Oleh
Muhammad
Hadidi
Jurusan
Syariah Universitas Muhammadiyah Malang
Dalam
surat al-Furqan
( 25 ) ayat : 63 s/d 76 Allah SWT menggambarkan keribadian ibadurrahman,
sebagai manusia-manusia pilihan untuk menjadi teladan dalam kehidupan.
Ibadurrahman, dinisbahkan kepada Allah SWT semata, kerena di dunia ini banyak
manusia yang menjadi hamba-hamba syaithan, thaghut, syahwat dan dunia, dalam
sebuah hadist nabi Muhammad SAW menjelaskan “ Celakalah hamba dinar, dirham dan
pakaian yang akan rela bila diberi sesuatu dan marah bila tidak diberi “. (H.R.
al-Bukhari dari Abu Hurairah ). Maka bila ada manusia yang menjadi hamba
syahwat, hamba wanita, hamba harta benda, kedudukan dan jabatan, hamba minuman
keras dan obat-obatan terlarang, maka seharusnya kita cukup menjadi
ibadurrahman saja.
Ibadurrahman
inilah mereka yang syaithan pun berputus asa untuk bisa menyesatkannya, karena
soliditas akhlaq dan keimanan mereka, sehingga mereka selalu mendapat
perlindungan dari Allah SWT, Allah telah meridhai mereka bernisbah kepada-Nya,
yang berarti mereka selalu dalam curahan rahmah Allah, selalu berada dalam
lingkungan rahmah dan senantiasa diliputi oleh rahmah Allah. Iblis bersumpah
akan menyesatkan seluruh anak cucu Adam, kecuali hamba-hamba Allah (
ibadurrahman ) yang mukhlashin ( Q.S. Shad : 82 – 83 ), dalam surah al-Isra’ :
65 Allah menjelasakan kepada syaithan bahwa sesungguhnya hamba-hamba-Ku (
ibadurrahman ), kamu (syaithan ) tidak mempunyai kekuasaan untuk
menyesatkannya, dan cukuplah Allah sebagai pelindung.
Dengan
mengetahui karakter ibadurrahman, semoga kita bisa berusaha dan berjuang untuk
menerapkannya dalam diri kita agar termasuk ibadurahman. Berikut ini dijelaskan
satu-persatu dari sifat-sifat ibadurahman :
1. Yang berjalan di muka bumi
dengan rendah hati.
Ibadurrahman berjalan di muka bumi dengan rendah
hati, tawadhu’, wajar, mudah, penuh ketenangan, jauh dari tanda-tanda
kecongkakan, kesombongan dan takabbur, tidak merendahkan orang lain. Berjalan
di muka bumi sebagai orang yang menyadari bahwa mereka berasal dari tanah dan
akan kembali ke tanah hingga kelak dibangkitkan lagi juga dari tanah. ( Q.S.
Thaha : 55 ). Cara berjalan, dalam Islam mempunyai bobot, bisa menggambarkan
kepribadian dan cermin dari akhlak seseorang, berjalannya seorang yang takabbur
berbeda dengan jalannya orang yang tawadhu’.
Dalam surah al-Isra’ : 37 Allah memberikan washiat agar kita tidak
berjalan dengan kecongkakan, karena langkah kaki kita tidak akan mempu membelah
bumi, juga muka yang kita angkat tidak akan sampai setinggi gunung. Artinya manusi
itu makhluk yang penuh kelemahan, tidak sepatutnya sombong dan congkak.
Kecongkakan hanya akan mendatangkan kebencian dari Allah dan juga dari manusia.
Lukman al-Hakim juga memberikan washiat kepada putranya “ Dan janganlah kamu
palingkan mukamu dari manusia, serta jangan pula berjalan di muka bumi dengan
sombong, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang congkak
lagi sombong, maka berjalanlah dengan sederhana, serta tahanlah suaramu, karena
sesungguhnya suara yang paling dibenci adalah suara keledai ( Q.S. Luqman : 18
– 19).
Berjalan dengan tenang dan rendah hati bukan berarti berjalan seperti
orang yang kehabisan enerzi, tanpa semangat, seperti orang sakit, loyo dan
lesu. Ali bin Abi Thalib menggambarkan cara jalannya rasulullah seperti orang
yang sedang menuruni bukit, penuh semangat dan energic. Abu Hurairah juga
meriwayatkan bahwa wajah Rasulullah SAW senantiasa penuh keceriaan dan
optimisme, seperti matahai yang terang benderang, dan beliau kalau berjalan
sangat cepat, hingga para shahabat sering bersusah payah untuk mengikuti
langkah-langkah beliau. Demikianlah cara berjalan ulul ‘azmi ( Rasul yang
mempunyai ketabahan dan kekuatan semangat ) dan para pemberani. Suatu ketika
Umar mendapatkan seorang pemuda yang berjalan dengan loyo, Umar bertanya apakah
ia sedang sakit, ketika dijawab tidak, maka Umar marah dan menyuruhnya berjalan
dengan semangat dan kekuatan. Seorang lagi berjalan dengan lemah dan lemas,
sebagian shahabat bertanya mengapa demikian ?, dijawab bahwa ia adalah seorang
ahli ibadah, maka pernyataan tersebut disangkal “ Umar bin Khattab terkenal
kuat dalam ibadah, baik puasa maupun
shalat malam, toh beliau tetap cepat kalau berjalan dan keras kalau bersuara
dan sakit kalau memukul “.
Yang dilarang dalam Islam adalah berjalan dengan congkak dan sombong,
sambil merendahkan orang lain. Orang yang demikian bila bertemu Allah kelak
akan mendapat murka. Atas dasar apa manusia bersikap congkak dan sombong serta
merendahkan orang lain, kalau mau berintrospeksi tentu akan mendapatkan bahwa
nenekmoyangnya adalah debu dan asal muasalnya adalah air yang lemah. ( Q.S.
Assajdah : 7-8 ).
Mutharrif bin Abdillah melihat Muhallab, seorang panglima pasukan yang
sedang berjalan dengan kecongkakan dan kesombongan, maka beliau menegurnya “
jangan berjalan seperti ini, Allah tidak menyukainya “. Muhallab tersinggung
dan bertanya “ Apakah kamu tidak kenal siapa saya ? “, maka Mutharrif menjawab
“ Ya saya tahu asal muasal anda dan pungkasan anda, muasal anda adalah air yang
hina, akhir anda akan menjaadi tulang belulang yang disantap rayap, dan
sekarang pun anda berjalan dengan membawa kotoran di badan anda “. Muhallab pun
terbungkam. Atas dasar apa manusia menyombongkan diri, bukunkah dia dua kali
melewati lubang kencing, ketika berupa nuthfah yang terpancar sebelum pembuahan
dan ketika dilahirkan. Orang-orang yang dulu congkak dan sombong dalam hidupnya
akhirnya juga mati dan terkubur, kemudian orang lain berjalan menginjak-injak
diatasnya. Orang yang rendah hati (
tawadhu ‘ ) akan diangkat derajatnya oleh Allah, dia merasa kecil di hadapan
Allah, tetapi Allah akan membuatnya besar di pandangan manusia, sedang yang
takabur, merasa dirinya besar di hadapan orang padahal ia adalah orang kerdil
dalam pandangan orang lain dan juga Allah.
Sikap tawadhu’ akan tampak dalam cara berjalan, seorang muslimah akan
derjalan dengan malu-malu karena sifat tawadhu’ ini ( Q.S. al-Qashash : 25 )
tidak mencari perhatian dengan jalan yang dibuat-buat atau menunjukkan
perhiasannya (Q.S. An-Nur : 31 ).Allah murka kepada mereka yang berjalan
congkak, bersikap takabbur, memanjangkan pakaiannya penuh kesombongan,
seseorang cukup dianggap jahat bila takabbur atas saudaranya, sebaliknya Allah
mencintai orang-orang yang rendah hati, bahkan Allah memuji mereka yang demikian
“ rendah hati kepada sesama mu’min dan gagah perkasa menghadapi orang-orang
kafir “. ( Q.S. al-Ma’idah : 54 ).
2. Al-hilm ( sabar dan mampu
mengendalikan emosi )
Sifat kedua dari ibadurrahman ini menjelaskan
tentang sikap mereka dalam pergaulan dengan sesama manusia terutama kepada
orang-orang yang bersikap bodoh “ Dan
apabila diajak berbicara oleh orang-orang bodoh, mereka mengatakan
keselamatalan “. Ucapan-ucapan mereka selamat dari dosa, bebas dari akibat yang
jelek, yang merugikan orang lain atau yang menyakiti, tidak membalas kejelekan
dengan kejelekan serupa, meskipun mereka mampu melakukannya. Mereka tidak
menyibukkan diri melayani gangguan orang-orang bodoh, mereka tetap birsikap
shahar, tabah, mengendalikan diri dan berbuat yang mulia sesuai dengan kualitas
kepribadian mereka.
Dalam surah al-Qashash ayat 55 dijelaskan “ Apabila mendengar ucapan
yang sia-sia mereka berpaling darinya dan berkata “ Bagi kami amal kami dan
bagi kalian amal kalian, kami tidak mencari-cari orang yang bodoh “. Maksudnya
adalah “ Bagi kami jalan hidup kami dan bagi kalian jalan hidup kalian, kami
tidak mahu meningggalkan jalan hidup kami untuk ikut-ikutan dengan kalian.
Kebodohan yang dimaksud dalam ayat ini bukan lawan dari ilmu, tetapi
lawan dari hilm ( kesabaran dan kematangan sikap ). Seseorang kadang bersikap
bodoh meskipun sudah berpendidikan tinggi, berkedudukanpenting, atau berusia
dewasa. Al-Qur’an menamai setiap orang yang dikuasai hawa nafsunya sebagai
orang bodoh, yang kebenarannya dikalahkan oleh kebathilan, yang berbuat
ma’shiat kepada Allah semua itu adalah orang-orang bodoh. Ucapan nabi Yusuf
diabadikan dalam surah Yusuf : 33 “ Kalau Engkau tidak menjauhkan dariku tipu
daya mereka ( para wanita ), niscaya aku terperosok ke dalam godaan mereka dan
aku menjadi salah satu dari orang-orang bodoh “. Ketika nabi Musa dianggap
berolok-olok dengan perintah Tuhan, beliau menjawab “ Aku berlindung kepada
Allah agar tidak menjadi salah satu dari orang-orang bodoh “,
bermain-masin dalam hal-hal yang prinsip
( pokok ) adalah perbuatan bodoh.
Ibadurrahman tidak menyibukkan diri mereka dengan konfrontasi yang tidak
berkesudahan dengan orang-orang bodoh. Terlalu banyak orang yang bersikap bodoh
di dunia ini, kalau semua kita layani, akan habis waktu dan enerzi kita,
akhirnya kita pun terbawa dalam perbuatan-perbuatan bodoh yang tidak berbobot.
Ketika nabi Isa berjalan melewati sekelompok orang Yahudi, beliau dicaci maki,
maka beliau menjawab dengan ucapan salam, ketika ditanya mengapa demikian dan
tidak membalas cacian mereka dengan cacian pula, nabi Isa menjelaskan “ Setiap
orang menginfakkan apa yang ia punyai, kalau perbendaharaannya adalah
kejelekan, maka yang akan dia infakkan ( ucapkan dan lakukan ) juga kejelekan,
kalau perbendaharaannya adalah kebaikan maka yang akan dia infakkan juga
kebaikan.
Ibadurrahaman memelihara lidahnya agar tidak
tercemari dengan ucapan-ucapan kotor, dusta, keji dan sebangsanya. Karena
mereka hanya ingin membasahi lidahnya dengan dzikrullah, nashihah dan
kebenaran, terlalu mahal umur kita kalau habis sia-sia untuk berolok-olok. Umur
ini sangat berharga, waktu kita sangat mahal, maka hendaknya kita makmurkan
dengan kebaikan, jangan disia-siakan dengan kebathilan. Jangan diisi lembaran
kehidupan kita dengan kesia-siaan, tetapi hendaknya dipenuhi dengan kebaikan,
kebajikan dan prestasi. Itulah orang-orang yang tergolong ahli keutamaan, kelak
pada hari kiamat, yang bisa masuk surga dengan cepat dan mudah, ketika ditanya
oleh para malaikat, mereka menjawab “ Kami adalah ahli keutamaan, yang sabar
ketika didzalimi, memaafkan ketika dijahati, sabar dan tabah ketika disalahi “
Maka malaikat mempersilahkan mereka masuk kesurga dengan segera.
Dalam merespon sesuatu memang ada
dua tingkatan, yang pertama adalah tingkat keadilan dan kedua adalah
tingkat keutamaan, keadilan dengan memberikan balasan kepeda kejahatan
seseorang dengan yang semisalnya, sedang keutamaan adalah membalas kejelekan
dengan kebaikan, bukan hanya dengan yang baik, tetapi dengan yang terbaik,
ucapan terbaik, cara terbaik, balasan terbaik, pelayanan terbaik meskipun
kepada mereka yang berbuat salah kepada kita. Kita anggap mereka seperti
shahabat dekat, karena kebaikan yang kita lakukan kepada seseorang akan
mengikat dan mendekatkan mereka kepada kita, manusia akan menjadi tawanan
kebaikan yang diterimanya. Pepatah arab mengatakan “ Berbuat baiklah kepada
manusia, niscaya kalian akan memperhamba hati mereka, karena betapa sering
manusia diperhamba oleh suatu kebaikan yang diterimanya “. Ketika ada seseorang yang mencaci makai Ibnu
Abbas, beliau malah menyuruh pembantunya yang bernama Ikrimah untuk memberikan
sesuatu yang menjadi kebutuhan orang tersebut. Demikian pula yang terjadi pada
Ali Zainal Abidin, setiap kali dicaci maki seseorang, selalu dibalasnya dengan
memberikan bantuan yang dibutuhkan. Demikianlah generasi salaf kita, membalas
kejelekan dengan kabaikan, bahkan dengan yang terbaik.
Anas bin Malik, pelayan Rasulullah ketika ditanya arti kata “ Balaslah
dengan sesuatu yang lebih baik “, menjelaskan maksudnya bila seseorang dicaci
maki hendaknya mengatakan, bila benar cacianmu kepadaku, semoga Allah
mengampuniku, dan jika salah semoga Allah mengampunimu. Dengan jawaban seperti
itu, bibit-bibit kemarahan dan konfrontasi akan padam, orang yang mencaci maki
juga akan terdiam. Memang kita harus senantiasa berusaha untuk memadamkan
gejala-gejala kemarahan, karena marah adalah bara api yang dilemparkan syaithan
ke hati anak adam, yang bisa dipadamkan dengan sifat hilm ( sabar dan
kedewasaan sikap ), menjaga lidah dan nafsu. Ketika seseorang datang kepada
nabi dan memohon nasehat yanag singkat tetapi sarat makna, beliau bersabda “
Jangan marah “, ketika orang itu meminta nasehat lagi, beliau mengulangi lagi “
Jangan marah “, demikian hingga tidaga kali. Jangan marah berarti jangan engkau
ikuti rasa marahmu, jangan engkau taati keinginan marahmu, bila ingin marah,
tahan emosimu, ikat kemarahanmu dengan buhul taqwa, jangan tunduk dibawah
kendali syetan sehingga kamu bersikap sebagai orang bodoh.
Demikianlah semestinya sikap orang yang beriman, tidak gampang marah dan
tidak menjadikan dirinya sasaran kemarahan dan jika ingin marah, mampu
mengendalikan emosinya, menahan lidahnya, tetap berkata yang baik dan berbuat
yang benar “ Dan orang-orang yang menahan marah, memaafkan manusia, serta Allah
menyukai orang-oranng yang berbuat kebaikan “. Ada seseorang yang dimaki
temannya di hadapan Rasulullah, orang tersebut hanya menjawab “ semoga
keselamatan atas anda “ kepada yang mencacinya, maka rasulullah bersabda “
Diantara kalian berdua ada seorang malaikat, yang membela orang yang didzalimi,
setiap kamu caci dia, malaikat berkata “ tidak, bahkan kamulah yang lebih
berhak dicaci, dan ketika temanmu berkata “ semoga keselamatan atas anda “
malaikat juga mengatakan, tidak, justru andalah yang lebih berhak mendapat
keselamatan “. Jadi Allah akan mengutus malaikat pembela kepada orang-orang
yang mampu mengendalikan emosinya ketika dibuat marah oleh seseorang. Ketika
seseorang mencaci maki Umar dan menuduhnya tidak berbuat adil, Umar hampir saja
memarahinya, tetapi seorang shahabat membacakan ayat al-Qur’an “ Maafkanlah,
perintahlah dengan kebaikan serta berpalinglah dari orang-orang bodoh “,
kemarahan Umarpun padam, karena beliau tidak ingin terperosok dalam konfrontasi
dengan orang-orang bodoh. Demikianlah umar, selalu luluh hatinya dengan
ayat-ayat al-Qur’an. Ketika Umar bin Abdul Aziz dibuat marah seseeorang agar
memanfaatkan kekuasaanya untuk menghukumnya, maka beliau berfikir sejenak lalu
berkata “ Tidak, saya tidak mahu digelincirkan syaithan, kalau sekarang saya
bisa menggunakan kekuasaan saya untuk menghukummu, maka kelak saya khawatir
akan dihukum Allah karena kedzalimanku “.
Demikianlah umat kita yang terdahulu, mereka adalah ummat ilmu dan hilm.
Mereka tidak menyibukkan diri dengan hal-hal yang remeh lagi sia-sia, mereka
sibuk dengan hal-hal penting dan utama.
Mereka sibuk membela agamanya, tidak sibuk membela diri pribadinya. Orang-orang
yang hanya sibuk membela diri pribadinya, membela kepentingan kelompok dan golongannya
semata, membenarkan perbuatan-perbuatannya,
marah dan tersinggung bila pribadinya merasa dirugikan hanya akan memenuhi
dadanya dengan kebencian dan kedongkolan, gara-gara salah ucapan bisa menjadi
perang, sangat mudah berkonfrontasi dan membuat musuh. Ibadurrahman tidak
demikian, mereka hanya akan marah karena Allah, karena membela agama Allah,
menegakkan kebenaran, membela kemashlahatan ummat, bukan kepentingan diri
pribadinya, kelompok atau golongan semata.
Demikian pula Rasulullah SAW, beliau tidak pernah marah untuk dirinya
sendiri ataupun untuk dunia. Anas bin Malik yang menjadi pelayan nabi selama
sepuluh tahun berkisah, bahwa selama itu sekalipun nabi tidak pernah menegurnya
dengan ucapan “ Mengapa kamu lakukan itu, mengapa tidak demikian dst “.
Demikianlah keribadian Nabi yang sangat penyantun, sabar dan toleran, namun
beliau sangat murka kalau larangan-larangan Allah dilanggar, seperti kata Ali
bin Abi Thalib “ Nabi tidak pernah marah karena urusan dunia, tetapi kalau
sudah marah karena menegakkan kebenaran, tidak ada seorang pun yang ditakuti,
serta tidak akan padam marahnya hingga mendapatkan kemenangan dalam
memperjuangkan kebenaran tersebut “. Dalam urusan pribadi, urusan jual beli,
memberi dan menerima, bergaul dan bertetangga beliau tidak pernah marah, tidak
menyibukkan dirinya dengan konfrontasi-konfrontasi kecil yang menghabiskan
enerzi dan mengotori hati, tetapi beliau hanya memfokuskan konfrontasi demi
tegaknya Islam, eksistensi Islam, inilah yang harus kita teladani dari beliau.
Maka barangsiapa yang ingin menjadi bagian dari ibadurrahman, hendaknya
mampu mengendalikan diri dan menghindari konfrontasi-konfrontasi atas nama
pribadi, kelompok, golongan atau hal-hal yang bersifat duniawi lainnya, dunia
di pandangan Allah tidak lebih berat dari sayap lalat, terlalu mahal hidup dan
nyawa kita kalau hanya untuk memperebutkan dunia. Jangan sampai kita marah
karena nafsu semata, tetapi marahlah karena Allah, jangan hanya membela dunia,
tetapi belalah agama. Sekarang ini siapa yang marah demi Allah, membela agama
Islam, menegakkan kebenaran, yang mudah memaafkan bila hak-hak pribadinya
terganggu demi persaudaraan Islam, yang lemah lembutg kepada sesama muslim,
penyantun dalam mu’amalah namun keras terhadap orang-orang kafir ? Semoga kita
diperi pemahaman yang benar terhadap agama kita dan dimasukkan dalam kelompok
ibadurrahman. Amien.
3. Qiyamullail
Sikap ibadurrahman kepada
dirinya sendiri adalah tawadhu’ dan rendah hati, kepada sesama manusia mereka
pemaaf, sabar dan penyantun, sedang terhadap Allah SWT, terutama bila malam
tiba, ketika manusia menikmati tidur di kehangatan selimut dan empuknya kasur,
atau ketika manusia begadang untuk bersukacita memanjakan nafsunya, mereka
bermunajat kepada Allah SWT. Mereka menghidupkan malam hari untuk sujud dan
berdiri shalat, saat sujud adalah saat dimana seorang hamba menjadi paling
dekat kepada Tuhannya, karena itu hendaknya ia memperbanyak berdo’a, sedang
berdiri yang lama untuk tilawah al-Qur’an saat shalat adalah bagian utama dari
shalat. Sujud meratakan jidatnya dengan tanah, jidat adalah tempat tertinggi
dalam wajah manusia, kepada Allah sujud ke tempat yang paling rendah dalam
keadaan khusyu dan tunduk.
Dianatara sujud dan
berdiri itu mereka beristighfar, membaca ayat-ayat al-Qur’an, memohon rahmah,
bertasbih, bertahmid, perlindungan dari api neraka dengan segenap kesadarannya.
Mereka melakukan semua itu karena Allah, mencari ridha dan mengharap rahmat
Allah “ lirabbihim “, bukan untuk
mencari pujian manusia. Ketika memingat surga, kerinduan mereka untuk
memasukinya menjadi jadi, dan ketika mengingat neraka ketakutan mereka juga
menjadi-jadi, hal itu yang menahan rasa kantuk dan menyemangatkan mereka untuk
beribadah kepada Allah di tengah malam. “ Lambung mereka jauh dari tempat
tidur, mereka berdo’a kepada Allah dengan perasaan takut lagi penuh harap,
serta mereka menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan “ Q.S. Assajdah :
16. Imam Ahmad meriwayatkan hadist dari Ibnu Mas’ud, bahwa Allah SWT ta’ajjub
dari dua orang, yang pertama adalah orang yang bangkit meninggalkan tempat
peraduannya, yang empuk dan nyaman, meninggalkan keluarganya yang dicintainya
untuk mengerjakan shalat malam guna mendapat ridha Allah, yang kedua kepada
seorang yang berjuang di jalan Allah, ketika mendapat kekalahan dan
teman-temannya sudah pada kabur melarikan diri, dia justru balik ke depan untuk
terus berjuang hingga gugur di jalan Allah. Kedua-duanya adalah pejuang, yang
pertama berjuang melawan nafsu dan kemalasannya sedang yang kedua berjuang di
jalan Allah dengan jiwanya. Meskipun mereka menghabiskan malam harinya untuk
beribadah, mereka tetap merasa belum memenuhi hak-hak Allah atas diri mereka,
karena itu mereka banyak memohon ampunan ketika sahur.
Demikianlah keadaan
ibadurrahman dengan Tuhan mereka di waktu malam, sementara itu manusia
mempunyai berbagai macam cara dalam menghabiskan waktu malam : Sebagian
memanfaatkan waktunya untuk ketaatan keapda Allah, yang lain menghabiskannya
untuk tidur hingga pagi, sebagian begadang sepanjang malam, namun tidak jelas
apa yang dilakukan ketika begadang ?. Ada yang begadang untuk main-main dan
kelalaian hingga menjelang fajar, lalu baru pergi tidur dan tidak bangun
sebelum matahaari meninggi, sebagian lagi menggunakan malam hari untuk berbuat
berbagai macam dosa dan kemakshiatan, sebagian bahkan menggunakan waktu malam
untuk berbagai tindak kejahatan, tidak takut kepada Allah dna tidak pula malu
kepada makhluk, sebagian tidak mempunyai kecenderungan kecuali sekedar makan,
minum dan tidur, siang untuk makan dan minum, dan malam hanya untuk tidur.
Demikianlah berbagai
macam cara manusia menghabiskan waktu malamnya, tetapi ibadurrahman
memanfaatkan malam harinya untuk beribadah kepada Allah. Aisyah berkisah bahwa
nabi kalau shalat malam sampai bengkak kakinya. Hal ini juga diikuti oleh para
shahabat, sebagian bahkan menghidupkan malamnya seluruhnya atau dua pertiganya,
tidak tidur kecuali sedikit sekali, sehingga nabi meluruskan mereka dan
menyuruh agar mereka tidak memaksakan diri dalam beribadah, agar tetap bisa
mempertahankan kebiasaan baiknya “ Sebaik-baik amal adalah yang dikerjakan
terus menerus meskipun sedikit “. Muttafaq alaih. Kerinduan dan kecintaan para
shahabt kepada Allah mendorong mereka memperbanyak ibadah, tidak cukup hanya
menjalankan yang fardhu, tetapi yang nafilah pun mereka laksanakan.
Dikisahkan bahwa Hasan
bin Shalih ( salah seorah fuqoha’ dari generasi salaf ) menjual budak
perempuannya kepada seseorang, ketika datang sepertiga malam terakhir, budak
tadi membangunkan tuan barunya, tuannya marah karena dibangunkan sebelum fajar,
waktu yang biasanya masih mereka pakai untuk tidur. Ketika pagi hari sang budak
memohon untuk dikembalikan ke tuan lamanya, karena dia sudah terbiasa bangun
shalat malam, tidak seperti tuan barunya yang malas bangun malam. Demikianlah
keadaan generasi salaf kita, hingga para budak pun rajin bangun untuk shalat
malam.
Berbagai kiat
dilaksanakan generasi salaf dalam qiyamullail, diantara mereka ada yang tidur
sebagian malam dan bangun disebagian lainnya, ada yang bangun setelah tengah
malam untuk shalat, ada pula yang menunggu sampai sepertiga malam yang
terakhir, yang disenangi Allah adalah tidur setengah malam, bangun shalat
sepertiga malam dan tidur lagi seperenamnya, hingga bangun subuh dalam
keadaan bersemangat. Mereka sangat tamak
untuk bisa memanfaatkan waktu sepertiga malam terakhir untuk beribadah, karena
pada saat itu sepertii yang diterangkan dalam hadist qudsi, Allah SWT “ turun
“ kelangit dunia mencari orang-orang
yang berdo’a untuk dikabulkan, dan orang-orang yang memohon ampunan untuk
diampuni.
Bagi mereka yang belum
mampu untuk qiyamullail, baik separo, sepertiga ataupun seperenamnya hendaknya
memelihara shalat berjama’ah Isya’ dan shubuh, karena diterangkan dalam sebuah
hadist bahwa barang siapa yang berjama’ah Isya’ seolah-olah dia telah shalat
setengah malam, dan barangsiapa yang berjama’ah shubuh maka seolah-olah dia
telah shalat satu malam penuh. H.R. Malik. Kalaupun hal ini masih belum mampu,
maka minimal hendaknya ia memelihara waktu shalat, agar bisa selalu shalat pada
waktunya, jangan sampai membangkong sampai matahari terbit. Orang yang
membangkong seperti ini kata nabi “ telinganya dikencingi oleh syaithan, betapa
banayak orang yang dengan senang hati menyediakan telinganya menjadi kloset
syetan.
Akhir-akhir ini tatanan
hidup manusia banyak yang rusak, khususnya yang berkaitan dnagn waktu tidur dan
jaga. Dahulu kala banyak orang segera tidur di awal malam, dan bisa bangun
pagi-pagi menjelang subuh, tetapi setelah berbagai macam sarana audio visual
membanjiri dunia, program hiburan TV banyak pilihan, manusia terbiasa tidur
lewat tengah malam, dan sangat berat untuk bisa bangun pagi hari. Waktu
shalatpun berantakan. Seharusnya waktu shalatlah yang mengatur aktivitas
kehidupan kita, kapan harus tidur dan kapan harus bangun, disesuaikan dengan
kegiatan shalat, bukan kita yang mengatur waktu shalat, karena itu rasulullah
bersabda “ Ya Allah berilah keberkahan atas umatku pada waktu pagi mereka “.
Dalam hadist lain nabi
juga bersabda “ Ketika salah seorangdari kalian tidur maka syetan mengikat tiga
ikatan di atas kepalanya, sambil berkata di setiap ikatan, selamat tidur
panjang, ketika ia bangun dan berdzikir kepada Allah, maka terlepas satu
ikatan, ketika bangun berwudhu, terlepaslah ikatan kedua dan kalau ia bangun
mengerjakan shalat, terlepaslah semua ikatannya, sehingga ia bangun dalam
keadaan riang dan semangat, jika tidak demikian dia akan bangun dengan berat
serta malas “, maka lepaskanlah ikatan syaitan itu meskipun hanya dengan dua
rakaat. Demkianlah Rasulullah menghendaki agar kita tidak menyerah dengan tipu
daya syaithan.
Beberapa kiat agar bisa
terbantu bangun malam adalah : mengurangi makan dan minum, karena kebanyakan
makan dan minum akan membuat seseorang suka tidur dan malas bangun, jangan
terlalu memforsir diri waktu kerja disiang hari, sehingga kecapaian dan tidak
mampu bangun di malam hari, tidur siang meski sebentar juga akan membatu kita
dalam bangun malam. Menjauhi yang haram serta makshiat juga membantu untuk
qiyamullail, karena memakan yang haram serta makshiat akan menjadi penghalang
dari shalat malam. Mengingat akhirat, merindukan surga dan takut akan siksa
neraka juga membantu qiyamullail.
Nabi SAW juga bersabda “
hendaknya kalian melaksanakan qiyamullail, karena hal itu merupakan kebiasaan
orang-orang shaleh sebelummu, mendekatkkan diri kepada Allah, menghapus
kesalahan-kesalahanmu serta mencegah dari perbuatan dosa “. H.R. Tirmidzi.
Karena itu sepatutnya jangan sampai kita lewatkan bagian kita dari malam hari
untuk bermunajat, kalau hal ini pun tidak mampu kita raih, minimal jangan bermakshiat
kepada Allah di siang hari. Inilah standar minimal bagi seorang mukmin,
menjalankan kewajiban-kewajiban dan tidak bermakshiat kepada Allah.
4. Takut Pada Neraka
Para
ibadurrahman mempunyai kareakter yang utama, menjalani hidup dengan rendah
hati, penyantun dan memanfaatkan waktunya dengan produktif, serta senantiasa
menghidupkan malam untuk shalat dan membaca al-Qur’an. Yang mendorong mereka
untuk bersikap demikian adalah rasa takut dan harap, takut kepada Allah, dan
mengharap rahmat-Nya, senantiasa mengingat akhirat dan neraka jahannam selalu
tergambar di depan matanya. Mereka tidak pernah lalai, kemana kelak akan
bermuara pada akhirnya, semuanya pasti akan kembali kepada Allah. Meskipun
mereka masih hidup dan segar bugar di dunia, kelak pasti akan mati, setelah
mati akan dibangkitkan, lantas dihisab, dan hanya ada dua tempat kembali di
akhirat neraka atau surga.
Karena itu mereka selalu
berdo’a “ Wahai Tuhan kami jauhkan kami dari siksa neraka Jahannam, karena
siksanya pasti mengena, dan sesungguhnya ia merupakan sejelek-jelek tempat
tinggal “. Neraka sebenarnya disediakan oleh Allah untuk orang-orang kafir,
namun para ahli ma’shiat dari orang yang beriman juga bisa masuk ke dalamnya.
Kita harus memelihara diri dan keluarga dari neraka yang penjaganya adalah para
malaikat yang kasar, dan bahan bakarnya dari manusia dan batu.
Seandainya kematian
adalah stasiun akhir dari perjalanan hidup ini, maka urusan menjadi mudah,
namun tidak demikian kenyataannya, kematian itu lebih berat dari kehidupan, dan
kematian masih jauh lebih ringan dibanding yang datang sesudahnya. Setelah
kematian ada kebangkitan, lalu dihimpun di padang mahsyah, lalu mauqif, hisab,
mizan, kitab ( raport ) kita tidak tahu akan mengambilnya dengan tangan kanan
atau kiri ?, tidak tahu anak timbangan berat kebaikannya atau kejelekannya ?,
timbangan kebaikan yang berat sehingga mendapatkan kehidupan yang memuaskan,
atau ringan sehingga akan menjadi umpan neraka hawiah, yang sangat panas
membakar ? Ada
sekaratul maut yang sangat berat, kuburan dengan cobaannya, mauqif yang
mencekam, timbangan yang sangat teliti, perhitungan yang sangat cepat, neraka
dengan segala siksaannya serta surga dengan berbagai kenikmatannya.
Ibadurrahman selalu
menjadikan Jahannam sebagai perhatian utamanya, seolah-olah ada di depannya dan
siap mencaploknya, karena itu mereka berdoa “ Ya Tuhan kami jauhkan dari kami
siksa neraka jahannam “, karena setiap manusia akan melewatinya, berjalan
diatasnya, shirat dibentangkan di kedua ujungnya, bisakah kita lewat dengan
selamat atau akan terpelesset jatuh ?, selamat atau binasa ? bisa berjalan
cepat atau tersangkut kait-kait yang menarik kebawah jahannam ? Ada seorang
pemuda yang setiap malam menghabiskan waktunya untuk menangis sambil meratap, “
Wahai seandainya ibu tidak melahirkanku ! “, ibunya menukas “ Wahai anakku
sesungguhnya Allah telah memberi banyak kebaikan untuknya serta memberimu
hidayah Islam “, sang anak menjawab “ Memang ibu, tetapi Allah memberitahukan
kepada kita bahwa setiap kita akan melewati jahannam, dan tidak ada jaminan
kalau kita akan selamat melewatinya ( Q.S. Maryam : 71 – 72 ) “. Ibu dan
anakpun keduanya sama-sama menangis.
Yang menjadi masalah bagi
manusia modern ini adalah :…. Bahwa gambaran neraka itu sangat jauh….jauh
sekali dari fikiran mereka. Hampir-hampir tidak masuk dalam kamus besar hidup
mereka, dilalaikan. Yang menjadi perhatian dan fikiran manusia hanyalah yang
tampak di hadapan mereka, pada hari ini saja, yang berkaitan dengan
kemashlahatan duniawi semata, kenikmatan sementara, sedang masalah besuk,
terlebih sesudah besuk, akhirat, surga dan neraka, maka semua itu sangat jauh
dari fikiran dan perhatian mereka. Padahal semua itu dekat semata, setiap yang
akan datang adalah dekat.
Permasalah hidup tampak
semakin rumit ketika menyaksikan manusia bertingkah seperti srigala, seperti
binatang buas di belantara, yang kuat memangsa yang lemah, seperti ikan di
lautan yang besar menelan yang kecil. Apa penyebabnya ?, tidak lain adalah
karena akhirat jauh dari bayangan mereka, yang mereka fikirkan hanya urusan
duniawi yang dekat. Dunia menjadi kesibukan utama mereka, harapan terbesar
mereka, puncak pengetahuan mereka, pusat perhatian mereka. Itulah kebanyakan
manusia. Namun Ibadurrahman tidak demikian, mereka selalu menghadirkan bayangan
jahannam di benaknya, karena itu selalu memohon kepada Allah agar diselamatkan
dari jahannam. Nabi kita Muhammad SAW yang sudah dijamin ampunan dari segala
dosa dan kesalahan saja masih berdo’a agar terpelihara dari siksa api neraka,
lantas bagaimana dengan kita ?. Beliiau juga mengajari para sahabatnya agar
senantiasa membaca do’a perlindungan dari berbagai fitnah dan azab di tasyahhud
akhir “ Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka
jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah almasih addajjal serta dari fitnah
kehidupan dan kematian “ H.R. Malik.
Seorang muslim semestinya
banyak mengingat neraka, Nabi pernah menjelaskan bahwa api neraka itu 70 kali
lipat panasnya dari api dunia. Dengan api dunia saja kita tidak tahan, apalagi
dengan api neraka, bahkan dengan panas matahari saja kita tidak kuat, kadang
dengan suhu yang sumuk ( panas ) di ruangan kita juga tidak tahan sehingga
membutuhkan kipas angin atau AC, bagaimana dengan api neraka ?. Siksa neraka
bukan semata-mata secara indrawi – fisik, tetapi juga maknawi, sebagai tempat
yang penuh kehinaan dan kerendahan, sehingga penghuninya terhalang untuk
melihat Allah SWT. Anehnya memang banyak orang yang mestinya berlari dari
neraka, kenyataannya bisa tidur tenang, sebagaimana juga orang yang mestinya
berlari mengejar surga, juga santai berleha-leha. Kita hidup di dunia, silahkan
mau berapa lama kalau bisa, tetapi katahuiah, bahwa akhirnya pasti akan mati,
lantas apa setelah kematian, hanya ada dua tempat kembali neraka atau surga.
Maka nabi bersabda “ Demi Allah, kalau kalian melihat seperti apa yang pernah
aku lihat, niscaya kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa, aku telah
melihat surga dan neraka “.
Seseorang hendaknya
berada diantara kekhawatiran dan harapan. Jangan terlalu besar harapan sehingga
lalai dari peringatan Allah, atau terlalu banyak khawatir sehingga berputus asa
dari rahmat Allah. Tetapi kalau kenyataannya sudah terlanjur banyak berbuat
dosa, bila makshiat sudah bertumpuk menggunung, lembaran hidup penuh dengan
kesalahan, hendaknya lebih banyak khawatir dari harapan, lebih mengingat dosa
dan jangan melupakannya, menghitung dirinya sebelum dihisab, menimbang amalnhya
sebelum ditimbang. Semestinya berintrospeksi, apa yang sudah disiapkan, mana
yang diremehkan, mana yang berlebihan, agar bisa diperbaiki, dipenuhi yang
kelewatan serta menjaikan harinya lebih baik dari kemarennya, serta besuknya
lebih baik dari harinya.
Ketika melancarkan dakwah
jahriyah ( terang-terangan ) yang pertama kali, nabi mengimpun sanak kerabatnya
di sekitar bukit shafa, lalu bersabda “ Wahai manusia bebaskan dirimu dari api
neraka…. “ karena setiap orang memang harus menyelamatkan dirinya dari api
neraka, dengan memperbanyak amal shaleh dan menjauhi kejelekan, dengan
menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan, dengan menunaikan hak-hak, baik
hak Allah maupun manusia, dengan taubat setiap kali terperosok dalam dosa. Di
dunia ini hanya ada amal dan belum ada perhitungan, namun kelak di akhirat akan
ada perhitungan dn tidak ada kesempatan untuk beramal. Karena itu marilah kita
beramal untuk hari esuk, menyelamatkan diri kita dari api neraka. Diantara do’a
nabi adalah : “ Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadamu surga, serta apa-apa
yang mendekatkan kepadanya dari ucapan maupun perbuatan, serta berlindung
kepadamu dari api neraka, serta apa-apa yang mendekatkan kepadanya dari ucapan
maupun perbuatan “.
Allah SWT telah
memperingatkan kita, menasehati, menjelaskan dalam kitab sucinya dengan
gamblang dan jelas sifat-sifat neraka, agar kita takut dan berusaha untuk memelihara
diri darinya :
a.
Sesungguhnya kami telah sediakan bagi orang-orang
dzalim itu neraka, yang gejolak apinya mengepung mereka. Dan jika mereka
meminta minum, niscaya mereka akan diberi minuman dengan air seperti besi yang
mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat
istirahat yang paling jelek. Q.S. Al-Kahfi : 29.
b.
Sesungguhnya pohon zaqqum itu, makanan orang yang
banyak berdosa, sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut, seperti
mendidihnya air yang sangat panas, peganglah dia kemudian seretlah dia ke
tengah-tengah neraka. Q.S. Addukhan : 43 – 47.
c.
Dan golongan kiri, siapakan golongan kiri itu ?. Dalam
siksaan angin yang sngat panas dan air yang panas mendidih. Dan dalam naungan
asap yang hitam. Tidak sejuk dan tidak mengenakkan. Q.S. al-Waqi’ah : 41 – 44.
d.
Kemudian sesungguhnya kamu hai orang yang sesat lagi
mendustakan. Benar-benar akana memakan pohon zaqum. Dan akan memenuhi perutmu
dengannya. Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas. Maka kamu mnum
seperti unta yang sangat haus. Itulah hidangan untuk mereka pada hari
pembalasan. Q.S. Al-Waqi’ah : 51 – 56.
e.
Allah berfirman “ Peganglah dia, lalu belenggulah ke
lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala.
Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujupuluh hasta “. Q.S.
Al-Haqqoh : 30 – 32.
f.
Dan kamu akan melihat orang-orang yang berdosa pada
hari itu diikat bersama-sama dengan belenggu. Pakaian mereka dari ter ( minyak
) dan muka mereka ditutup dengan api neraka. Q.S. Ibrahim : 49 – 50.
Allah telah memberikan
gambaran neraka dengan jelas, memperingatkan kepada kita akan siksanya demikian
pula rasulullah SAW, agar kita bekerja keras untuk bisa selamat darinya, jangan
sampai kita hidup dalam kelalaian dan kelengahan, tidak segera menyiapkan diri,
larut dalam nafsu dan syahwat. Karena orang-orang yang lalai demikian termasuk
yang akan menjadi bahan bakar neraka Jahannam “ Dan sesungguhnya kami jadikan
untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai
hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah, dan mereka
mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan
Allah, dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk
mendengarkan ayat-ayat Allah. Mereka itu seperti binatang ternak bahkan lebih
sesat lagi, mereka itulah orang-orang yang lalai “. Q.S. Al-A’raf : 179.
Manusia yang lalai disebut lebih sesat dari binatang ternak, karena binatang
tidak diberi akal, perasaan, hati nurani, tidak diutus nabi kepada mereka,
tidak ada kitab suci diturunkan untuk mereka, meskipun demikian mampu
menjalankan peranannya untuk kemashalatan manusia. Sedang manusia yang lalai
meskipun diberi panca indra dan akal fikiran, mempunyai kitab suci dan nabi
sebagai tauladan, masih tidak mau menjalankan fungsi dan tugas utamanya “
ibadah “ kepada Allah dalam arti yang luas.
Wahai kaum muslimin,
jadilah sebagai ibadurrahman. Jadikan akhirat sebagai perhatian utama anda,
niscaya akan terlepas berbagai kesulitan hidup, menjadi mudah atasmu persoalan
dunia, menjadi mudah semua urusa yang sulit, menjadi ringan semua yang berat
dan tertunaikan semua hak bagi pemiliknya. Hal ini bukan berarti agar selalu
besedih dan menangis, tetapi agar kita sering-sering mengingat akhirat dari waktu
ke waktu, jangan kita lalaikan dan acuhkan saja. Ingatlah akhirat, jangan kita
buang jauh di belakang punggung kita, jangan kita lupakan begitu saja.
Ingat-ingatlah akhirat agar lurus hidup kita, agar bisa lempang amal kita, agar
tepat langkah kita menuju Allah SWT “ Ya Allah Tuhan kami, berilah kami
kehidupan yang baik di dunia, kebaikan di akhirat serta peliharalah kami dari
siksa neraaka “.
5. Sederhana dalam
membelanjakan harta
Ibadurrahman bukanlah
orang-orang yang tidak berharta, bukan
berarti orang-orang yang hidup dalam kefakiran dan kemiskinan, ini bukan
cirikhas ibadurrahman, bisa jadi mereka adalah orang-orang kaya. Seperti juga
para pemakmur masjid yang senantiasa bertasbih kepada Allah pagi dan petang
adalah orang-orang profesional yang juga mengurusi dunia dan perdagangan, namun
dunia tidak melalaikan mereka dari dzikrullah dalam berbagai aktivitasnya (
Q.S. Annur : 36-37 ) . Seperti juga disebutkan dalam surat al-Munaafiqun : 9 “
Wahai orang-orang yang beriman, janghanlah harta benda dan anak-anakmu
melalaikan kamu dari dzikrullah.. “, artinya bahwa orang-orang yang beriman
bukanlah mereka yang hidup menempuh model kependetaan, tidak berkeluarga dan
tidak mengurusi dunia, justru mereka mengurusi dunia, namun dunia tidak mampu
merampas hatinya untk selalu dzikrullah, baik dalam hati, lidah maupun
perbuatan. Harta benda dalam Islam harus disyukuri, termasuk amanat yang harus
dipelihara, termasuk lima
hal pokok yang dilindungi kemashlahatannya.
Seorang muslim adalah “
mustakhlaf “ penerima pinjaman harta dari Allah, pemilik yang hakiki adalah
Allah, manusia hanyalah bendahara yang bertugas menjaga, memanfaatkan dan mengembangkan sesuai dengan kehendak
Pemiliknya. Tidak boleh melanggar ketentuan pemiliknya. Dalam hal harta benda
Allah sebagai pemiliknya mempunyai beberapa pengajaran untuk kita semua ; ada
yang berkaitan dengan bagaimana cara mendapatkannya, bagaimana pemanfaatannya
serta bagaimana cara pengembangannya. Pada prinsipnya harta hanya boleh
didapatkan dengan jalan-jalan yang disyareatkan, yang dihalalkan oleh Allah dan
hendaknya dinafakahkan di jalan-jalan yang terpujipula. Ada kalanya seseorang
sudah mencari harta dengan jalan yang benar dan baik ( masyru’ah ), namun
ketika harus menafkahkan ia bakhil, tidak memandang Allah mempunyai hak
sedikitkan dalam hartanya, tiak memandang bahwa orang miskin juga berhak atas
sebagian kekayaannya. Sementara itu ada kelompok lain yang setelah mendapatkan
harta benda, membelanjakannya dengan boros dan sia-sia ( tabdzir ) bahkan ada
yang dibelanjakan untuk hal-hal yang diharamkan Allah. Harta benda semstinya
dibelanjakan pada jalan-jalan yang baik, tanpa dihambur-hamburkan atau tertahan
dengan kebakhilan, inilaah tabiat Islam : Pertengahan dan sederhana.
Dalam suarat Isra’ ayat
26 – 29 Allah memberikan wasiat kepada kita semua “ Berilah kepada sanak
ekrabat hak-hak mereka, orang-orang miskin, para msuafir serta jangan
menghambur-hamaburkan harta ( tabdzir ) # Karena sesunggunya orang-orang yang
menghamburkan harta adalah teman-temannya syaetan ( seperti dengan syetan dalam
kejelekan dan keingkaran atas nikmat Allah ) dan adapun syetan itu terhadap
Tuhannya sangat kufur # Dan jika engkau berpaling dari mereka untuk memperoleh
rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan ( apabila orang-orang itu datang meminta
haknya kepadamu, sementara kamu tidak bisa memenuhi permintaan mereka, karena
kamu tidak mempunyai harta ), maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas
# Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu ( gabaran sifat
bakhil ), dan jangan pula terlalu membentangkannnya ( gambaran royal dan
menghambur-hamburkan harta ) , sehingga kamu akan menjadi tercela ( bila bakhil
) serta menyesal tidak berdaya ( bila habis harta benda ). Inilah jalan
pertengahan dan sederhana,inilah yang dianjurkan Islam.
Diantara do’anya anabi
adalah “ Ya Allah aku memohon dokarunia rasa takut kepadaMu baik dalam keadaan
sendiri ataupun ramai, dan memohon kepadamu dikarunia ucapan ikhlash dalam
keadaan marah ataupun rela, serta memohon dikarunia sikap pertengahan ( sederhana/wajar
) dalam keadaan kaya maupun kekurangan “. H.R. Nasa’I dan Hakim. Dalam hadist
lain nabi juga bersabda “ Betapa indahnya sederhana dalam masa kaya, dalam masa
miskin bahkan dalam ibadah “ H.R. Bazzar. Hinga dalam ibdahpun sikap moderat
sangat terpuji. Imam Ahmad meriwayatkan hadist bahwa nabi bersabda “ Diantara
tanpa kedalaman ilmu seseorang adalah, kepandainya dalam mengelola
penghidupannya “ ( sederhana, tidak tabdzir, tidak bakhil, sikap pertengahan
sebagai umat pertengahan, dan sebaik-baik urusan adalah pertengahannya. Hadist
lain menjelaskan “ Tidak akan butuh pada bantuan orang yang hidup ekonomis (
sederhana ) “.
Bahkan dalam infaq di
jalan Allah pun yang diperintahkan buka semuanya, tetapi hanya sebagian “ Dan
dari sebagian harta yang Kami anugerahkan kepada mereka, mereka menginfakkan “.
Zakat pun hanya seagoing kecil ( prosentase kecil ), 2,5 % hingga sepuluh
persen, kecuali temuan harta karun yang
mencapai 20 %. Ada
hadist yang menyatakan “ Tidak ada shadaqoh kecuali yang lebih dari kebutuhan
“. Yang diminta Islam untuk infaq adalah kelebihannya, kalau masih dalam batas
bawah kebutuhan kita sendiri, tidak diminta, itulah batasannya, meskipun Islam
juga tidak mengingkari bila ada orang yang ingin mendapatkana keutamaan, yaitu
yang mau berkurban untuk membelanjakan hartanya di jalan Allah meskipun dirinya
sendiri dalam kebutuhan. ( Q.S. Al-Hasyr : 9, al-Insan : 8 – 9 dan 10 ).
Seorang muslim
membelanjakan harta bendanya tidak dengan berlebihan maupun kekurangan, tidak
bakhil untuk diri sendiri, justru dirinya sendiri inilah yang harus dia
nafaqohi. Ada
seseoeang yang mampu menghimpun kekayaan, namun ia bakhil untuk dirinya dan
keluarganya, ia sendiri terhalang untuk menikmatinya. Inilah seperti yang
dikatakan : Beri kabar gembira atas harta kekayaan orang bakhil untuk
dimusnakan suatu bencana atau diambil alih ahli warisnya. Orang seperti ini
digambarkan seperti anjing pemburu yang mengejar buruan untuk orang ( tuannya
), namun dia sendiri kelaparan. Ada
seseorang yang datang kepada nabi dengan penampilan yang memprehatinkan, maka
nabi bertanya “ Apakah kamu punya harta benda ? “, “ Ya, saya punya, bahkan
saya punya semua harta yang diberikan Allah kepada saya ( maksudnya segala
macam binatang ternak ), maka nabi bersabda “ Sesungguhnya Allah menyukai untuk
melihat tanda kenikmatannya tamppak atasmu “ , seperti juga yang difirmankan
Allah “ Adapun dengan nikmat tuhanmu maka beritahukan “, tahaddust binni’mah
tidak hanya dengan ucapan tetapi juga dengan keadaan.
Tidak dibenarkan seseorang yang memiliki
kekayaan kemudian menyiksa diri sendiri dan keluarganya dengan pola hidup serba
kekurangan. Semestinya ia mengeluarkan nafaqah yang wajar bagi dirinya dna
keluarganya, dalam sebuah hadist diterangkan “ Seutama-utama dinar yang
dinafaqahkan oleh seornag lelaki adalah satu dinar yang dia infaqkkan untuk
keluarganya, kemudian dinar yang dia belanjakan untuk kuda tunggangan di jalan
Allah dan dinar yang dia belanjakan kepada temannya yang sedang berjuang di
jalan Allah. ( H. R. Muslim dan Tirmidzi ). Nabi juga pernah bersabda kepada
Sa’ad bin Abi Waqash “ Sesungguhnya engkau tidak akan akan membelanjakan suatu
belanja yang dengannya engkau mencari keridhaan Allah, kecuali akan mendapat
balasan atasnya, hingga yang engkau belanjakan untuk makan istrimu “ ( H.R.
Bukhari dan Muslim ).
Nafaqah yang pertama kali
dan paling utama adalah kepada diri sendiri dan keluarga, kemudian kepada
orang-orang di sekitar kita dari antara saudara dan tetangga, karena bagi
mereka ada hak-hak atas kita, nabi bersabda “ Tidaklah beriman kepadaku seorang
yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan disamping
rumahnya,m sedang ia mengetahuinya “ ( H.R. Thabrani dan Bazzar ). Sungguh
bukan dari ajaran Islam, jika anda memakan sepenuh perut, tertawa selebar
mulut, sementara di dekat kita ada arang-orang yang merintih kelaparan, tidak
ada sesuap nasi untuk di makan, tidak ada uang untuk belanja, hal ini bukan
dari ajaran Islam dan bukan bagian dari kemanausiaan sama sekali, karena itu
nabi berlepas diri dari yang demikian ini. Terutama para kerabat dekat kita,
atau tetangga dekat kita, bagi mereka ada hak-hak atas kita ( Q.S. al-Isra’ :
26 dan al-Baqarah : 215 ). Nabi bersabda “ Memberi shadaqah kepada orang miskin
mendapat pahala satu shadaqah, dan kepada saudara yang bertalian kerabat
mendapat dua pahala, pahala shadaqah dan pahala shilaturrahim “. ( H.R.
an-Nasa’I ). Dan yang lebih utama adalah manakala ada kerabat yang sedang
memusuhi kita, hendaknya kita memebri sahadaqah dalam rangka mengeratkan kembali
tali persaudaraan.
Selain semua itu ada
kewajiban zakat atas orang-orang yang hartanya mencapai nishab dan haul. Zakat
adalah pilar Islam ketiga setelah Syahadat dan menegakkan shalat yang harus
ditunaikan. Dalam sebuah hadist diterangkan “ Akan bebas dari kebakhilan
seorang yang menunaikan zakat, menjamu tamu serta memberi ketika ada bencana “.
Dan orang yang dibebaskan dari kebakhilan adalah orang-orang yang beruntung (
Q.S. Al-Hasyr : 9 ).
Ada memang beberapa orang
yang meninfaqwkan harta bendanya melebihi semua itu, dikisahkan bahwa Imam
al-Llaits ( Mesir ) – mempunyai kekayaan yang sebanding dengan Imam Malik (
Madinah ) – termasuk orang-orang kaya diantara kaum mmuslimin, incomenya dalam
setahun mencapai delapan puluh ribu dinar, tetapi beliau tidak pernah terkena
kewajiban zakat sama sekali, karena beliau tidak menunggu satu tahun ( haul )
untuk berinfaq, beliau selalu berinfaq dari hasil yang beliau dapatkan. Harta
berasal dari Allah, dan dikembalikan untuk kemashlahatan hamba-hamba Allah. Ketika
seoang perempuan datang meminta sedikit madu untuk makanan, maka beliau
menyuruh pembantunya memberikan satu tong besar madu. Ketika seseorang bertanya
kepada beliau “ Mengapa anda memberi begitu banyak, padahal ia hanya meminta
sedikit untuk keperluan makanannya ? “, beliau menjawab “ Orang lain meminta
sesuai keperluannya, dan kita memberi seseuai rizqi yang diberikan Allah kepada
kita “. Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib juga termasuk orang yang sangat
dermawan, beliau tidak pernah menolak seorang pun yang meminta kepadanya,
ketika ada beberapa orang bakhil yang mencelanya, beliau menjawab “
sesungguhnya Allah mempunyai satu kebiasaan kepadaku, dan aku juga senang
mempunyai satu kebiasaan kepada hamba-hamba Allah. Allah biasa memebrikan
kepadaku kenikmatan, karena itu aku membiasakan diriku untuk memebrikan harta
kepada orang lain, jika aku berhenti dari kebiasan ini, sungguh aku khawatir
Allah akan menghentikan kebiasaan memberi-Nya kepadaku “.
Demikianlah generasi
salaf kita, mereka tidak bakhil dalam infaq di jalan Allah, ketika seseorang
menyumbang setumpukan perak di jalan Allah, ada yang mengatakan “ Tidak ada
kebaikan bila anda berlebih-lebihan dalam infaq
“, maka orang itu menjawab “ Tidak ada istilah berlebih-lebihan dalam
kebaikan “ Dalam sebuah peperangan Umar membelanjakan separo dari harta
kekayaannya, ia beranggapan tidak ada orang lian yang melebihinya dlam infaq,
ketika datang Abu Bakar ternyata membawa semua harta bendanya untuk diinfaqkan
di jalan Allah, ketika ditanya “ Apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu ? “
dengan mantap menjawab “ Aku tinggalkan bagi mereka Allah dan rasul-Nya “. Jadi
tidak ada yang tersisa dari harta bendanya. Hal ini boleh dilakukan bila memang
seseorang mempunyai keyakinan dan tawakkal yang bulat kepada Allah serta
keluarganya juga mempunyai kesiapan mental dan kesabaran sepertinya, kalau
tidak ya jangan demikian, kaarena akan mendapatkan tantangan dari keluarganya
sendiri.
Orang seperti Abu Bakar
dan para shahabat lainnya sangat yakin dan percaya bahwa Allah tidak akan
menyia-nyiakan mereka sama sekali “ Tidak akan berkurang harta benda dengan
dishadaqahkan “ ( H. R. Ahmad ). Allah juga menjamin bahwa barang siapa yang
berinfaq di jalan Allah pasti akan diganti ( Q.S. Saba’ : 39 ) Syaithan
menjanjikan ( menakut-nakuti kita dengan ) kefakiran ( bila kita infaq di jalan
Allah ), dan Allah menjanjikan ampunan ( di akhirat bila kita infaq ) serta kelapangan ( rizqi di
dunia ) dan Allah itu Maha Luas ( karunianya ) lagi Maha Mengetahui. ( Q.S.
al-Baqarah : 268 ). Sayangnya kebanyakan manusia lebih membenarkan janji syetan
daripada janji Allah yang maha penyayang, atau mungkin membenarkan janji Allah
namun namun tidak melaksanakannya dalam
kehidupan.
Ibadurrahman apabila
membelkanjakan hartanya tidak bakhil baik untuk diri mereka sendiri, keluarga,
sanak kerabat, tetangga, ketika ada musibah dan bencana dan terutama atas
hak-hak Allah yang pertama : menunaikan zakat. Mereka juga tidak berlebihan (
israf 0 dalam membelanjakan hartanya. Baik israf yang berarti membelanjakan
untuk makshiat, karena meskipun satu mud ( satu rupiah 0 bila dibelanjakan
dalam kemakshiatan Allah, maka hal itu termasuk israf dan tabdzir.
Dalam hal-hal yang mubah
juga tidak berlebih-lebihan, seorang muslim tidak akan membelanjakanharta bendanya
melebihi kemampuannya, ia hanya akan melangkah sejauh jangkauan kakinya,
menimbang antara pemasukan dan pengeluarannya, tidak akan mudah-mudah belanja
kemudian membebani dirinya dengan hutang, karena hutang itu gelisah di waktu
malam serta hina di waktu siang serta Rasulullah memohon perlindungan kepada
Allah dari beitan hutang. Sekarang ini banyak orang yang menghinakan dirinya
dengan hutang, sehingga menyusahkan diri sendiri, kadang berhutang bukan untuk
kebutuhan yang mendesak, hanya untuk menuruti gaya hidup dan bermegah-megahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar