagaimana shalat yang selalu anda jaga adalah suatu kewajiban, demikian pula halnya dengan hijab. Hijab itu wajib, dan kewajiban itu tidak diragukan adanya dalam A1Qur'an dan As Sunnah. Atau, apakah anda tidak pernah mendengar cercaan Allah terhadap Bani Israil, karena mereka melakukan sebagian perintah dan meninggalkan sebagian yang lain?
Secara tegas, dalam hal ini Allah berfirman:
Artinya:
...Apakah kamu beriman kepada sebahagian AI-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tidaklah balasan bagi orang-orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat, Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat". (Al-Baqarah: 85)
Selanjutnya renungkanlah hadits shahih berikut ini:
"Sesungguhnya penghuni Neraka yang paling ringan adzabnya pada Ilari Kiamat ialah orang yang diletakkan di tengah kedua telapak kakinya dua bara api, dari dua bara api ini otaknya mendidih, sebagaimana periuk yang mendidih dalam bejana besar yang dipanggang dalam kobaran api ".
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Kitabur Riqaaq, 11/376.
Jika seperti ini adzab yang paling ringan pada hari Kiamat, lalu bagaimana adzab bagi orang yang diancam Allah dengan adzab yang amat pedih, sebagaimana disebutkan dalam ayat ini. Yakni bagi orang yang beriman kepada sebagian ayat dan meninggalkan sebagian yang lain?
- Wahai Ukhti...
Apakah hanya demi penampilan, kebanggaan dan saling unggul-mengungguli di dunia, lain anda rela menjual akhirat dan slap menerima adzab yang pedih?
Sungguh,
kami tidak berharap untuk ukhti, melainkan kebaikan di dunia dan di akhirat.
Kami meminta agar ukhti mau menggunakan akal sehat dalam menentukan pilihan
ini.
- SYUBHAT KETIGA: IMAN ITU LETAKNYA DI HATI
Jika salah seorang di antara mereka ditanya, mengapa dia tidak berhijab? Maka ukhti yang terhormat ini akan menjawab: "Ah, iman itu letaknya di hati".
Ini adalahjawaban yang paling sering dilontarkan para wanita muslimah yang belum berhijab. Karena itu, di bawah ini akan kita bahas syubhat tersebut.
- Sumber
Syubhat:
Mereka berusaha menafsirkan sebagian hadits, tetapi tidak sesuai dengan yang dimaksudkan. Seperti dalam sabda Nabi Shallallahu 'Alnihi Wnsallam:
"Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk-bentuk (lahiriah) dan harta kekayaanmu, tetapi Dia melihat pada hati dan amalmu sekalian ".
Tampaklah, bahwa mereka menggugurkan makna yang semestinya, yaitu kebenaran yang dibelokkan kepada kebatilan. Memang benar, iman letaknya dalam hati, tetapi iman itu tidak sempurna bila dalam hati saja.
Dengan hadits ini Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam hendak menjelaskan makna keikhlasan bagi diterimanya suatu amal perbuatan. Allah tidak melihat bentuk-bentuk lahiriah, seperti pura-pura khusyu' dalam shalat dan sebagainya, tetapi Allah melihat hati dan keikhlasan niat dari segala yang selain Allah. Dia tidak menerima suatu amal perbuatan kecuali yang ikhlas untuknya semata.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Taqwa itu ada di sini", seraya menunjuk ke arah dadanya ".
Pengarang kitab Nuzhatul Mutraqin berkata: "Hadits ini menunjukkan, pahala amal tergantung keikhlasan hati, kelurusan niat, perhatian terhadap situasi hati, pelempangan tujuan dan kebersihan hati dari segala sifat tercela yang dimurkai Allah"
- Definisi
Iman
Iman tidak cukup hanya dalam hati. Iman dalam hati semata tidak cukup menyelamatkan diri dari Neraka dan mendapatkan Surga.
Definisi iman menurut jumhur ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah : "Keyakinan dalam hati, pengucapan dengan lisan dan pelaksanaan dengan anggota badan".
Definisi ini terdapat dalam setiap buku akidah (tauhid), kecuali buku-buku yang menyimpang dan tidak berdasarkan manhaj (methode) Ahlus Sunnnh wal Jama 'ah.
- Kesempurnaan Iman
Dalam tashawwur (gambaran) kita, orang yang mengatakan iman dengan lidahnya, tetapi tidak disertai keyakinan hatinya, itu adalah keadaan orang-orang munafik. Demikian pula orang yang beramal hanya sebatas aktifitas anggota tubuh, tetapi tidak disertai keyakinan hati, itu merupakan keadaan orang-orang munafik.
Pada masa Nabi Shallallahu alaihi wasalam , mereka senantiasa shalat bersama beliau, berperang, mengeluarkan nafkah, pulang pergi bersama kaum muslimin, tetapi hati mereka tidak pemah beriman kepada agama Allah. Kepada mereka, Allah menghukumi sebagai orang-orang munafik, dan balasan untuk mereka adalah berada di kerak atau dasar Neraka.
Demikian pula orang yang beriman hanya dengan hatinya tapi tidak disertai dengan amalan anggota badan.
Ini adalah keadaan iblis. Dia percaya pada kekuasaan Allah, Dzat yang menghidupkan dan mematikan. Dia meminta penangguhan kematiannya, dia juga percaya terhadap adanya hari Kiamat, tetapi dia tidak beramal dengan anggota tubuhnya. Allah berfirman:
Artinya: "la (iblis) enggan dan takabur dan dia temzasuk golongan orang-orang kafir". (Al Baqarah:34)
Dalam Al Qur'an setiap kali disebutkan kata iman, selalu disertai dengan amal, seperti: "Orang yang beriman dan beramal shaIih ...........
Amal selalu beriringan dan merupakan konsekuensi iman, keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan.
Kepada ukhti yang belum berhijab dengan alasan "iman itu letaknya di hati", kami hendak bertanya, andaikata seorang kepala sekolah memintanya membuat laporan, atau mengawasi murid-murid, atau memberi pelajaran ekstra kurikuler, atau menjadi petugas piket untuk menggantikan guru yang berhalangan hadir atau pekerjaan lain, logiskah jika dia menjawab: "Dalam hati, saya percaya dan sudah mantap terhadap apa yang diminta oieh direktur kepadaku, tetapi aku tidak mau melaksanakan apa yang dikehendakinya dariku". Apakah jawaban ini bisa diterima? Lalu apa akibat yang bakal menimpanya?
Ini sekedar contoh dalam kehidupan manusia. Lalu bagaimana jika urusan ini berhubungan dengan Allah, Tuhan manusia yang memiliki sifat Yang Maha Tinggi?
D. SYUBHAT KEEMPAT: ALLAH BELUM MEMBERIKU HIDAYAH
Para
akhawat yang tidak berhijab banyak yang berdalih: "Allah belum memberiku
hidayah. Sebenamya·aku juga ingin berhijab, tetapi hendak bagaimana jika hingga
saat ini Allah belum memberiku hidayah?, do'akanlah aku agar segera mendapat
hidayah!"
Ukhti
yang berdalih seperti ini telah terperosok dalam kekeliruan yang nyata. Kami
ingin bertanya: "Bagaimana engkau mengetahui bahwa Allah belum memberimu
hidayah?"
Jika jawabannya, "Aku tahu", maka ada satu dari dua kemungkinan:
Jika jawabannya, "Aku tahu", maka ada satu dari dua kemungkinan:
Pertama,
dia mengetahui ilmu ghaib yang ada di dalam kitab yang tersembunyi (Lauhul
Mahfuzh). Dia pasti mengetahui pula bahwa dirinya termasuk orang-orang yang
celaka dan bakal masuk Neraka.
Kedua,
ada makhluk lain yang mengabarkan padanya tentang nasib dirinya, bahwa dia
tidak termasuk wanita yang mendapatkan hidayah. Bisa jadi yang memberitahu itu
malaikat atau pun manusia.
Tika
kedua jawaban itu tidak mungkin adanya, bagaimana engkau mengetahui Allah belum
memberimu hidayah? Ini salah satu masalah.
Masalah
lain adalah, AUah telah menerangkan dalam kitabNya, bahwa hidayah itu ada dua
macam.Masing-masing adalah hidayah dilaIah dan hidayah taufiq.
- Hidayah
Dilalah
Ini adalah bimbingan atau petunjuk pada kebenaran. Dalam hidayah'ini, terdapat campur tangan dan usaha manusia, di samping hidayah Allah dan bimbingan RasulNya. Allah telah menunjukkan jalan kebenaran pada manusia yang mukallnf, juga Dia telah menunjukkan jalan kebatilan yang menyimpang dari petunjuk para Rasul dan KitabNya. Para rasul pun telah menerangkan jalan ini kepada kaumnya. Begitu pula para da'i. Mereka semua menerangkan jalan ini kepada manusia. Jadi semua ikut ambil bagian dalam hidayah ini.
- Hidayah
Taufiq
Hidayah ini hanya milik Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya (dalam pemberian hidayah taufiq ini). Ia berupa peneguhan kebenaran dalam hati, penjagaan dari penyimpangan, pertolongan agar tetap meniti dan teguh di jalan kebenaran, pendorong pada kecintaan iman. Pendorong pada kebencian terhadap kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan.
Hidayah raufiq diberikan kepada orang yang memenuhi panggi!an Allah dan mengikuti petunjukl\lya.
Jenis hidayah ini datang sesudah hidayah dilalah. Sejak awal, dengan tidak pilih kasih, Allah memperlihatkan kebenaran kepada semua manusia. Allah berfirman:Artinya:
"Dan adapun kaum Tsamua maka mereka telah kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk itu .... " (Fushshilat: 17 )
Dan untuk itu, Allah menciptakan potensi dalam diri setiap orang mukaIlaf untuk memilih antara jalan kebenaran atau jalan kebatilan. Jika dia memilih jalan kebenaran menurut kemauannya sendiri maka hidayah taufiq akan datang kepadanya. Allah berfirman:
Artinya: ''Dan orang-orang yang meminta petunjuk, Allah (akan) menambah petunjuk pada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya " . (Muhammad: 17)
Jika dia memilih kebatilan menurut kemauannya sendiri, maka Allah akan menambahkan kesesatan padanya dan Dia mengharamkannya mendapat hidayah taufiq.Allah berfirman :
Artinya:"Katakanlah: 'Barangsiapa yang berada dalam kesesatan, maka biarlah Tuhan Yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya .... "(Maryam: 75)
Artinya: ...Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka ". (Ash Shaf: 5)
- Penumpamaan
Hidayah Taufiq
Syaikh Asy Sya'rawi memberikan perumpamaan yang amat mengena tentang hidayah taufiq ini, dan itu menupakan sunnatullah. Beliau mengumpamakan dengan seseorang yang menanyakan suatu alamat. Orang itu pergi ke polisi lain lintas untuk menanyakan alamat tersebut. Lain polisi menyarankan: "Anda bisa bejalan lurus sepanjang jalan ini, sampai di perempatan anda belok ke kanan, selanjutnya ada gang, anda belok ke kiri, di situ anda mendapatkan jalan raya, di seberang jalan raya tersebut akan terlihat gedung dengan pamplet besar, itulah alamat yang anda cari".
Orang tersebut dihadapkan pada dua pilihan, percaya kepada petunjuk polisi atau mendustakannya. Jika percaya kepada polisi, ia akan segera beranjak mengikuti petunjuk yang diterimanya. Jika berjalan terus sesuai dengan petunjuk polisi, ia akan semakin dekat dengan tempat dan alamat yang ia inginkan.
Jika ia tidak mempercayai saran polisi itu bahkan malah mengumpatnya sebagai pendusta, sehingga ia bejalan menuju arah yang berlawanan, rnaka semakin jauh dia berjalan, semakin jauh pula kesesatannya. Itulah perumpamaan petunjuk dan kesesatan.
Ini merupakan perumpamaan yang tepat untuk mendekatkan pengertian sunnatullah ini. Siapa yang memilih kebenaran, Allah akan menolong dan meneguhkannya. Dan siapa yang memilih kebatilan, Allah akan menyesatkannya dan membiarkannya bersama setan yang menyertainya.
- Carilah Sebab-sebab Hidayah, Niscaya Anda Mendapatkannya
Itulah sunnatullnh yang berlaku pada semua makhluknya. Allah berfirman:
...Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kaIi tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu". (Faathir: 43)
Adapun sunnatullah dalam perubahan nasib, hanya akan terjadi jika manusia memulai dengan mengubah terlebih dahulu dirinya sendiri, lain mengupayakan sebab-sebab perubahan yang dimaksudnya. Allah berfirman:
Artinya:"Sesungguhnya AIlah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. " (Ar Ra'd: 11)
Maka orang yang menginginkan hidayah, serta menghendaki agar orang lain mendo'akan dirinya agar mendapatkannya, ia harus berusaha keras dengan seba-sebab yang bisa mengantarkannya mendapat hidayah tersebut.
Dalam hal ini, terdapat teladan yang baik pada diri Maryam. Suatu hari, dia amat membutuhkan makanan, Padahal ketika itu, ia dalam kondisi sangat lemah, seperti yang biasa tejadi pada wanita yang hendak melahirkan.Lalu Allah memerintahkannya melakukan suatu usaha yang orang laki-laki paling kuat sekali pun tidak akan mampu melakukannya. Maryam diminta menggoyang-goyangkan pangkal pohon korma, meskipun pangkal pohon korma itu sangat kokoh dan sulit digoyang-goyangkan. Allah berfirman:
Artinya: "Dan goyanglah pangkal pohon komra itu ke arahmu .... (Maryam: 25)
Maryam tidak mungkin mampu menggoyang pangkal pohon korma, sementara dia dalam kondisi yang amat lemah. Itu hanya dimaksudkan sebagai usaha mencari sebab dengan cara meletakkan tangannya di pohon korma.
Dengan demikian terpenuhilah hukum kausalitas dan sunnatullah dalam hal perubahan. Maka hasilnya adalah:
Artinya: "Pohon itu akan menggugurkan buah korma yang masak kepadamu ". (Maryam: 25)
Inilah sunnatullah dalam perubahan. Tidak mungkin orang mukmin terus-menerus berada di masjid, bahkan meskipun di Masjidil Haram dengan hanya duduk dan beribadah kepada Allah, Seraya mengharap rizki dari Allah.
Tentu Allah tidak akan mengabulkannya tanpa dia sendiri mencari sebab-sebab rizki tersebut. Langit tak mungkin sekonyong-konyong menurunkan hujan emas dan perak.
Karena itu, wahai ukhti, berusahalah mendapatkan sebab-sebab hidayah, niscaya anda mendapatkan hidayah tersebut dengan izin Allah. Di antara usaha itu ialah berdo'a agar mendapat hidayah, memilih teman yang shalihah, selalu membaca, mempelajari dan merenungkan Kitab Allah, mengikuti majelis-majelis dzikir dan ceramah agama, mendengarkan kaset pengajian agama, membaca buku-buku tentang keimanan dan sebagainya.
Tetapi, sebelum melakukan semua itu hendaknya engkau terlebih dahulu meninggallkan hal-hal yang bisa menjauhkanmu dari jalan hidayah. Seperti teman yang tidak baik, membaca majalah-majalah yang tidak mendidik, menyaksikan tayangan-tayangan televisi yang membangkitkan perbuatan haram, bepergian tanpa disertai mahram, menjalin hubungan dengan para pemuda (pacaran), dan hal-hal lain yang bertentangan dengan jalan hidayah.
E. SYUBHAT KELIMA: TAKUT TIDAK LAKU NIKAH
Sebagian
akhawat yang tidak ber-hijab berdalih dengan takut tidak laku nikah Syubhat
yang dibisikkan setan dalam jiwa sebagian akhawat yang tidak berhijab ini,
pangkalnya adalah perasaan bahwa para pemuda tidak akan mau memutuskan menikah
kecuali jika dia telah melihat badan, rambut, kulit, kecantikan dan perhiasan
sang gadis. Jika ia berhijab atau memakai cadar, tentu tak ada yang bisa
dilihat dari padanya, sehingga sang pemuda enggan mengambil keputusan untuk
menikahinya.
Ironinya,
kepercayaan seperti ini, tidak hanya monopoli para akhawat, tetapi juga
merupakan kepercayaan para orang tua, pada akhimya mereka melarang anak-anak
puterinya memakai hijab. Syubhat ini tidak bisa diterima lewat dua alasan mendasar.
- Penilaian
dari Sisi Teori Dasar
Meskipun kecantikan merupakan salah satu sebab paling pokok dalam pernikahan, tetapi ia bukan satu-satunya sebab dinikahinya wanita.Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Wanita itu dinikahi karena empat hal. Yaitu karena harta, keturunan, kecantikan dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang berpegang teguh dengan agama, (jika tidak) niscaya kedua tanganmu berlumur debu.
Memang demikian yang terjadi. Kaum laki-laki tidak hanya melihat unsur kecantikan semata, tetapi ada hal-hal lain yang menyatu dengan kecantikan itu atau terlepas darinya, yang dijadikan pertimbangan dalam memilih isteri. Namun para gadis dan orangtua banyak yang menganggap kecantikan adalah segala-galanya. Atau setidak-tidaknya menjadikan kecantikan sebagai unsur terpenting, sedangkan hal lainnya bisa dikesampingkan. Jelas, jalan pikiran seperti ini bertentangan dengan naluri manusia.
- Penilaian dari Sisi Empiris
Bisa jadi sikap gadis-gadis yang biasa memperlihatkan aurat --yang dimaksudkan untuk menawan hati pria-- menjadi bumerang bagi dirinya. Betapa banyak tindakan itu malah membuat para pemuda enggan menikahinya. Sebab bisa saja para pemuda itu beranggapan, jika wanita tersebut berani melanggar salah satu perintah Allah, yaitu hijab, tidak menutup kemungkinan dia akan berani melanggar perintah-perintah yang lain. Karena setan memiliki banyak kiat.
Meskipun terkadang kenyataan yang ada tidak selalu sesuai dengan pendapat ini, tetapi memang begitulah keadaan mayoritas pemuda kita di zaman sekarang.Pemuda yang menyunting gadis ber-hijab, namanya akan menjadi harum, meskipun ia sendiri tidak termasuk orang-orang yang dinilai ta'at menjalankan perintah agama.
F. SYUBHAT KEENAM: IA MASIH BELUM DEWASA
Syubhat
ini banyak beredar di kalangan orangtua serta sebagian akhawat yang tidak
ber-hijab. Sebenamya anak-anak tersebut sudah memiliki niat memakai hijab,
tetapi kemudian ditunda karena syubhat ini. Karena itu dalih ini lebih pantas
disebut hawa nafsu daripada syubhat.
Kebanyakan
mereka berkata: "Jangan sampai melarangnya menikmati kehidupan. Dia toh
masih belum dewasa. Dia masih senang dengan pakaian yang indah, bersolek dengan
berbagai macam make up serta masih suka menampakkan kecantikannya. Semua ini
membuatnya lebih berbahagia dan menikmati hidup".
Kenapa
kita melarang dan menghalangi kebahagiaan justru pada saat umur mereka masih
relatif sangat muda?
Kalau kita terlanjur ketinggalan kereta, mengapa kita membuatnya pula ketinggalan kereta dengan begitu tergesa-gesa?
Kalau kita terlanjur ketinggalan kereta, mengapa kita membuatnya pula ketinggalan kereta dengan begitu tergesa-gesa?
Menurut
pendapat mereka, masa belum dewasa berlangsung hingga anak berumur dua puluh
tahun. Karenanya, meskipun ada gadis yang sudah datang bulan pada umur 13
tahun, dia masih dianggap anak-anak.
- Nasihat
untuk Para Wali
Sesungguhnya para wali, baik bapak atau ibu yang mencegah anak-anak puterinya ber-hijab, dengan dalih karena masih belum dewasa, mereka memiliki tanggung jawab yang besar di hadapan Allah pada hari Kiamat.
Ketika seorang gadis mendapatkan haidh, seketika itu pula ia wajib ber-hijab, menurut syari'at. Jika wali gadis itu melarangnya ber-hijab, maka dia mendapat dosa besar, dan Allah akan, menanyakan hal itu pada hari Kiamat. Allah berfirman:
Artinya:"Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya ". (Ash-Shaaffaat: 24)
Maksudnya jika ia menyuruh anak puterinya memakai hijab sejak dini.
Nabi ShalIallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan ditanya tentang yang dipimpinnya.... "'"
Seorang ayah adalah pemimpin pertama dalam rumah tangga. Fada hari Kiamat dia akan ditanya tentang masing-masing orang yang ada di bawah kepemimpinannya.
Setiap ayah hendaknya bertanya kepada dirinya sendiri: "Berapa banyak para pemuda yang tergoda oleh anak puterinya? Seberapa jauh puterinya menyebabkan penyimpangan para pemuda?"
- Ungkapan Cinta untuk Anak-anak Puteri
Allah sebagai saksi, betapa kami amat mengkhawatirkan dirimu akan mendapat siksa Allah. Kami begitu ingin menyelamatkanmu dari segala bahaya yang akan menimpamu, baik di dunia maupun di akhirat. Ini adalah kewajiban seorang muslim kepada saudaranya muslim yang lain.
Di antara bahaya yang bakal menimpa ukhti yang tidak ber-hijab, baik di dunia maupun di akhirat, adalah seperti disebutkan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam sabdanya:
"Akan ada di akhir umatku kaum lelaki yang menunggang pelana seperti layaknya kaum lelaki, mereka turun di depan pintu-pintu masjid, wanita-wanita merekn berpakaian (tetapi) telanjang, di atas kepala mereka (terdapat sesuatu) seperti punuk onta yang lemah gemulai. Laknatlah mereka!, sesungguhnya mereka adalah wanita-wanita terlaknat.
Wahai ukhti yang tak ber-hijab! Tahukah engkau makna laknat? Laknat artinya dijauhkan dari rahmat Allah Ta'ala.
Dalam hadits tadi, Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam memerintahkan setiap muslim, agar melaknat tipe wanita seperti yang telah disebutkan. Yaitu mereka yang mengenakan pakaian di tubuh mereka, tapi tidak sampai menutup auratnya, sehingga seakan-akan mereka telanjang. Dalam hadits lain Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda:
"Dua kelompok termasuk penghuni Neraka, aku (sendiri) belum pernah melihat mereka, yaitu orang-orang yang membawa cemeti seperti ekor sapi, dengannya mereka mencambuki manusia ,~dan para wanita yang berpakaian (tetapi) teIanjang, bergoyang-goyang dan berlenggak-lenggok, kepala mereka (ada sesuatu) seperti punuk unta yang bergoyang-goyang. Mereka tentu tidak akan masuk Surga, bahkan tidak mendapatkan baunya. Dan sesungguhnya bau Surga itu tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian ".(HR.Muslim)
Dalam hadits tersebut terdapat sifat-sifat secara rinci tentang golongan wanita ini, yaitu: - Mengenakan
sebagian pakaian, tetapi dia menyerupai orang telanjang, karena sebagian
besar tubuhnya terbuka dan itu mudah membangkitkan birahi laki- laki,
seperti paha, lengan, rambut, dada dan lain-lainnya. Juga pakaian yang
tembus pandang atau yang amat ketat, sehingga membentuk lekuk-lekuk
tubuhnya, maka ia seperti telanjang, meski berpakaian.
- Jalannya
lenggak-lenggok dan bergoyang, sehingga membangkitkan nafsu birahi.
- Kepalanya
tampak lebih tinggi, sebab ia membuat seni hiasan dari bulu atau rambut
sintetis, karena tingginya, ia seperti punuk onta.
Hadits tersebut juga menjelaskan hakikat golongan wanita yang tidak masuk surga, bahkan sekedar mencium bau wanginya pun tidak, padahal rahmat Allah meliputi segenap langit dan bumi. Belum lagi Rasulullah Shallallalhu 'Alaihi Wasallam yang menyuruh kaum muslimin agar melaknat mereka. "Laknatlah mereka, sesungguhnya mereka adalah wanita terlaknat".
Kami tidak menginginkan,selain kebaikan bagi anda Kekhawatiran kami kepada diri anda, mendorong kami berharap dari lubuk hati kami yang terdalam, untuk menjauhkan anda dari segala yang tidak disenangi. Semoga Allah mengisi hati anda dengan cahayaNya yang tidak pernah padam, lalu anda menang dalam pertarungan melawan setan, jin dan manusia. Selanjutnya anda berketetapan melepaskan jeratan dan memerdekakan diri dari tawanan hawa nafsu, menuju alam kebebasan, kemuliaan, kehormatan, ketenangan dan alam kesucian.
- Apakah Engkau Menjamin Umurmu Masih Panjang?
Wahai ukhti yang tidak ber-hijab! Engkau tidak mau berhijab dengan dalih masih belum dewasa, apakah engkau dapat menjamin umurmu panjang beberapa saat lagi? Apakah engkau tahu, atau seseorang mengabarkan padamu tentang kapan engkau bakal mati?
Jika tidak, maka boleh jadi kematian akan menjemputmu setelah setahun, sebulan, seminggu, sehari, sejam atau sedetik kemudian. Semua itu serba mungkin, selama kita tidak tahu kapan ajal kita akan datang.
Wahai ukhti, kematian tidak hanya mengetuk pintu orang yang sakit, tidak pula orang yang lanjut usia saja, tetapi juga orang-orang yang sehat walafiat, orang dewasa, pemuda bahkan sampai bayi yang masih menetek di pangkuan ibunya. Banyak contoh yang bisa dipaparkan
G. KISAH-KISAH NYATA
- Kematian
Yang Tiba-tiba
Seorang anggota parlemen dalam kondisi kesehatan yang prima, penuh energi dan memiliki etos kerja sangat tinggi, orangnya masih muda. Namun, tiba-tiba virus ganas menyerang otaknya. Tak berlangsung lama, virus itu berubah menjadi segumpal daging. Anggota parlemen itu akhimya tak berdaya dan meningal dengan cara yang amat mengenaskan.
- Kematian
Tak Kenal Orang Sehat atau Sakit
Seorang komandan tinggi di jajaran Angkatan Bersenjata, ia tak pernah mengeluhkan suatu penyakit apapun, tubuhnya padat berisi, otot-ototnya kekar, lincah dan gesit dalam melakukan tugas di teritorialnya.
Seperti biasa, pada suatu malam, ia pergi tidur. Di pagi hari, sang ibu membangunkannya. Tak ada jawaban. Apa yang tejadi? Ternyata tubuhnya sudah dingin dan terbujur kaku. Tidur itu menghantarnya pada kematian dan tak pemah kembali lagi.
- Temanku
Mati Terbakar
Abu Abdillah berkata: "Aku tak tahu, bagaimana harus menuturkan kisah ini padamu. Kisah yang pemah kualami sendiri beberapa tahun lain, sehingga mengubah total perjalanan hidupku. Sebenarnya aku tak ingin menceritakannya, tapi demi tanggung jawab di hadapan Allah, demi peringatan bagi para pemuda yang mendurhakai Allah dan demi pelajaran bagi para gadis yang mengejar bayangan semu, yang disebut cinta, maka kuungkapkan kisah ini.
Ketika itu kami tiga sekawan. Yang mengumpulkan kami adalah kesamaan nafsu dan kesia-siaan. Oh tidak, kami berempat. Satunya lagi adalah setan.
Kami pergi berburu gadis-gadis. Mereka kami rayu dengan kata-kata manis, hingga mereka takluk, lain kami bawa ke sebuah taman yang jauh terpencil. Di sana, kami berubah menjadi serigala-serigala yang tak menaruh belas kasihan mendengar rintihan permohonan mereka, hati dan perasaan kami sudah mati.
Begitulah hari-hari kami di taman, di tenda, atau dalam mobil yang di parkir di pinggir pantai. Sampai suatu hari, yang tak mungkin pernah saya bisa melupakannya, seperti biasa kami pergi ke taman. Seperti biqsa pula, masing-masing kami menyantap satu mangsa gadis, ditemani minuman laknat. Satu hal kami lupa.saat itu, makanan.
Segera salah Seorang di antara kami bergegas membeli makanan dengan mengendarai mobilnya. Saat ia berangkat, jam menunjukkan pukul enam sore. Beberapa jam berlalu, tapi teman kami itu belum kembali. Pukul sepuluh malam, hatiku mulai tidak enak dan gusar. Maka aku segera membawa mobil untuk mencarinya. Di tengah perjalanan, di kejauhariaku melihat jilatan api. Aku mencoba mendekat. Astaghfirullah, aku hampir tak percaya dengan yang kulihat.Ternyata api itu bersumber dari mobil temanku yang terbalik dan terbakar. Aku panik seperti orang gila.Aku segera mengeluarkan tubuh temanku dari mobilnya yang masih menyala. Aku ngeri tatkala melihat separuh tubuhnya masak terpanggang api. Kubopong tubuhnya lalu kuletakkan di tanah.
Sejenak kemudian, dia berusaha membuka kedua belah matanya, ia berbisik lirih: "Api..., api...!"
Aku memutuskan untuk segera membawa ke rumah sakit dengan mobilku. Tetapi dengan suara campur tangis, ia mencegah: ";Tak ada gunanya.. aku tak akan sampai...!l
Air mataku tumpah, aku harus menyaksikan temanku meninggal dihadapanku. Di tengah kepanikanku, tiba-tiba ia berteriak lemah: "Apa yang mesti kukatakan padarnya?
Apa yang mesti kukatakan padaNya?"
Aku memandanginya penuh keheranan. "Siapa?" tanyaku. Dengan suara yang seakan berasal dari dasar Sumur yang amat dalam, dia menjawab: "Allah!"
Aku merinding ketakutan. Tubuh dan perasaanku terguncang keras. Tiba-tiba temanku itu menjerit,gemanya menyelusup ke setiap relung malam yang gulita, lain kudengar tarikan nafasnya yang terakhir. Innanlillaahi wa innaa ilaihi raaji 'uun.
Setelah itu, hari-hari berlalu seperti sedia kala, tetapi bayangan temanku yang meninggal, jerit kesakitannya, api yang membakaryal dan lolongannya "Apa yang harus kukatakan padaNya? Apa yang harus kukatakan padaNya?", seakan terus membuntuti setiap gerak dan diamku.
Pada diriku sendiri aku bertanya: "Aku,... apa yang harus kukatakan padaNya?"
Air mataku menetes, lain sebuah getaran aneh menjalari jiwaku. Saat puncak perenungan itulah, sayup-sayup aku mendengar adzan Shubuh menggema:
"Allahu Akbar, Allahu Akbar, Asyhadu Anla Ilaaha Illa Allah... Asyhadu Anna Muhammadar XasuluNah... Hayya 'Alash Shalaah..."
Aku merasa bahwa adzan itu hanya ditujukan pada diriku saja, mengajakku menyingkap fase kehidupanku yang kelam, mengajakku pada jalan cahaya dan hidayah.
Aku segera bangkit, mandi dan wudhu, menyucikan tubuhku dari noda-noda kehinaan yang menenggelamkanku selama bertahun-tahun.
Sejak saat itu, aku tak pernah lagi meninggall<an shalat. Aku memuji Allah, yang tiada yang layak dipuji selain Dia. Aku telah menjadi manusia lain. Mahasuci Allah yang telah mengubah berbagai keadaan. Dengan seizin Allah, aku telah menunaikan umrah. Insya AIlah aku akan melaksanakan haji dalam waktu dekat, siapa yang tahu? Umur ada di tangan Allah.
- Kesudahan Yang Berlawanan
Tatkala masih di bangku sekolah, aku hidup bersama kedua orangtuaku dalam lingkungan yang balk. Aku selalu mendengar do'a ibuku saat pulang dari keluyuran dan begadang malam. Demikian pula ayahku, ia selalu dalam Shalatnya yang panjang. Aku heran, mengapa ayah shalat begitu lama, apalagi jika saat musim dingin yang menyengat tulang.
Aku sungguh heran. Bahkan hingga aku berkata kepada' diri sendiri: "Alangkah sabarnya mereka...setiap hari begitu...benar-benar mengherankan!"
Aku belum tahu bahwa di situlah kebahagiaan orang mukmin, dan itulah shalat orang-orang pilihan...Mereka bangkit dari tempat tidumya untuk bermunajat kepada Allah.
Setelah menjalani pendidikan militer, aku tumbuh sebagai pemuda yang matang. Tetapi diriku semakin jauh dari Allah. Padahal berbagai nasihat selalu kuterima dan kudengar dari waktu ke waktu.
Setelah tamat dari pendidikan, aku ditugaskan ke kota yang jauh dari kotaku. Perkenalanku dengan teman-teman sekerja membuatku agak ringan menanggung beban sebagai orang terasing.
Di sana, aku tak mendengar lagi suara bacaan Al-Qur'an. Tak ada lagi suara ibu yang membangunkan dan menyuruhku shalat. Aku benar-benar hidup sendirian, jauh dari lingkungan keluarga yang dulu kami nikmati.
Aku ditugaskan mengatur lalu lintas di sebuah jalan tol. Di samping menjaga keamanan jalan, tugasku membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan.
Pekejaan baruku sungguh menyenangkan Aku lakukan tugas-tugasku dengan semangat dan dedikasi tinggi.
Tetapi, hidupku bagai selalu diombang-ambingkan ombak. Aku bingung dan sering melamun sendirian...banyak waktu luang...pengetahuanku terbatas.
Aku mulai jenuh...tak ada yang menuntunku di bidang agama. Aku'sebatang kara. Hampir tiap'·hari yang kusaksikan hanya kecelakaan dan orang-orang yang mengadu kecopetan atau bentuk-bentult penganiayaan lain. Aku bosan dengan rutinitas. Sampai suatu hari terjadilah suatu peristiwa yang hingga kini tak pernah kulupakan.
Ketika kami dengan seorang kawan sedang bertugas di sebuah pos jalan.Kami asyik ngobrol…tiba-tiba kami dikagetkan oleh suara benturan yang amat keras.
Kami mengalihkan pandangan. Teryata, sebuah mobil bertabrakan dengan mobil lain yang meluncur dari arah berlawanan. Kami segera berlari menuju tempat kejadian untuk menolong Korban.
Kejadian yarng sungguh tragis. Kami lihat dua awak salah satu mobil daIam kondisi sangat kritis kedua nya segera kami keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah.
Kami cepat-cepat menuju mobil satunya. Ternyata pengemudinya telah tewas dengan amat mengerikan. Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada dalam kondisi koma. Temanku menuntun mereka mengucapkan kalimat syahadat. :
Ucapkanlah "Laailaaha Illallaah…Laailaaha Illallaah…" perintah temanku.
Tetapi sungguh mengherankan, dari mulutnya malah meluncur lagu-lagu. Keadaan itu membuatku merinding.
Temanku tampaknya sudah biasa menghadapi orang-orang yang sekarat...Kembali ia menuntun korban itu membaca syahadat.
Aku diam membisu. Aku tak berkutik dengan pandangan nanar. Seumur hidupku, aku belum pernah menyaksikan orang yang sedang sekarat, apalagi dengan kondisi seperti ini. Temanku terus menuntun keduanya mengulang-ulang bacaan syahadat. Tetapi... keduanya tetap terus saja melantunkan lagu.
Tak ada gunanya...
Suara lagunya semakin melemah...lemah dan lemah sekali. Orang pertama diam, tak bersuara lagi, disusul orang kedua. Tak ada gerak... keduanya telah meninggal dunia.
Kami segera membawa mereka ke dalam mobil.
Temanku menunduk, ia tak berbicara sepatah pun. Selama pejalanan hanya ada kebisuan, hening.
Kesunyian pecah ketika temanku memulai bicara. Ia berbicara tentang hakikat kematian dan su'ul khatimah (kesudahan yang buruk). Ia berkata: "Manusia akan mengakhiri hidupnya dengan baik atau buruk. Kesudahan hidup itu biasanya pertanda dari apa yang dilakukan olehnya selama di dunia". Ia bercerita panjang lebar padaku tentang berbagai kisah yang diriwayatkan dalam buku-buku Islam. Ia juga berbicara bagaimana seseorang akan mengakhiri hidupnya sesuai dengan masa lalunya secara lahir batin.
Perjalanan ke rumah sakit terasa singkat oleh pembicaraan kami tentang kematian. Pembicaraan itu makin sempurna gambarannya tatkala ingat bahwa kami sedang membawa mayat.
Tiba-tiba aku menjadi takut mati. Peristiwa ini benar-benar memberi pelajaran berharga bagiku. Hari itu, aku shalat kusyu' sekali.Tetapi perlahan-lahan aku mulai melupakan peristiwa itu.
Aku kembali pada kebiasaanku semula...Aku seperti tak pemah menyaksikan apa yang menimpa dua orang yang tak kukenal beberapa waktu lalu. Tetapi sejak saat itu, aku memang benar-benar menjadi benci kepada yang namanya lagu-lagu. Aku tak mau tenggelam menikmatinya seperti sedia kala. Mungkin itu ada kaitannya dengan lagu yang pemah kudengar dari dua orang yang sedang sekarat dahulu.
* Kejadian Yang Menakjubkan...
Selang enam bulan dari peristiwa mengerikan itu...sebuah kejadian menakjubkan kembali terjadi di depan mataku. Seseorang mengendarai mobilnya denganpelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di sebuah terowongan menuju kota.
Ia turun dari mobilnya untuk mengganti ban yang kempes. Ketika ia berdiri di belakang mobil untuk menurunkan ban serep, tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabraknya dari arah belakang. Lelaki itu pun langsung tersungkur seketika.
Aku dengan seorang kawan, -bukan yang menemani-ku pada peristiwa yang pertama- cepat-cepat menuju tempat kejadian. Dia kami bawa dengan mobil dan segera pula kami menghubungi rumah sakit agar langsung mendapatpenanganan.
Dia masih muda, dari tampangnya, ia kelihatan seorang yang ta'at menjalankan perintah agama.
Ketika mengangkatnya ke mobil, kami berdua cukup panik, sehingga tak sempat memperhatikan kalau ia menggumamkan sesuatu. Ketika kami membujurkannya di dalam mobil, kami baru bisa membedakan suara yang keluar dari mulutnya.
Ia melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an...dengan suara amat lemah.
"Subhanallah! " dalam kondisi kritis seperti , ia masih sempat melantunkan ayat-ayat suci Al-quran? Darah mengguyur seluruh pakaiannya; tulang-tulangnya patah, bahkan:ia hampir mati.
Dalam kondisi seperti itu, ia terus melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan suaranya yang merdu. Selama hidup aku tak pernah mendengar suara bacaan' al quran seindah itu. Dalam batin aku bergumam sendirian: "Aku akan menuntun membaca syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu... apalagi aku Sudah punya pengalaman" aku Meyakinkan diriku sendiri.
Aku dan kawanku seperti kena hipnotis mendengarkan suara bacaan Al-Qurlan yang merdu itu. Sekonyong-konyong tubuhku merinding menjalar dan menyelusup ke setiap rongga.
Tiba-tiba suara itu berhenti. Aku menoleh ke belakang. Kusaksikan dia mengacungkan jari telunjuknya lalu bersyahadat. Kepalanya terkulai, aku melompat ke belakang. Kupegang tangannya, detak jantungnya nafasnya, tidak ada yang terasa. Dia telah meninggal dunia.
Aku lalu memandanginya lekat-lekat, air mataku menetes, kusembunyikan tangisku, takut diketahui kawanku. Kukabarkan kepada kawanku kalau pemuda itu telah wafat. Kawanku tak kuasa menahan tangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus menangis, air mataku deras mengalir. Suasana dalam mobil betul-betul sangat mengharukan.
Sampai di rumah sakit...Kepada orang-orang di sanal kami mengabarkan perihal kematian pemuda itu dan peristiwa menjelang kematiannya yang menakjubkan. Banyak orang yang terpengaruh dengan kisah kami, sehingga tak sedikit yang meneteskan air mata. Salah seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya, segera menghampiri jenazah dan mencium keningnya.
Semua orang yang hadir memutuskan untuk tidak beranjak sebelum mengetahui secara pasti kapan jenazah akan dishalatkan. Mereka ingin memberi penghormatan terakhir kepada jenazah, semua ingin ikut menyalatinya. i
Salah seorang petugas tumah sakit menghubungi rumah almarhum. Kami ikut mengantarkan jenazah hingga ke rumah keluarganya. Salah seorang saudaranya mengisahkanl ketika kecelakaan sebetulnya almarhum hendak menjenguk neneknya di desa. Pekejaan itu rutin ia lakukan setiap hari Senin. Di sana almarhum juga menyantuni para janda, anak yatim dan orang-orang miskin. Ketika tejadi kecelakaan, mobilnya penuh dengan beras, gula, buah-buahan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Ia juga tak lupa membawa buku-buku agama dan kaset-kaset pengajian. Semua itu untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang yang ia santuni. Bahkan ia juga membawa permen untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak kecil.
Bila ada yang mengeluhkan-padanya tentang kejenuhan dalam pejalanan, ia menjawab dengan halus. "Justru saya memanfaatkan waktu pejalananku dengan menghafal dan mengulang-ulang bacaan Al-Qur'an, juga dengan mendengarkan kaset-kaset pengajian, aku mengharap ridha Allah pada setiap langkah kaki yang aku ayunkan," kata almarhum.
Aku ikut menyalati jenazah dan mengantamya sampai ke kuburan.
Dalam liang lahat yang sempit, almarhum dikebumikan. Wajahnya dihadapkan ke kiblat.
"Dengan nama Allah dan atas ngama Rasulullah".
Pelan-pelan, kami menimbuninya dengan tanah...Mintalah kepada Allah keteguhan hati saudaramu, sesungguhnya dia akan ditanya...
Almarhum menghadapi hari pertamanya dari hari-hari akhirat...
Dan aku... sungguh seakan-akan sedang menghadapi hari pertamaku di dunia.Aku benar-benar bertaubat dari kebiasaan burukku. Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosaku di masa lalu dan meneguhkanku untuk tetap mentaatinya, memberiku kesudahan hidup yang baik (khusnul khatimah) serta menjadikan kuburanku dan kuburan kaum muslimin sebagai taman-taman Surga. Amin...
Perjalanan Yang Jauh
Nurah, saudara perempuanku nampak pucat dan kurus sekali. Tetapi seperti biasa, ia masih membaca Al-Qur'anul Karim.
Tika ingin menemuinya, pergilah ke mushallanya. Di sana engkau akan mendapatinya sedang ruku', sujud dan menengadahkan ke langit. Itulah yang dilakukannya setiap pagi, sore dan di tengah malam hari. Ia tidak pernah jenuh.
Berbeda dengannya, aku selalu asyik membaca majalah-majalah seni, tenggelam dengan buku-buku cerita dan hampir tak pernah beranjak dari video. Bahkan, aku sudah identik dengan benda yang satu ini. Setiap video diputar pasti di situ ada aku. Karena 'kesibukanku' ini, banyak kewajiban yang tak bisa kuselesaikan bahkan, aku suka meninggalkan shalat.
Setelah tiga jam berturut-turut menonton video di tengah malam, aku dikagetkan oleh suara adzan yang berkumandang dari masjid dekat rumahku.
Sekonyong-konyong malas menggelayuti semua persendianku, maka aku pun segera menghampiri tempat tidur.
Nurah memanggilku dari mushallanya.
Dengan berat sekali, aku menyeret kaki menghampirinya.
"Ada apa Nurah?," tanyaku.
"Jangan tidur sebelum shalat Shubuh!", ia mengingatkan. "Ah. Shubuh kan masih satu jam lagi. Yang baru saja kan adzan pertamal"
Begitulah, ia selalu penuh perhatian padaku. Sering memberiku nasihat, sampai akhimya ia terbaring sakit. ia tergeletak lemah di tempat tidur.
"Hanah!," panggilnya lagi suatu ketika.
Aku tak mampu menolaknya. Suara itu begitu jujur dan polos.
"Ada apa saudariku?", tanyaku pelan.
"Duduklah!"
Aku menurut dan duduk di sisinya. Hening...
Sejenak kemudian Nurah melantunkan ayat suci Al-Qur'an dengan suaranya yang merdu.
"Tiapjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari Kiamat sajalah disempumnkan pahalamu." (Al Imran: 185)
Diam sebentar, lalu ia bertanya: "Apakah kamu tidak percaya adanya kematian?"
"Tentu saja percaya!"
"Apakah kamu tidak percaya bahwa amalmu kelak akan dihisab, baik yang besar maupun yang kecil?"
"Percaya. Tetapi bukankah Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang, sementara aku masih muda, umurku masih panjang!"
"Ukhti, apakah kamu tidak takut mati yang datangnya tiba-tiba? Lihatlah Hindun, dia lebih muda darimu, tetapi meninggal karena sebuah kecelakaan. Lihat pula si fulanah...Kematian tidak mengenal umur. Umur bukan ukuran bagi kematian seseorang.
Aku menjawabnya penuh ketakutan. Suasana tengah malam yang gelap mencekam, semakin menambah rasa takutku.
"Aku takut dengan gelap, bagaimana engkau menakut-nakutiku lagi dengan kematian ? Di mana aku akan tidur nanti ?" Jiwa asliku yang amat penakut betul-betul tampak.
Kucoba menenangkan diri aku benusaha tegar dengan mengalihkan pembicaraan pada tema yang menyenangkan, rekreasi.
"Oh ya, kukira ukhti setuju pada liburan ini kita pergi rekreasi bersama?", pancingku.
"'Tidak, karena barangkali tahun ini aku akan pergi jauh, ke tempat yang jauh... mungkin... umur ada di tangan Allah, Hanah", ia lalu terisak.
Suara itu bergetar, aku ikut hanyut dalam kesedihan.
Sekejap, langsung terlintas dalam benakku tentang sakitnya yang ganas. Para dokter, secara rahasia telah mengabarkan hal itu kepada ayah. Menurut analisa medis, para dker sudah tak sanggup, dan itu berarti dekatnya kematian.
Tetapi, siapa yang mengabarkan ini semua padanya?, atau ia memang merasa sudah datang waktunya?,
"Mengapa ternenung? Apa yang engkau lamunkan?", Nurah membuyarkan lamunanku.
"Apa kau mengira, hal ini kukatakan karena aku sedang sakit? Tidak. Bahkan boleh jadi umurku lebih panjang dari umur orang-orang sehat.
Dan kamu, sampai kapan akan terus hidup? Mungkin 20 tahun lagi, 40 tahun atau...
Lalu apa setelah itu? Kita tidak berbeda. Kita semua pasti akan pergi, entah ke Surga atau ke Neraka. Apakah engkau belum mendengar ayat:
"Barangsiapa dijauhkan dari Neraka dimasukkan ke dalam Surga maka sungguh ia telah beruntung" ( Ali Imran: 185)
"Sampai besok pagi," ia menutup nasihatnya.
Aku bergegas meninggalkannya menuju kamar.
Nasihatnya masih tergiang-ngiang di gendang telingaku, "Semoga Allah memberimu petunjuk, jangan lupa shalat!"
Pagi hari...Jam dinding menunjukkan angka delapan pagi.Terdengar pintu kamarku diketuk dari luar. "Pada jam ini biasanya aku belum mau bangun" pikirku. Tetapi di luar terdengar suara gaduh, orang banyak terisak.
"Ya Rabbi, apa yang tejadi?"
"Mungkin Nurah...?, "firasatku berbicara. Dan benar, Nurah pingsan, ayah segera melarikannya ke rumah sakit.
Tidak ada rekreasi tahun ini. Kami semua harus menunggui Nurah yang sedang sakit.
Lama sekali menunggu kabar dari rumah sakit dengan harap-harap cemas.
Tepat pukul satu siang, telepon di rumah kami berdering. Ibu segera mengangkatnya. Suara ayah di seberang, ia menelpon dari rumah sakit. "Kalian bisa pergi ke rumah sakit sekarang!," demikian pesan ayah singkat.
Kata ibu, tampak sekali ayah begitu panik, nada suaranya berbeda dari biasanya.
"Mana sopir...?" kami semua terburu-buru: Kami menyuruh sopir menjalankan mobil dengan cepat. Tapi ah, jalan yang biasanya terasa dekat bila aku menikmatinya dalam pejalanan liburan, kini terasa amat panj ang, panjang dan lama sekali. Jalanan macet yang biasanya kunanti-nantikan sehingga aku bisa menengok ke kanan-kiri, cuci mata, kini terasa menyebalkan. Di sampingku, ibu berdo'a untuk keselamatan Nurah.
"Dia anak shalihah. Ia tidak pernah menyia-nyia kan waktunya. Ia begitu rajin beribadah", ibu bergumam sendirian.
Kami turun di depan pintu rumah sakit. Kami segera masuk ruangan. Para pasien pada tergeletak lunglai. Di sana sini terdengar lirih suara rintihan. Ada yang baru saja masuk karena kecelakaan mobil, ada yang matanya buta, ada yang mengerang keras. Pemandangan yang membuat bulu kudukku merinding.
Kami naik tangga eskalator menuju lantai atas. Nurah berada di ruang perawatan intensif. Di depan pintu terpampang papan peringatan: "Tidak boleh masuk lebih dari satu orang!" Kami terperangah. Tak lama kemudian, seorang perawat datang menemui, kami. Perawat memberitahu kalau kini kondisi Nurah mulai membaik, setelah beberapa saat sebelumnya tak sadarkan diri.
Di tengah kerumunan para dokter yang merawat, dari sebuah lubang keciljendela yang ada di pintu, aku melihat kedua bola mata Nurah sedang memandangiku. Ibu yang berdiri di sampingnya tak kuat menahan air matanya. Waktu besuknya habis, ibu segera keluar dari ruang perawatan intensif.
Kini tiba giliranku masuk. Dokter memperingatkan agar aku tidak banyak mengajaknya bicara. Aku diberi waktu dua menit.
"Assalamu 'alaikum!, bagaimana keadaanmu Nurah?, tadi malam, engkau baik-baik saja. Apa yang terjadi denganmu?", aku menghujaninya dengan pertanyaan.
"Alhamdulillah, aku sekarang baik-baik saja, jawabnya dengan berusaha tersenyum.
"Tapi, mengapa tanganmu dingin sekali, kenapa?" aku menyelidik.
Aku duduk di pinggir dipan. Lalu kucoba meraba betisnya, tapi ia segera menjauhkannya dari jangkauanku.
"Ma'af, kalau aku mengganggumu!", aku tertunduk.
"Tidak apa-apa. Aku hanya ingat firman Allah Ta'ala:
"Dan bertaut betis(kiri) dengan betis(kanan), kepada Tuhanmullah pada hari itu kami dihalau". (Al-Qiyamah: 29-30)
Nurah melantunkan ayat suci Alquran.
Aku menguattkan diri. Sekuat tenaga aku berusaha untuk tidak menangis dihadapan Nurah, aku membisu.
" Hanah, berdoalah untukku. Mungkin sebentar lagi aku akan menghadap. Mungkin aku segera mengawali hari pertama kehidupanku diakhirat…Perjalananku amat jauh tapi bekalku sedikit sekali".
Pertahananku runtuh. Air mataku tumpah. Aku menangis sejadi-jadinya. Ayah mengkhawatirkan keadaanku. Sebab mereka tak pernah melihatku menangis seperti itu.
Bersamaan dengan tenggelamnya matahari pada hari itu. Nurah meninggal dunia….
Suasana begitu sepat berubah. Seperti baru beberapa menit aku bebincang-bincang dengannya. Kini ia telah meninggalkan kami buat selama-selamanya. Dan, ia tak akan pernah bertemu lagi dengan kami. Tak akan pernah pulang lagi. Tidak akan bersama-sama lagi. Oh Nurah…
Suasana dirumah kami digelayuti duka yang amat dalam. Sunyi mencekam. Lalu pecah oleh tangisan yang mengharu biru. Sanak kerabat dan tetangga berdatangan melawat. Aku tidak bisa membedakan lagi, siapa-siapa yang datang, tidak pula apa yang mereka percakapan.
Aku tenggelam dengan diriku sendiri. Ya Allah, bagaimana dengan diriku? Apa yang bakal terjadi pada diriku? Aku tak kuasa lagi, meski sekedar menangis. Aku ingin memberinya penghormatan terakhir. Aku ingin menghantarkan salam terakhir. Aku ingin mencium keningnya.
Kini, tak ada sesuatu yang kuingat seai satu hal. Aku ingat firman Allah yang dibacakannya kepadaku menjelang kematiannya.
"Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan)". Aku kini benar-benar paham bahwa,"Kepada Tuhanmullah pada hari itu kamu dihalau"
"Aku tidak tahu, ternyata malam itu, adalah malam terakhir aku menjumpainya di mushallanya.
Malam ini, aku sendirian di mushalla almarhumah. terbayang kembali saudara kembarku, Nurah yang demikian baik kepadaku. Dialah yang senantiasa menghibur kesedihanku, ikut memahami dn merasakan kegalauanku, saudari yang selalu mendo'akanku agar aku mendapat hidayah Allah, saudari yang senantiasa mengalirkan air mata pada tiap-tiap pertengahan malam, yang selalu menasihatiku tentang mati, hari perhitungan….ya Allah!
Malam ini adalah malam pertama bagi Nurah dikuburnya. Ya Allah, rahmatilah dia, terangilah kuburnya.
Ya Allah, ini mushaf Nurah, …ini sajadahnya…dan ini..ini gaun merah muda yang pernah dikatakannya padaku, bakal dijadikan kenangan manis pernikahannya.
Aku menangisi hari-hariku yang berlalu dengan sia-sia. Aku menangis terus-menerus, tak bisa berhenti. Aku berdo'a kepada Allah semoga Dia merahmatiku dan menerima taubatku.
Aku mendo'akan Nurah agar mendapat keteguhan dan kesenangan di kuburnya, sebagaimana ia begitu sering dan suka mendo'akanku.
Tiba-tiba aku tersentak dengan pikiranku sendiri. "Apa yang terjadi jika yang meninggal adalah aku? Bagaimana kesudahanku?"
Aku tak berani mencari jawabannya, ketakutanku memuncak. Aku menangis, menangis lebih keras lagi. Allahu Akbar, Allnhu Akbar...Adzan fajar berkumandang. Tetapi, duhai alangkah merdunya suara panggilan itu kali ini.
Aku merasakan kedamaian dan ketentraman yang mendalam. Aku jawab ucapan muadzin, lalu segera kuhamparkan lipatan sajadah, selanjutnya aku shalat Shubuh. Aku shalat seperti keadaan orang yang hendak berpisah selama-lamanya. Shalat yang pemah kusaksikan terakhir kali dari saudari kembarku Nurah.
Jika tiba waktu pagi, aku tak menunggu waktu sore dan jika tiba waktu sore, aku tidak menunggu waktu pagi.
Nurah, saudara perempuanku nampak pucat dan kurus sekali. Tetapi seperti biasa, ia masih membaca Al-Qur'anul Karim.
Tika ingin menemuinya, pergilah ke mushallanya. Di sana engkau akan mendapatinya sedang ruku', sujud dan menengadahkan ke langit. Itulah yang dilakukannya setiap pagi, sore dan di tengah malam hari. Ia tidak pernah jenuh.
Berbeda dengannya, aku selalu asyik membaca majalah-majalah seni, tenggelam dengan buku-buku cerita dan hampir tak pernah beranjak dari video. Bahkan, aku sudah identik dengan benda yang satu ini. Setiap video diputar pasti di situ ada aku. Karena 'kesibukanku' ini, banyak kewajiban yang tak bisa kuselesaikan bahkan, aku suka meninggalkan shalat.
Setelah tiga jam berturut-turut menonton video di tengah malam, aku dikagetkan oleh suara adzan yang berkumandang dari masjid dekat rumahku.
Sekonyong-konyong malas menggelayuti semua persendianku, maka aku pun segera menghampiri tempat tidur.
Nurah memanggilku dari mushallanya.
Dengan berat sekali, aku menyeret kaki menghampirinya.
"Ada apa Nurah?," tanyaku.
"Jangan tidur sebelum shalat Shubuh!", ia mengingatkan. "Ah. Shubuh kan masih satu jam lagi. Yang baru saja kan adzan pertamal"
Begitulah, ia selalu penuh perhatian padaku. Sering memberiku nasihat, sampai akhimya ia terbaring sakit. ia tergeletak lemah di tempat tidur.
"Hanah!," panggilnya lagi suatu ketika.
Aku tak mampu menolaknya. Suara itu begitu jujur dan polos.
"Ada apa saudariku?", tanyaku pelan.
"Duduklah!"
Aku menurut dan duduk di sisinya. Hening...
Sejenak kemudian Nurah melantunkan ayat suci Al-Qur'an dengan suaranya yang merdu.
"Tiapjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari Kiamat sajalah disempumnkan pahalamu." (Al Imran: 185)
Diam sebentar, lalu ia bertanya: "Apakah kamu tidak percaya adanya kematian?"
"Tentu saja percaya!"
"Apakah kamu tidak percaya bahwa amalmu kelak akan dihisab, baik yang besar maupun yang kecil?"
"Percaya. Tetapi bukankah Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang, sementara aku masih muda, umurku masih panjang!"
"Ukhti, apakah kamu tidak takut mati yang datangnya tiba-tiba? Lihatlah Hindun, dia lebih muda darimu, tetapi meninggal karena sebuah kecelakaan. Lihat pula si fulanah...Kematian tidak mengenal umur. Umur bukan ukuran bagi kematian seseorang.
Aku menjawabnya penuh ketakutan. Suasana tengah malam yang gelap mencekam, semakin menambah rasa takutku.
"Aku takut dengan gelap, bagaimana engkau menakut-nakutiku lagi dengan kematian ? Di mana aku akan tidur nanti ?" Jiwa asliku yang amat penakut betul-betul tampak.
Kucoba menenangkan diri aku benusaha tegar dengan mengalihkan pembicaraan pada tema yang menyenangkan, rekreasi.
"Oh ya, kukira ukhti setuju pada liburan ini kita pergi rekreasi bersama?", pancingku.
"'Tidak, karena barangkali tahun ini aku akan pergi jauh, ke tempat yang jauh... mungkin... umur ada di tangan Allah, Hanah", ia lalu terisak.
Suara itu bergetar, aku ikut hanyut dalam kesedihan.
Sekejap, langsung terlintas dalam benakku tentang sakitnya yang ganas. Para dokter, secara rahasia telah mengabarkan hal itu kepada ayah. Menurut analisa medis, para dker sudah tak sanggup, dan itu berarti dekatnya kematian.
Tetapi, siapa yang mengabarkan ini semua padanya?, atau ia memang merasa sudah datang waktunya?,
"Mengapa ternenung? Apa yang engkau lamunkan?", Nurah membuyarkan lamunanku.
"Apa kau mengira, hal ini kukatakan karena aku sedang sakit? Tidak. Bahkan boleh jadi umurku lebih panjang dari umur orang-orang sehat.
Dan kamu, sampai kapan akan terus hidup? Mungkin 20 tahun lagi, 40 tahun atau...
Lalu apa setelah itu? Kita tidak berbeda. Kita semua pasti akan pergi, entah ke Surga atau ke Neraka. Apakah engkau belum mendengar ayat:
"Barangsiapa dijauhkan dari Neraka dimasukkan ke dalam Surga maka sungguh ia telah beruntung" ( Ali Imran: 185)
"Sampai besok pagi," ia menutup nasihatnya.
Aku bergegas meninggalkannya menuju kamar.
Nasihatnya masih tergiang-ngiang di gendang telingaku, "Semoga Allah memberimu petunjuk, jangan lupa shalat!"
Pagi hari...Jam dinding menunjukkan angka delapan pagi.Terdengar pintu kamarku diketuk dari luar. "Pada jam ini biasanya aku belum mau bangun" pikirku. Tetapi di luar terdengar suara gaduh, orang banyak terisak.
"Ya Rabbi, apa yang tejadi?"
"Mungkin Nurah...?, "firasatku berbicara. Dan benar, Nurah pingsan, ayah segera melarikannya ke rumah sakit.
Tidak ada rekreasi tahun ini. Kami semua harus menunggui Nurah yang sedang sakit.
Lama sekali menunggu kabar dari rumah sakit dengan harap-harap cemas.
Tepat pukul satu siang, telepon di rumah kami berdering. Ibu segera mengangkatnya. Suara ayah di seberang, ia menelpon dari rumah sakit. "Kalian bisa pergi ke rumah sakit sekarang!," demikian pesan ayah singkat.
Kata ibu, tampak sekali ayah begitu panik, nada suaranya berbeda dari biasanya.
"Mana sopir...?" kami semua terburu-buru: Kami menyuruh sopir menjalankan mobil dengan cepat. Tapi ah, jalan yang biasanya terasa dekat bila aku menikmatinya dalam pejalanan liburan, kini terasa amat panj ang, panjang dan lama sekali. Jalanan macet yang biasanya kunanti-nantikan sehingga aku bisa menengok ke kanan-kiri, cuci mata, kini terasa menyebalkan. Di sampingku, ibu berdo'a untuk keselamatan Nurah.
"Dia anak shalihah. Ia tidak pernah menyia-nyia kan waktunya. Ia begitu rajin beribadah", ibu bergumam sendirian.
Kami turun di depan pintu rumah sakit. Kami segera masuk ruangan. Para pasien pada tergeletak lunglai. Di sana sini terdengar lirih suara rintihan. Ada yang baru saja masuk karena kecelakaan mobil, ada yang matanya buta, ada yang mengerang keras. Pemandangan yang membuat bulu kudukku merinding.
Kami naik tangga eskalator menuju lantai atas. Nurah berada di ruang perawatan intensif. Di depan pintu terpampang papan peringatan: "Tidak boleh masuk lebih dari satu orang!" Kami terperangah. Tak lama kemudian, seorang perawat datang menemui, kami. Perawat memberitahu kalau kini kondisi Nurah mulai membaik, setelah beberapa saat sebelumnya tak sadarkan diri.
Di tengah kerumunan para dokter yang merawat, dari sebuah lubang keciljendela yang ada di pintu, aku melihat kedua bola mata Nurah sedang memandangiku. Ibu yang berdiri di sampingnya tak kuat menahan air matanya. Waktu besuknya habis, ibu segera keluar dari ruang perawatan intensif.
Kini tiba giliranku masuk. Dokter memperingatkan agar aku tidak banyak mengajaknya bicara. Aku diberi waktu dua menit.
"Assalamu 'alaikum!, bagaimana keadaanmu Nurah?, tadi malam, engkau baik-baik saja. Apa yang terjadi denganmu?", aku menghujaninya dengan pertanyaan.
"Alhamdulillah, aku sekarang baik-baik saja, jawabnya dengan berusaha tersenyum.
"Tapi, mengapa tanganmu dingin sekali, kenapa?" aku menyelidik.
Aku duduk di pinggir dipan. Lalu kucoba meraba betisnya, tapi ia segera menjauhkannya dari jangkauanku.
"Ma'af, kalau aku mengganggumu!", aku tertunduk.
"Tidak apa-apa. Aku hanya ingat firman Allah Ta'ala:
"Dan bertaut betis(kiri) dengan betis(kanan), kepada Tuhanmullah pada hari itu kami dihalau". (Al-Qiyamah: 29-30)
Nurah melantunkan ayat suci Alquran.
Aku menguattkan diri. Sekuat tenaga aku berusaha untuk tidak menangis dihadapan Nurah, aku membisu.
" Hanah, berdoalah untukku. Mungkin sebentar lagi aku akan menghadap. Mungkin aku segera mengawali hari pertama kehidupanku diakhirat…Perjalananku amat jauh tapi bekalku sedikit sekali".
Pertahananku runtuh. Air mataku tumpah. Aku menangis sejadi-jadinya. Ayah mengkhawatirkan keadaanku. Sebab mereka tak pernah melihatku menangis seperti itu.
Bersamaan dengan tenggelamnya matahari pada hari itu. Nurah meninggal dunia….
Suasana begitu sepat berubah. Seperti baru beberapa menit aku bebincang-bincang dengannya. Kini ia telah meninggalkan kami buat selama-selamanya. Dan, ia tak akan pernah bertemu lagi dengan kami. Tak akan pernah pulang lagi. Tidak akan bersama-sama lagi. Oh Nurah…
Suasana dirumah kami digelayuti duka yang amat dalam. Sunyi mencekam. Lalu pecah oleh tangisan yang mengharu biru. Sanak kerabat dan tetangga berdatangan melawat. Aku tidak bisa membedakan lagi, siapa-siapa yang datang, tidak pula apa yang mereka percakapan.
Aku tenggelam dengan diriku sendiri. Ya Allah, bagaimana dengan diriku? Apa yang bakal terjadi pada diriku? Aku tak kuasa lagi, meski sekedar menangis. Aku ingin memberinya penghormatan terakhir. Aku ingin menghantarkan salam terakhir. Aku ingin mencium keningnya.
Kini, tak ada sesuatu yang kuingat seai satu hal. Aku ingat firman Allah yang dibacakannya kepadaku menjelang kematiannya.
"Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan)". Aku kini benar-benar paham bahwa,"Kepada Tuhanmullah pada hari itu kamu dihalau"
"Aku tidak tahu, ternyata malam itu, adalah malam terakhir aku menjumpainya di mushallanya.
Malam ini, aku sendirian di mushalla almarhumah. terbayang kembali saudara kembarku, Nurah yang demikian baik kepadaku. Dialah yang senantiasa menghibur kesedihanku, ikut memahami dn merasakan kegalauanku, saudari yang selalu mendo'akanku agar aku mendapat hidayah Allah, saudari yang senantiasa mengalirkan air mata pada tiap-tiap pertengahan malam, yang selalu menasihatiku tentang mati, hari perhitungan….ya Allah!
Malam ini adalah malam pertama bagi Nurah dikuburnya. Ya Allah, rahmatilah dia, terangilah kuburnya.
Ya Allah, ini mushaf Nurah, …ini sajadahnya…dan ini..ini gaun merah muda yang pernah dikatakannya padaku, bakal dijadikan kenangan manis pernikahannya.
Aku menangisi hari-hariku yang berlalu dengan sia-sia. Aku menangis terus-menerus, tak bisa berhenti. Aku berdo'a kepada Allah semoga Dia merahmatiku dan menerima taubatku.
Aku mendo'akan Nurah agar mendapat keteguhan dan kesenangan di kuburnya, sebagaimana ia begitu sering dan suka mendo'akanku.
Tiba-tiba aku tersentak dengan pikiranku sendiri. "Apa yang terjadi jika yang meninggal adalah aku? Bagaimana kesudahanku?"
Aku tak berani mencari jawabannya, ketakutanku memuncak. Aku menangis, menangis lebih keras lagi. Allahu Akbar, Allnhu Akbar...Adzan fajar berkumandang. Tetapi, duhai alangkah merdunya suara panggilan itu kali ini.
Aku merasakan kedamaian dan ketentraman yang mendalam. Aku jawab ucapan muadzin, lalu segera kuhamparkan lipatan sajadah, selanjutnya aku shalat Shubuh. Aku shalat seperti keadaan orang yang hendak berpisah selama-lamanya. Shalat yang pemah kusaksikan terakhir kali dari saudari kembarku Nurah.
Jika tiba waktu pagi, aku tak menunggu waktu sore dan jika tiba waktu sore, aku tidak menunggu waktu pagi.
H. SYUBHAT KETUJUH: MODE DAN BUKAN HIJAB
Sebagian
wanita muslimah yang tidak berhijab, mengulang-ulang syubhat yang intinya,
tidak ada yang disebut hijab secara hakiki, ia sekedar mode. Maka, jika itu
hanya mode, kenapa harus dipaksakan untuk mengenakannya?
Mereka
lalu menyebutkan beberapa kenyataan serta penyimpangan yang dilakukan oleh
sebagian ukhti ber-hijab yang pernah mereka saksikan. Sebelum membantah syubhat
ini, kami perlu mengetengahkan, ada enam macam alasan yang karenanya seorang
ukhti mengenakan hijab.
Pertama,
ia ber-hijab untuk menutupi sebagian cacat tubuh yang dideritanya.
Kedua,
ia ber-hijab untuk bisa mendapatkan jodoh. Sebab sebagian besar pemuda, yang
taat menjalankan syari'at agama atau tidak, selalu mengutamakan wanita yang
berhijab.
Ketiga,
ia ber-hijab untuk mengelabui orang lain bahwa dirinya orang baik-baik.
Padahal, sebenarnya ia suka melanggar syarilat Allah. Dengan ber-hijab, maka
keluarganya akan percaya terhadap kesalihannya, orang tidak ragu-ragu
tentangnya. Akhirnya, dia bisa bebas ke luar rumah kapan dan ke mana dia suka,
dan tidak akan ada seorang pun yang menghalanginya.
Keempat,
ia memakai hijab untuk mengikuti mode, hal ini lazim disebut dengan "hijab
ala Prancis". Mode itu biasanya menampakkan sebagian jalinan rambutnya,
memperlihatkan bagian atas dadanya, memakai rok hingga pertengahan betis,
memperlihatkan lekuk tubuhnya. Terkadang memakai kain yang tipis sekali
sehingga tampak jelas warna kulitnya, kadang-kadang juga memakai celana
panjang. Untuk melengkapi mode tersebut, ia memoles wajahnya dengan
berbagaimacam make up, juga menyemprotkan parfum, sehingga menebar bau harum
pada setiap orang yang dilaluinya.
Dia
menolak syariat Allah, yakni perintah mengenakan hijab. Selanjutnya lebih
mengutamakan mode-mode buatan manusia. Seperti Christian Dior, Valentine, San
Lauren, Canal, Cartier dan merek dari nama-nama orang-orang kafir lainnya.
Kelima,
ia ber-hijab karena paksaan darikedua orang tuanya yang mendidiknya secara
keras di bidang agama, atau karena melihat keluarganya semua ber-hijab,
sehingga ia terpaksa menggunakannya, padahal dalam hatinya ia tidak suka. Jika
tidak mengenakan, ia takut akan mendapat teror dan hardikan dari keluarganya.
Golongan
wanita seperti ini, jika tidak melihat ada orang yang mengawasinya, serta merta
ia akan melepas hijabnya, sebab ia tidak percaya dan belum mantap dengan hijab.
Keenam,
ia mengenakan hijab karena mengikuti aturan-aturan syari'at. Ia percaya bahwa
hijab adalah wajib, sehingga ia takut melepaskannya.Ia berhijab hanya karena
mengharapkan ridha Allah, tidak karena makhluk. Wanita ber-hijab jenis ini,
akan selalu memperhatikan ketentuan-ketentuan ber-hijab, di antaranya:
- Hijab itu longgar, sehingga tidak membentuk lekuk-lekuk tubuh.
- Tebal, hingga tidak kelihatan sedikit pun bagian tubuhnya.
- Tidak memakai wangi-wangian.
- Tidak meniru mode pakaian wanita-wanita kafir, sehingga wanita-wanita muslimah memiliki identitas pakaian yang dikenal.
- Tidak memilih wama kain yang kontras (menyala), sehingga menjadi pusat perhatian orang.
- Hendaknya menutupi seluruh tubuh, selain wajah dan kedua telapak tangan, menurut suatu pendapat, atau menutupi seluruh tubuh dan yang tampak hanya mata, menurut pendapat yang lain.
- Hendaknya tidak menyerupai pakaian laki-laki, sebab hal tersebut dilarang oleh syara'.
- Tidak memakai pakaian yang sedang menjadi mode dengan tujuan pamer misalnya, sehingga ia terjerumus kepada sifat membanggakan diri yang dilarang agama.
Selain
ber-hijab yang disebutkan terakhir (nomor enam), maka alasan-alasan mengenakan
hijab adalah keliru dan bukan karena mengharap ridha Allah. Ini bukan berarti,
tidak ada orang yang menginginkan ridha Allah dalam ber-hijab. Ber-hijablah
sesuai dengan batas-batas yang ditentukan syari'at, sehingga anda termasuk
dalam golongan wanita yang ber-hijab karena mencari ridha Allah dan takut akan
murkaNya.
I. SYUBHAT KEDELAPAN: MENGHALANGI BERHIAS
Syubhat
ini -sebagaimana yang terdahulu- lebih tepat disebut syahwat daripada syubhat.
Ia adalah nafsu buruk, sehingga menghalangi para wanita ber-hijab.
Tetapi
wanita yang menurutkan dirinya di belakang nafsu ini. Patut kita pertanyakan:
"Untuk siapa engkau pamer aurat? Untuk siapa engkau berhias?"
Jika
jawabannya: "Aku memamerkan tubuhku dan bersolek agar semua orang
mengetahui kecantikan dan kelebihan diriku," maka kembali kita perlu
bertanya:
"Apakah
kamu rela, kecantikanmu itu dinikmati oleh orang yang dekat dan yang jauh
darimu?"
"Relakah
kamu menjadi barang dagangan yang murah, bagi semua orang, baik yang jahat
maupun yang terhormat?"
"Bagaimana
engkau bisa menyelamatkan dirimu dari mata para serigala yang berwujud
manusia?". "Maukah kamu, jika dirimu dihargai serendah itu?"
1.
Kisah Nyata
Seorang
artis terkenal, mengadakan lawatan di salah satu negara teluk, untuk
memeriahkan sebuah pesta malam kolosal di negara tersebut. Bersama grupnya, ia
akan menggelar konser spektakuler.
Salah
seorang wanita shalihah menghubungi artis tersebut via telepon. Ia akan
melaksanakan tugas amar ma'ruf nahi munkar. Segera ia mencari nomor telepon
kamar di hotel tempat artis itu menginap. Setelah menemukannya, ia segera
menghubungi. Selanjutnya tejadilah dialog seperti di bawah ini:
Ukhti:
"kami ucapkan selamat atas kedatangan anda di negeri kami. Kami senang sekali
atas kehadiran anda disini. Kami ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepada
anda, saya harap anda sudi menjawabnya."
Artis:
" Dengan segala senang hati, silahkan anda bertanya!"
Ukhti: "Jika anda memiliki barang yang berharga, dimana anada akan meletakkannya?"
Ukhti: "Jika anda memiliki barang yang berharga, dimana anada akan meletakkannya?"
Artis:"Di
tempat yang khusus, aku akan menguncinya sehingga tidak seorangpun bisa
mengambil."
Ukhti:"Jika sesuatu itu barang yang amat berharga sekali, di mana anda akan menyembunyikannya?"
Ukhti:"Jika sesuatu itu barang yang amat berharga sekali, di mana anda akan menyembunyikannya?"
Artis:"Di
tempat yang sangat khusus, sehingga tak ada satu tangan pun bisa
menyentuhnya."
Ukhti: "Apakah sesuatu yang paling berharga yang dimiliki oleh seorang wanita?"
Ukhti: "Apakah sesuatu yang paling berharga yang dimiliki oleh seorang wanita?"
Artis
: "(Lama tidak ada jawaban)
Ukhti: Bukankah kesucian dirinya sesuatu yang paling berharga yang ia miliki?"
Ukhti: Bukankah kesucian dirinya sesuatu yang paling berharga yang ia miliki?"
Artis
: "Benar….Benar, sesuatu yang paling berharga dari milik wanita adalah
kesuciannya."
Ukhti: 'Apakah sesuatu yang amat berharga itu boleh dipertontonkan dimuka umum?"
Ukhti: 'Apakah sesuatu yang amat berharga itu boleh dipertontonkan dimuka umum?"
Dari
sini artis itu mengetahui kemana arah pembicaraan selanjutnya. Ia tercenung
beberapa saat, lalu berteriak riang, seakan suara itu dari lubuk fithrahnya. Ia
tersadarkan.
Artis:
"Ini sungguh ucapan yang pertama kali kudengar selama hidupku. Saya harus
bertemu anda, sekarang juga! Saya ingin lebih banyak mendengarkan petuah-petuah
anda".
Wahai
ukhti, jika engkau menampakkan auratmu dan bersolek demi suamimu atau di depan
sesama kaummu maka hal itu tidak mengapal selama tidqk keluar dari rumah. Jika
antar sesama wanita, maka hendaknya engkau tidak menampakkan aurat yang tidak
boleh dilihat sesama wanita, yakni antara pusar dengan lutut.
2.
Perumpamaan
Saudariku,
engkau amat mahal dan berharga sekali. Pernahkah terlintas dalam benakmu,
bagaimana seorang pembeli membolak-balik barang yang ingin dibelinya? Jika ia
tertarik dan berniat membelinya, ia akan meminta kepada sang penjual agar ia
diambilkan barang baru sejenis yang masih tersusun di atas rak. Ia ingin agar
yang dibelinya adalah barang yang belum pemah tersentuh oleh tangan manusia.
Renungkanlah
perumpamaan ini baik-baik. Dari sini, engkau akan tahu betapa berharganya
dirimu, yakni jika engkau menyembunyikan apa yang harus engkau sembunyikan
sesuai dengan perintah Allah kepadamu.
J. SYUBHAT KESEMBILAN: HIJAB MENCIPTAKAN PENGANGGURAN SEBAGIAN
SDM DI MASYARAKAT
Syubhat
ini tidak begitu populer di kalangan wanita tak ber-hijab, tetapi ia amat
sering dilontarkan oleh orang-orang sekuler dan para pendukungnya. Menurut
mereka, hijab wanita akan menciptakan pengangguran sebagian dari SDM (Sumber
Daya Manusia) yang dimiliki oleh masyarakat. Padahal Islam menyuruh para wanita
agar tetap tinggal di rumah.
Syubhat
yang sering kita dengar ini, dapat kita sanggah dengan beberapa argumentasi:
Pertama,
pada dasarnya wanita itu memang harus tetap tinggal di rumahnya. Allah
berfirman:
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah terdahulu." (Al-Ahzab: 33)
Ini bukan berarti melecehkan keberadaan wanita, atau tidak mendayagunakan SDM-nya,tetapi hal itu merupakan penempatan yang ideal sesuai dengan kodrat dan kemampuan wanita.
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah terdahulu." (Al-Ahzab: 33)
Ini bukan berarti melecehkan keberadaan wanita, atau tidak mendayagunakan SDM-nya,tetapi hal itu merupakan penempatan yang ideal sesuai dengan kodrat dan kemampuan wanita.
Kedua,
Islam memandang bahwa pendidikan anak, penanaman nilai-nilai akhlak dan
bimbingan terhadap mereka sebagai suatu kewajiban wanita yang paling hakiki.
Berbagai hasil penelitian, yang dikuatkan oleh data stastitik, baik yang berskala
internasional maupun nasional menunjukkan berbagai penyimpangan anak-anak muda,
faktor utamanya adalah "broken home" (keruntuhan rumah tangga) serta
kurangnya perhatian orang tua terhadap anak-anaknya.
Ketiga,
Islam tidak membebani wanita mencari nafkah. Mencari nafkah adalah tugas
laki-laki. Karena itu, secara alamiah, yang paling patut keluar rumah untuk
bekeja adalah laki-laki, sehingga wanita bisa sepenuhnya mengurus pekerjaan
yang justeru lebih penting daripada jika ia bekerja di luar rumah, yaitu
mendidik generasi muda. Dan sungguh, tugas paling berat dalam masyarakat adalah
mendidik generasi muda.Sebab, daripadanya akan lahir tatanan masyarakat yang
bak.
Keempat,
Islam sangat memperhatikan perlindungan terhadap masyarakat dari kehancuran.
Pergaulan bebas, (bercampumya laki-laki dengan perempuan tanpa hijab) dan
sebagainya menyebabkan lemahnya tatanan masyarakat serta menjadikan wanita
korban pelecehan oleh orang-orang yang lemah jiwanya. Dan dengan pergaulan yang
serba boleh itu, masing-masing lawan jenis akan disibukkan oleh pikiran dan
perasaan yang sama sekali tak bermanfaat, apalagi jika ikhtilath itu oleh pihak
wanita sengaja dijadikan ajang pamer kecantikan dan perhiasannya.
Kelima,
Islam tidak melarang wanita bekeja. Bahkan dalam kondisi tertentu, Islam
mewajibkan wanita bekeja.
Yakni jika pekejaan itu memang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat demi mencegah madharatl Seperti profesi dokter spesialis wanita, guru di sekolah khusus wanita, bidan serta profesi lain yang melayani berbagai kebutuhan khusus wanita.
Yakni jika pekejaan itu memang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat demi mencegah madharatl Seperti profesi dokter spesialis wanita, guru di sekolah khusus wanita, bidan serta profesi lain yang melayani berbagai kebutuhan khusus wanita.
Keenam,
dalam kondisi terpaksa, Islam tidak melarang wanita bekeja, selama berpegang
dengan tuntunan syari'at.
Seperti meminta izin kepada walinya, menjauhi ikhfilath, khalwat (berduaan dengan selain mahram), profesinya bukan jenis pekerjaan maksiat, jenis pekerjaan itu dibenarkan syan at, tidak keluar dari kebiasaan dan tabiat wanita, tidak mengganggu tanggung jawab pokoknya sebagai ibu rumah tangga serta syarat-syarat lain yang diatur oleh agama.
Seperti meminta izin kepada walinya, menjauhi ikhfilath, khalwat (berduaan dengan selain mahram), profesinya bukan jenis pekerjaan maksiat, jenis pekerjaan itu dibenarkan syan at, tidak keluar dari kebiasaan dan tabiat wanita, tidak mengganggu tanggung jawab pokoknya sebagai ibu rumah tangga serta syarat-syarat lain yang diatur oleh agama.
K. SYUBHAT KESEPULUH: HIJAB BUKAN FENOMENA BUDAYA
Banyak
orang berkata: "Hijab merupakan fenomena keterbelakangan bagi masyarakat,
hijab tidak menunjukkan budaya modem dan maju. Wanita yang berhijab laksana
tenda hitam yang bejalan, sangat aneh dan mengembalikan masyarakat padakehidupan
primitif.
1.
Kerancuan Istilah
Syubhat
ini langsung gugur karena kesalahan fatal dari argumentasi itu sendiri.
Kemajuan budaya bukanlah diukur dengan simbol-simbol fisik dan materi, seperti
pakaian, bangunan, kendaraan, perhiasan dan hal-hal lahiriah lainnya. Orang
yang mengukur kemajuan budaya masyarakat dengan simbol-simbol fisik adalah
orang yang tidak memahami masalah dan tidak bisa berfikir secara logis.
Kebudayaan
adalah istilah. Ia merupakan kumpulan nilai-nilai, akhlak dan perilaku dalam
suatu masyarakat. Adapun fenomena fisik atau material -seperti dicontohkan di
atas- semua itu tidak masuk dalam lingkup budaya, tetapi wujud dari peradaban.
2.
Penjelasan dari Sisi Empiris
Sebagai
contoh, jika seseorang melawat ke Amerika, ia akan merasakan dan menyaksikan
kebebasan sangat dijunjung tinggi oleh setiap orang di sana, balk pejabat
pemerintah atau rakyat biasa. Sebagai simbol kebebasan tersebut, mereka
membangun patung Liberty (kebebasan) di jantung kota terbesar di negara adidaya
tersebut.
Karena
itu, Amerika tidak saja menjadi pelopor dunia di bidang teknologi semata,
tetapi juga di bidang nilai-nilai kemanusiaan. Pemerintah yang sangat berkuasa
itu begitu menjaga nilai-nilai tersebut untuk kepentingan rakyatnya.
Negara-negara
lain, ukuran keberhasilan dan kemundurannya juga dilihat dari seberapa jauh
mereka menghormati nilai-nilai tersebut, berikut penerapannya.
Contoh
lain, ketika anda pergi ke stasiun kereta api, di negara mana pun di Eropa,
tentu anda akan mendapati jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta api selama
sepekan, lengkap dengan jam dan menitnya.
Misalnya,
dalam jadwal tertulis, hari Senin, kereta api pertama tiba pada pukul 06.40
pagi. Jika anda menunggu di stasiun, anda akan mendapati kereta api datang
tepat pada waktunya, tidak terlambat meskipun hanya satu menit. Seandainya
tejadi keterlambatan sedikit saja, maka di mana-mana anda akan melihat
pengaduan, bahkan petugas yang menyebabkan keterlambatan tersebut, dapat
dipecat dari tugasnya. Mungkin juga akan menimbulkan gejolakl balk lewat media
massa atau unjuk rasa.
"Menghormati
waktu" adalah satu di antara nilai-nilai yang dimiliki oleh Eropa. Maka,
ukuran kemajuan Eropa dan peradabannya tidak semata karena teknologinya, tetapi
juga karena mereka memiliki nilai-nilai yang seialu dijunjung tinggi.'
Sebaliknya,
masyarakat kita tergolong masyarakat terbelakang, bukan karena tidak memiliki
teknologi semata, tetapi karena kita menjauhi nilai-nilai dan prinsip-prinsip
yang kita miliki. Padahal nilai-nilai kita bersumber dari agama Islam kita yang
agung. Dari sinilah, lain masyarakat kita tergolong masyarakat yang paling
banyak pelanggarannya terhadap hak-hak asasi manusia (HAM), kezhaliman
merajalela di mana-mana, marak berbagai pelecehan terhadap hukum dan peraturan,
jarang mengikutsertakan aspirasi rakyat, tidak suka
mendengarkan pendapat orang lain serta berbagai tindak pelecehan lainnya.
Berdasarkan
penjelasan di atas, maka mengenakan hijab Islami terhitung satu langkah maju
untuk membangun budaya masyarakat, sebab ia adalah cerminan akhlak, perilaku
dan nilai yang berdasarkan agama kita yang lurus. Tidak seperti tuduhan mereka,
ber-hijab bukan fenomena budaya.
L. SYUBHAT KESEBELAS : ORANG TUA DAN SUAMIKU MELARANG BERHIJAB
Dasar
permasalahan ini adalah, bahwa ketaatan kepada Allah harus didahulukan daripada
ketaatan kepada makhluk, siapapun dia. Setelah ketaatan kepada Allah, kedua
orang tua lebih berhak untuk ditaati dari yang lainnya, selama keduanya tidak
memerintahkan pada kemaksiatan.
Masalah
lain, bahwa menyelisihi wali karena melaksanakan perintah Allah adalah di
antara bentuk taqarrub kepada Allah yang paiing agung, dan itu sekaligus
termasuk bentuk dakwah kepada wali.
Masalah
ketiga, jika wall, balk ayah atau suami melihat orang yang berada di bawah
tanggung jawabnya bersikeras, biasanya wall akan mengalah dan menghormati
pilihan orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.
Kecualijika
wali itu tidak memiliki rasa cinta hakiki kepada orang yang berada di bawah
tanggung jawabnya.
Berikut
kami turunkan beberapa fatwa ulama besar seputar masalah ini.
Soal:
"Bagaimana hukum orang yang menentang ibunya dengan tidak mentaatinya
karena ibu tersebut menganjurkan sesuatu yang didalamnya terdapat maksiat
kepada Allah? Seperti, sang ibu menganjurkannya bertabarruj, bepergian jauh
tanpa mahram. Ia berdalih bahwa hijab itu hanyalah khurafat dan tidak
diperintahkan oleh agama. Karena itu ibu meminta agar saya menghadiri berbagai
pesta dan mengenakan pakaian yang menampakkan apa yang diharamkan Allah bagi
wanita. Ia amat marah jika melihat saya mengenakan hijab".
Jawab:
"Tidak ada ketaatan kepada makhluk, Baik ayah, ibu atau selain keduanya
dalam hal-hal yang di dalamnya terdapat maksiat kepada Allah. Dalam sebuah
hadits shahih disebutkan:
"Sesungguhnya ketaatan itu hanyalah dalam kebaikan ".
"Dan tidak boleh ta'at kepada makhluk dnzgan mendurhakai (bermaksiat) kepada AI-Khaliq "
"Sesungguhnya ketaatan itu hanyalah dalam kebaikan ".
"Dan tidak boleh ta'at kepada makhluk dnzgan mendurhakai (bermaksiat) kepada AI-Khaliq "
Hal-hal
yang dianjurkan oleh ibu sang penanya di atas termasuk kemaksiatan terhadap
Allah, karena itu ia tidak dibenarkan mentaatinya. ( syaikh bin Baz )
Soal:
Beberapa lembaga tinggi di negara kami yang termasuk negara islam mengeluarkan
peraturan yang intinya memaksa para wanita muslimah agar melepas hijab,
khususnya tutup kepala (kerudung). Bolehkah saya mentaati peraturan tersebut?
Perlu diketahui, jika ada yang berani menentangnya maka ia akan mendapat sangsi
besar. Misalnya dikeluarkan dari tempat kerja, dari sekolah atau bahknn
dipenjara?
Jawab:
"Kejadian di negara anda tersebut merupakan ujian bagi setiap hamba".
Allah berfirman :
"Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman ", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan, sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang berdusta ". (al Ankabut: 1-3)
"Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman ", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan, sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang berdusta ". (al Ankabut: 1-3)
Menurut
hemat kami, semua muslimah di negara itu wajib tidak menta'ati ulil amri
(penguasa) dalam perkara yang mungkar tersebut. Karena ketaatan kepada ulil
amri menjadi gugur kalau ia memerintahkan perbuatan yang mungkar. Allah
berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasulnya dan uIil amri di antara kamu". (An-Nisa: 59)
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasulnya dan uIil amri di antara kamu". (An-Nisa: 59)
Jika
kita perhatikan ayat di atas, kita tidak mendapati perintah taat untuk ketiga
kalinya. Hal ini menunjukkan bahwa ketaatan kepada ulil amri harus mengikuti
(sesuai) dengan ketaatan kepada Allah dan RasulllrTya, jika perintah mereka
bertentangan dengan perintah Allah dan Rasulnya, maka perintah itu tidak boleh
dituruti dan ditaati
"Dan tidak boleh ta 'at kepada makhluk dengan mendurhakai (bermaksiat) kepada AI-Khaliq "
Resiko yang mungkin menimpa para wanita dalam masalah ini, hendaknya dihadapi dengan sabar dan dengan memohon pertolongan kepada Allah. Kita semua berdo'a, semoga para penguasa dinegara tersebut segera mendapat petunjuk dari Allah.
"Dan tidak boleh ta 'at kepada makhluk dengan mendurhakai (bermaksiat) kepada AI-Khaliq "
Resiko yang mungkin menimpa para wanita dalam masalah ini, hendaknya dihadapi dengan sabar dan dengan memohon pertolongan kepada Allah. Kita semua berdo'a, semoga para penguasa dinegara tersebut segera mendapat petunjuk dari Allah.
Tapi,
menurut hemat kami, pemaksaan tersebut tidak akan tejadi manakala wanita tidak
keluar dari rumah) .
Jika mereka berada di rumah masing-masing, tentu dengan sendirinya pemaksaan itu tidak ada artinya sama sekali.
Para wanita muslimah hendaknya tetap tinggal di rumah masing-masing sehingga selamat dari peraturan tersebut.
Adapun belajar yang di dalamnya terdapat kemaksiat-an, misalnya ikhtilath, maka hal itu tidak dibenarkan.
Memang, para wanita harus belajar sesuai dengan kebutuhannya, baik di bidang agama maupun masalah dunia.
Tetapi biasanya, hal ini bisa dilakukan di dalam rumah. Secara ringkas, dapat saya katakan, kita tidak boleh mentaati ulil amri dalam perkara yang mungkar." (Syaikh Ibnu Utsaimin)
Jika mereka berada di rumah masing-masing, tentu dengan sendirinya pemaksaan itu tidak ada artinya sama sekali.
Para wanita muslimah hendaknya tetap tinggal di rumah masing-masing sehingga selamat dari peraturan tersebut.
Adapun belajar yang di dalamnya terdapat kemaksiat-an, misalnya ikhtilath, maka hal itu tidak dibenarkan.
Memang, para wanita harus belajar sesuai dengan kebutuhannya, baik di bidang agama maupun masalah dunia.
Tetapi biasanya, hal ini bisa dilakukan di dalam rumah. Secara ringkas, dapat saya katakan, kita tidak boleh mentaati ulil amri dalam perkara yang mungkar." (Syaikh Ibnu Utsaimin)
Soal:
"Sepasang suami isreri telah dikaruniai beberapa anak. Seorang istri
menghendaki mengenakan pakaian sesuai dengan ketentuan syari'at, tetapi sang
suami melarangnya. Apa nasihat Syaikh terhadap suami seperti ini? "
Jawab:
"Kami nasihatkan kepada suami itu agar ia bertaqwa kepada Allah dalam
urusan keluarganya. Ia juga hendaknya bersyukur bepada Allah yang memberikan
kepadanya isteri yang ingin menerapkan salah satu perintah Allah. Yakni memakai
pakaian sesuai dengan ketentuan syari 'at, sehingga menjaga keselamatan dirinya
dari fitnah.
Di
samping itu, Allah memerintahkan agar para hambaNya yang beriman menjaga diri
dan keluarganya dari api Neraka. Allah berfirman:
"Hai
orang-orang yang beriman, peIiharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka
yang bahan bakarnya adaIah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai AIlah terhadap apa yang
diperintahkanNya kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan
". (At-Tahrim: 6)
Nabi
Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga menegaskan:
"Seseorang
laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan bertanggungjawab atas yang
dipimpinya ". (HR. AI-Bukhari)
Jika
demikian halnya, patutkah seorang suami berusaha memaksa isterinya menanggalkan
pakaian sesuai dengan ketentuan syara' agar selanjutnya mengenakan pakaian yang
diharamkan, yang menyebabkan fitnah?
Hendaknya
sang suami tersebut bertaqwa kepada Allah dalam dirinya dan dalam urusan
keluarganya. Justru ia harus bersyukur karena dimudahkan oleh Allah sehingga
mendapatkan isteri shalihah tersebut.
Adapun
terhadap isterinya, kami nasihatkan agar ia tidak mentaati suaminya dalam
kemaksiatan terhadap Allah, sampai kapan pun. Sebab tidak ada ketaatan kepada
makhluk dalam kemaksiatan terhadap Al Khaliq (Syaikh Ibnu Utsaimin)
KESIMPULAN
:
Inilah
hukum syari 'at menurut keterangan para ulama kita seputar masalah syubhat yang
sedang kita bahas. Tetapi, untuk menolak wali, jika ia memerintahkan
bertabarruj atau melarang berhijab, hendaknya ia melakukan secara hikmah.
Hikmah
yang dimaksud di antaranya adalah :
- Memperhatikan adab dan sopan santun dalam menerangkan apa yang anda yakini kebenarannya. Misalnya dengan tidak meninggikan suara atau menggunakan kalimat yang memancing emosi dan kemarahan waliyyul amri.
- Tabah dalam
menghadapi ejekan, celaan dan hinaan.
Hendaknya lapang dada dan tidak cemas. Juga hal itu tidak boleh menyebabkan muamalah yang tidak baik kepada waliyyul amri. - Setelah memohon pertolongan kepada Allah, hendaknya anda juga berusaha dengan memohon pertolongan kepada sanak kerabat dan kawan-kawan dekat yang telah mkndapatkan hidayah Allah.
- Hendaknya anda memohon pertolongan kepada Allah, terus menerus berdoa agar diberikan keteguhan dan dikeluarkan dari berbagai kesulitan, membaca Al-Qur'an terutama saat mendapatkan celaan, dan hinaan, agar bisa menahan diri--dari godaan setan.
- Hendaknya anda tidak menerangkan apa yang anda yakini dengan nada menggurui atau merasa lebih tinggi, tetapi sampaikanlah dengan bahasa murid terhadap gurunya, sebab seorang ayah atau ibu tidak suka melihat anaknya bersikap merasa tinggi atau sebagai guru terhadap mereka.
- Membalas keburukan dengan kebaikan.
- Memilih saat yang tepat untuk mengadakan dialog.
- Hendaknya ukhti ini sadar bahwa Surga itu sangat mahal, dan sesuatu yang mahal tidak akan diberikan kecuali setelah kepayahan, kerja keras dan tabah menanggung berbagai rintangan dan gangguan di jalan Allah Ta 'ala.
III
.PENUTUP
Setelah
berabad-abad imperialisme kafir mencengkaramkan kukunya di berbagai negara,
muncullah kesadaran lewat berbagai gerakan kemerdekaan di negara-negara
terjajah untuk memerangi para imperialis tersebut.
Setelah
timbulnya perlawanan yang menelan korban tidak sedikit di pihak imperialis,
balk secara material maupun non material, para imperialis-kolonialis
tersadarkan bahwa pengerahan unsur militer sudah tidak sesuai lagi. Sebab ia
akan membangkitkan semangat dan perlawanan, yang tentunya bersebrangan dengan
niat para imperialis yang hendak mengeksploitasi kekayaan negara-negara
jajahannya bagi pembangunan negaranya.
Karena
itu, sebelum mereka keluar dari negara-negara jajahannya, mereka berfikir untuk
mendapatkan metodhe lain, selain kolonialisasi lewat pengerahan militer.
Akhimya mereka berhasil menentukan alternatif lain, berupa ghazwuts tsaqafi
(perang budaya dan pemikiran). Yaitu dengan menjadikan putra-putra kita agar
mengikuti pengaruh, tradisi, kebiasaan dan nilai-nilai kehidupan mereka. Dengan
demikian, mereka menjadi abdi (tangan kanan bagi imperialisme baru yang tak perlu
lagi membutuhkan kekuatan militer meski hanya satu orang.
Dan inilah yang gencar dilakukan hingga sekarang.
Dan inilah yang gencar dilakukan hingga sekarang.
Adapun
di antara perhatian dan sasaran utama mereka dalam ghazwuts tsaqafi ini adalah
wanita. Mereka menginginkan agar para wanita muslimah menjadi seperti keadaan
wanita-wanita mereka. Bebas berteman dan bergaul dengan laki-laki, mau membuka
aurat, berenang dalam satu kolam bersama laki-laki, menafikan kodrat wanita,
memperiuanakan emansipasi wanita-pria dalam segala hal, sehingga menganjurkan
wanita berkompetisi dengan laki-laki dalam semua lapangan kehidupan dan
sebagainya.
Untuk
mencapai tujuan itu, mereka menerbitkan ratusan buku, majalah dan koran,
memperalat para bintang film dan seniman, memboyong pertunjukan teater,
pemutaran film, dan sinetron, beasiswa pendidikan, berbagai klub, organisasi
dan sarana-sarana lain yang semuanya ditumpahkan agar sasaran utama mereka
berhasil. Yakni memperbudak negara kita tanpa menggunakan kekuatan militer,
tapi melalui berbagai macam kerusuhan dan kerusakan, penghancuran nilai-nilai
dan tradisi yang bersumber dari agama kita yang lurus.
Apa
yang kita saksikan dari berbagai bentuk kemungkaran wanita seperti tabarruj,
bepergian tanpa mahram dan sebagainya adalah hasilghazwuts tsaqafi, yang
dilancarkan sejak runtuhnya khilafah Islamiyah hingga sekarang.
Oleh
sebab itu, merupakan tanggung jawab para ahli kebaikan untuk menghentikan
penggerogotan nilai-nilai dan tradisi kita. Apa yang kami lakukan melalui
penulisan buku ini, adalah satu bentuk usaha untuk menghentikan ghazwuts
tsaqnfi tersebut, sehingga kita kembali lagi kepada ashalah (kemurnian ajaran
Islam), meninggalkan kehinaan dan tidak mengekor kepada kehendak orang-orang
kafir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar